PERJANJIAN DALAM ASURANSI
Selamat sore bu,
Ada hal yang saya ingin tanyakan terhadap peraturan yang mengatur tentang kesepakatan kontrak yang terjadi melalui media telepon. Pada banyak kasus yang terjadi saat ini, saya ambil contoh pada sebuah kasus.
Ada seseorang yang menggunakan kartu kredit lalu pada suatu waktu ia mendapat telepon dari pihak asuransi kartu kredit. Di dalamnya ada produk penawaran asuransi kepada calon nasabahnya dan tanpa disengaja atau mungkin dengan permainan kata-kata yang membuat calon nasabah berkata ‘iya’ atau ‘setuju’ meski pada maksud dan tujuannya nasabah tersebut tidak memiliki itikad untuk menyetujui penawaran asuransi yang ditawarkan kepadanya. Akibatnya, aktivitas orang telepon di atas dianggap sebagai persetujuan untuk terdaftar sebagai salah satu pemilik polis asuransi dari perusahaan tersebut.
Apakah ada hukum yang mengatur hal ini sehingga pada kenyataanya ketika nasabah komplain dan tidak menerima hal tersebut perusahaan tidak berdalih telah memiliki rekaman percakapan yang menyatakan si nasabah telah menyetujui untuk mengikuti layanan asuransi yang ditawarkan ?
Terimakasih
Saya akan menjawab pertanyaan yang anda sampaikan berdasarkan hukum yang berlaku secara umum tentang perjanjian. Pertanyaan ini juga pernah ditanyakan oleh beberapa orang yang juga saya kenal. Sehingga bisa saya simpulkan bahwa fakta yang anda uraikan tersebut tidak hanya dialamai oleh satu atau dua orang saja. Bahkan saya sendiripun pernah mendapatkan telepon penawaran yang sama, namun tidak sampai berakhir pada persetujuan. Oleh sebab itu saya bisa mengambarkan bagaimana fakta tersebut terjadi.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa pada Pasal 1320 KUH Perdata telah mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian. Dalam ketentuan tersebut secara implisit dapat dilihat bahwa pada dasarnya undang-undang tidak menyatakan bahwa kontrak itu harus dibuat secara tertulis. Sehingga kita masih bisa membuat kontrak dalam bentuk lisan. Namun meskipun demikian, perusahaan asuransi dalam beberapa kasus seringkali “menjebak” calon nasabah dengan membuat persetujuan secara lisan melalui telepon saat calon nasabah bisa saja dalam keadaan tidak siap untuk bersepakat dalam perjanjian dan tidak menyadari bahwa yang ia lakukan adalah sedang menyetujuai suatu perjanjian dan percakapan tersebut direkam tanpa adanya pemberitahuan. Selain itu dalam beberapa fakta kejadian, persetujuan yang diberikan oleh calon nasabah seringkali bukan merupakan persetujuan yang terkait dengan uraian-uraian yang disampaikan oleh pegawai marketing. Misalnya saat petugas telemarketing menanyakan “apakah anda mengerti dengan pernyataan saya” maka ketika calon nasabah mengatakan “iya saya mengerti” maka langsung diposisikan sebagai persetujuan atas seluruh percakapan yang terjadi dan kemudian nasabah dianggap telah menyetujui semua hal yang ditawarkan oleh petugas telemarketing.
Perjanjian merupakan salah satu sumber timbulnya perikatan. Namun perjanjian yang telah terjadi masih dapat diancam kebatalannya atau batal demi hukum jika sahnya perjanjian ternyata tidak terpenuhi. Bendasarkan pada fakta-fakta tersebut di atas, maka pihak yang dirugikan dapat meminta pembatalan kontrak. Berdasarkan Pasal 1321 maka pembatalan perjanjian dapat dilakukan atas tiga alasan yaitu adanya ancaman/paksaan, penipuan, kelalaian/kesesatan/kekeliruan sebagaimana diatur dalam Pasal 1322 sd 1328 KUH Perdata. Terutama jika dalam perjanjian telah terjadi paksaan atau penipuan, maka perjanjian dapat dibatalkan.
Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian secara eksplisit tidak mewajibkan perjanjian polis asuransi harus dituangkan dalam bentuk tertulis. Namun secara khusus mengenai ketentuan pihak bank yang bekerjasama dengan asuransi, dapat dilihat dalam ketentuan Surat Edaran BI No. 12/35/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) tanggal 23 Desember 2010. Ketentuan ini setidaknya menjelaskan bagaimana sebuah perjanjian asuransi dalam jenis ini diatur, yaitu Dalam rangka penerapan manajemen risiko. Di sini Bank memiliki kewajiban, antara lain:
Menuangkan dalam perjanjian kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi mengenai kejelasan hak dan tanggung jawab masing-masing pihak apabila perjanjian kerjasama berakhir atau apabila terjadi perselisihan dengan nasabah;
Meningkatkan penerapan prinsip- prinsip transparansi kepada nasabah baik secara lisan maupun tertulis.
Memisahkan secara jelas risiko yang terkait dengan produk Bank dan risiko dari produk asuransi sehingga risiko masing-masing pihak dapat diidentifikasi, diukur, dipantau, dan dikendalikan;
Khusus produk unit link,
mencantumkan klausula khusus yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank harus mencatat dan mengelola secara khusus kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi yang bersumber dari investasi produk unit link; dan
menyatakan secara jelas bahwa pengelolaan dana investasi produk unit link dilakukan dan merupakan tanggung jawab perusahaan asuransi dalam dokumen yang memberikan penjelasan kepada nasabah mengenai manfaat dan risiko produk unit link.
Semoga penjelasan saya bisa menjawab apa yang ditanyakan.
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...