KESULITAN IBADAH SAAT JAM KERJA
Saya bekerja sebagai satuan pengamanan dalam status pegawai outsourcing. Saya ditempatkan di sebuah kantor cabang bank swasta di Jakarta. Dalam satu shift, ada lima orang yang bertugas jaga di dalam dan di luar kantor itu. Karena standarnya harus lima orang, maka kami tidak dibolehkan meninggalkan tempat jaga, kecuali untuk ke toilet atau sholat wajib. Namun, ketika jatuh pada hari Jumat, kami tidak dapat meninggalkan tempat untuk pergi sholat Jumat. Hal ini tidak tercantum dalam perjanjian kerja kami dengan perusahaan outsourcing, tetapi pernah ada penegasan lisan pada saat kami menandatangani perjanjian kerja, bahwa jika kami bertugas jaga pada hari Jumat siang, kami tetap dilarang meninggalkan tempat dengan alasan akan pergi ke masjid terdekat. Pertanyaan saya adalah: apakah ketentuan lisan seperti ini boleh ditetapkan dalam perjanjian kerja dan mengikat bagi kami? Jika kami memutuskan untuk meninggalkan tempat jaga pada tiap hari Jumat untuk beribadah, apakah ada dasar bagi perusahaan untuk memecat saya? Terima kasih atas pertanyaan ini.
Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 28E ayat (1) menyebutkan bahwa “setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, …” , jadi apapun bentuk pelarangan terhadap pekerja untuk tidak boleh beribadat sesuai dengan agama yang diyakininya tentu bertentangan dengan UUD 1945. Tetapi, disisi lain telah disebutkan secara lisan (walau tidak dituliskan secara tertulis dalam Perjanjian Kerja) bahwa pelarangan untuk melaksanakan sholat Jumat bagi pekerja security telah disampaikan dan dianggap telah dimengerti serta diterima sebagai suatu konsekuensi atas pekerjaan yang dilakukan. Hal seperti ini memang jarang atau bahkan sama sekali tidak akan pernah ada dalam suatu perjanjian kerja tertulis yang akan dibuat, karena tentu akan melanggar syarat objektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, yakni adanya unsur “sebab yang halal”, yang artinya perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan norma dan peraturan perundangan yang berlaku. Walaupun “pelarangan” untuk melakukan ibdah sholat Jumat telah dimengerti dan diterima oleh pekerja, namun menurut pendapat saya, hal tersebut bukanlah memiliki sifat “mengikat”, dan dalam banyak praktik di dunia kerja, pengaturan ini dapat dibagi secara adil dengan melakukan penggantian personil yang berbeda agama untuk mengganti pekerja yang seharusnya berjaga namun wajib melakukan sholat Jumat. Kalaupun tidak ada personil yang dapat menggantikannya, memang ini cukup sulit dan memerlukan pengorbanan, dengan mengurangi 1 personil secara bergantian untuk melakukan ibadah pada setiap hari Jumat, dengan konsekuensi adanya beban area pengawasan yang perlu diawasi menjadi lebih besar. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya, tidak pernah ada pemecatan yang dilakukan oleh perusahaan dengan alasan karyawannya meninggalkan pekerjaan untuk melakukan ibadah, pun kalau ada pasti ini sangat tidak manusiawi dan tidak berkeadilan. Sehingga, saya katakan bahwa pekerja tidak boleh di PHK dengan alasan melakukan ibadah sebagaimana UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal 153 ayat (1) huruf c, yang menyebutkan bahwa “perusahaan dilarang melakukan PHK terhadap pekerja/buruh yang menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya”.
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...