PENTINGNYA AUTOPSI DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEMATIAN
Oleh AHMAD SOFIAN (Juni 2025)
Autopsi sangat penting dalam proses hukum pidana karena dapat membantu mengungkap kebenaran material, menentukan jenis tindak pidana yang terjadi, dan mengidentifikasi perbuatan pelaku. Hasil autopsi dapat digunakan sebagai alat bukti dalam penyidikan dan pemeriksaan perkara di persidangan, serta membantu hakim dalam mengambil keputusan. Tidak ada norma yang melarang hasil autopsi diberikan kepada keluarga, dan tidak ada halangan apapun jika hasil autopsi yang diberikan kepada keluarga akan merintangi atau menghalangi proses hukum yang sedang diselidiki atau sedang disidik oleh penyidik. Malah dalam KUHAP secara eksplisit menyatakan bahwa hasil autopsi ini sebaiknya juga diberitahukan kepada keluarga, karena dalam Pasal 134 ayat (1) KUHAP disebutkan untuk melakukan autopsi wajib diberitahukan kepada keluarga, maka tafsir atas norma ini, pemberitahuan dilakukan baik pada saat akan melakukan autopsi juga hasil dari autopsi itu sendiri wajib diberitahukan kepada keluarga.
Tentang Autopsi
Autopsi berkaitan dengan ilmu kedokteran kehakiman, untuk menentukan dan memberikan informasi lengkap dan pasti terkait cara kematian, sebab kematian, mengungkap suatu tindak pidana yang menyebabkan kematian, mengungkap identitas jenazah serta membantu dalam mengungkpa pelaku yang menyebabkan timbulnya kematian tersebut.[1]Pemeriksaan hasil auotopsi bertujuan untuk membantu dalam mendapatkan kebenaran materiil sehingga hasil autopsi seharusnya tidak hanya ekslusif milik institusi tertentu, tetapi juga harusnya bisa diakses oleh keluarga korban.
Autopsi forensik (selanjutnya disebut autopsi) berperan pada fase pra-ajudikasi dalam sistem peradilan pidana, dalam hal ini penyidik memiliki peran dan kewenangan sebelum perkara sampai pada tingkat penyidikan. Autopsi dapat menentukan apakah suatu dugaan kematian dilanjutkan pada proses penyidikan atau dihentikan. Dalam kasus kematian mendadak (sudden unexpected death) atau kematian tanpa saksi (unwitnessed death) yang patut diduga sebagai suatu kematian tidak wajar.[2]
Cara kematian menjelaskan tentang penyebab kematian yang secara umum dapat dibagi dua yaitu kematian wajar (natural death) dan kematian tidak wajar (unnatural death). Kematian wajar adalah kematian karena penyebab alami, yaitu selain kecelakaan atau kekerasan. Kemtaian tidak wajar didefinisikan sebagai suatu kematian dipercepat oleh campur tangan manusia, misalnya akibat pukulan, kekerasan tajam, ledakan, tembakan atau sejenisnya.[3] Kematian wajar dalam beberapa literatur didefinisikan sebagai kematian terkait dengan peristiwa tubuh internal yang tidak dipengarauhi oleh kejadian eksternl; kematian yang disebabkan oleh penyakit, sepenuhnya terlepas dari faktor yang tidak wajar.
Dalam beberapa tindak pidana pembunuhan ditemukan fakta sulit menemukan faktor penyebabnya, sehingga dibutuhkan ilmu pengetahuan untuk menemukan faktor penyebabnya, sehingga kebenaran materiil terungkap. Dalam tindak pidana pembunuhan maka ada beberapa bentuk perbuatan yang mungkin menjadi penyebab kematian. Jika korban diduga meninggal karena kekerasan benda tumpul, maka harus ditemukan dalam tubuh korban adanya kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan matinya korban. Jika korban diduga meninggal karena benda tajam, maka ditubuh korban harus ditemukan luka benda tajam tersebut, yang mana luka tersebut mengakibatkan kematian korban. Jika korban diduga mati karena racun, maka harus ditemukan jenis racun dan racun tersebutlah menjadi penyebab kematian. Karena itu diperlukan autopsi untuk menentukan sebab kematian yang meyakinkan dan menghilangkan keraguan kemungkinan sebab lain yang mengakibatkan kematian. Jika informasi terkait kematian korban tidak utuh, maka kebenaran yang didapat akan dihinggapi kejanggalan dan keraguan sehingga kebenaran materiil dalam kasus pembunuhan menjadi diragukan. Oleh karena itu, autopsi menjadi sangat penting untuk mengungkap faktor penyebab kematian sehingga kebenaran dapat ditegakkan.
Autopsi memiliki fungsi penting dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pembunuhan, sehingga memberikan informasi yang pasti tentang penyebab kematian korban. Hasil autopsy ini digunakan untuk menemukan sebab kematian sehingga ditemukan perbuatan yang menjadi sebab kematian korban dan menemukan tersangkanya.
Aturan Autopsi dalam KUHAP
Hasil autopsi merupakan salah satu alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang digolongkan sebagai alat bukti surat. Hasil autopsi merupakan bukti yang didasarkan pada ilmu pengetahuan (scientific evidence), yang diambil oleh tenaga ahli kedokteran forensik dilakukan secara professional, dan terikat pada sumpah sebagai seorang dokter. Dengan demikian hasil autopsi ini dapat dipertanggungjawabkan untuk menemukan kebenaran materiil. Oleh karena posisinya sebagai alat bukti dalam suatu dugaan tindak pidana kematian yang tidak wajar, maka penyidik terikat untuk menggunakannya. Jika penyidik menilai dalam hasil autopsi ini ditemukan kesimpulan kematian tidak wajar atau kematian wajar, maka sepatutnya penyidik menyampaikan hasil autopsi tersebut kepada keluarga sebagai tanggung jawab moral dan tanggung jawab hukum terhadap peristiwa kematian yang dilaporkan masyarakat atau keluarga kepada penyidik.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang autopsi yaitu :
Pasal 133 ayat (1)
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menanganai seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Pasal 133 ayat (2)
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 91) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Pasal 134 ayat (1) dan (2)
Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban
Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
Dalam Pasal 134 (1) dan (2) jelas bahwa untuk melakukan bedah mayat, maka wajib diberitahukan lebih dahulu kepada keluarga. Maka hasil bedah mayat tersebut juga seharusnya diberitahukan juga kepada keluarga, sehingga keluarga mengetahui tentang penyebab kematian dari korban yang telah dilakukan pembedahan mayat tersebut.
Tidak ada pembatasan yang diberikan oleh undang-undang bahwa hasil autopsi adalah sebuah kerasiaan. Jika mengacu pada norma yang mengatur tentang autopsi dalam KUHAP maka pemberitahuan untuk melakukan autopsy harus ada perstujuan keluarga, sehingga hasil autopsi tersebut juga seharusnya dalam diberikan kepada keluarga, sehingga keluarga mengetahui sebab-sebab kematian dari anggota keluarganya. Keluarga menjadi faham, apakah kematiannya wajar atau tidak wajar. Jika kematian anggota keluarganya dinilai oleh ahli forensik yang dituangkan dalam hasil autopsi tidak wajar, maka dalam hal ini ada dugaan kuat sebab kematiannya adalah ada kontribusi dari seseorang atau sekelompok orang.
Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Hasil autopsi forensik dalam konteks hukum acara pidana merupakan alat bukti untuk menemukan sebab kematian sehingga diketahui secara ilmu pengetahuan apakah kematian korban adalah wajar atau tidak wajar.
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menegaskan bahwa untuk melakukan autopsi wajib ada pemberitahuan kepada keluarga, sehingga hasil autopsi ini juga seharusnya juga diberitahukan kepada keluarga, apakah kematian anggota keluarganya wajar atau tidak wajar, sehingga dapat melakukan Langkah-langkah selanjutnya atas hasil autopsi tersebut.
- Tidak ada norma hukum yang menyatakan bahwa hasil autopsi tidak boleh diberikan kepada keluarga atau ahli warisnya, sehingga pihak rumah sakit maupun pihak kepolisian patut memberitahukan hasil autopsi tersebut kepada keluarga atau ahli warisnya.
- Hasil autopsi merupakan alat bukti yang diambil dengan melalui cara yang ilmiah, sehingga hasilnya juga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat mengungkap kebenaran materiil atas suatu kematian baik wajar maupun tidak wajar.
- Sebagai alat bukti ilmiah, maka hasil autopsi tidak mungkin menimbulkan gangguan dalam penyelidikan maupun penyidikan, karena sifatnya sebagai alat bukti surat diambil dan dilakukan secara professional.
[1] Iwan Aflanie (et.al). 2017. Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), hlm, 244-245
[2] Muhammad Afiful Jauhani, Medicolegal Review of Medical Records As Legal Evidence ini Homicide (Case Analysis of Court Decision Number 18/Pid.B, Journal of Indonesian Forensic and Legal Medicine, 3.1. (2021) 268-75
[3] Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary, Thomson Reuters, 11th edition, 2019
Comments :