People Innovation Excellence

PENGUKUHAN PROF. DR. SHIDARTA, S.H., M.HUM.



Pada tanggal 26 Oktober 2022, bertempat di Auditorium Lt. 4 Kampus Anggrek, Universitas Bina Nusantara, Jakarta, salah satu dosen Jurusan Hukum Bisnis BINUS dikukuhkan sebagai guru besar tetap bidang ilmu filsafat hukum. Beliau adalah guru besar ke-16 di lingkungan BINUS University dan membawakan orasi ilmiah berjudul “Multisentrisme Humaniora Digital: Filsafat Hukum Masa Depan dan Masa Depan Filsafat Hukum.”

Shidarta menyebutkan lima alasan yang menjadi landasan pemikiran mengapa judul orasi ilmiah itu menarik perhatiannya.  Pertama, ia mencermati diskursus tentang filsafat hukum dewasa ini, makin tergerus, baik  dalam pendidikan maupun penerapan hukum di Indonesia. Banyak orang berusaha menghindar dari diskursus filsafat hukum dengan alasan area ini terlalu abstrak untuk dimasuki, sehingga tidak memiliki kemanfaatan pragmatis. Padahal, di sisi lain, orang-orang yang sama berteriak tentang pentingnya legitimasi dan keadilan dalam berhukum yang notabene tidak mungkin dapat diselami maknanya tanpa penjelajahan filosofis. Pendidikan dan penerapan hukum akhirnya terjebak pada legitimasi dan keadilan satu versi, yakni hanya mengikuti perspektif hukum positif. Perspektif ini terbawa bahkan sampai ke pendidikan hukum lanjutan di strata dua dan tiga.

Kedua, ia melihat ada tantangan besar dan berat di depan mata kita semua sebagai akibat dari kemerosotan wibawa hukum. Sebagai suatu sistem, hukum tidak selayaknya menanggung beban ini. Namun, sebagai ilmu praktis normologis, ia menjadi frontliner, atau berada di garda terdepan, berhadapan dengan masyarakat. Ilmu hukum yang mempelajari sistem hukum positif itu kerap harus menerima tudingan atas segala ketidakberesan kehidupan kemasyarakatan kita. Padahal, sehat atau sakitnya sistem hukum itu selalu berkorelasi dengan sehat tidaknya kondisi kita dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Ketiga, adalah bahwa tidak dapat dipungkiri, digitalisasi akan terus mengubah strategi manusia dalam menyiasati berbagai problematika kehidupan, termasuk di ranah pendidikan, pembentukan, dan penerapan hukum. Kehidupan yang serba-digital atau automation, akan berbuah pada penyimpangan-penyimpangan normatif yang juga bernuansa digital. Saat ini, misalnya, orang ramai berbicara tentang kematian demokrasi, politik identitas, disintegrasi bangsa, intoleransi, yang semuanya terkait dengan kedahsyatan teknologi informasi dan komunikasi di era digital dengan segala dampak positif dan negatifnya. Salah satu dampak negatif itu adalah menguatnya dehumanisasi, yang dapat dipastikan hal ini akan merusak sendi-sendi tatanan hukum suatu negara. Sebagai teori tentang hukum positif, ilmu hukum dogmatis tidak boleh dibiarkan bermanuver sekehendak hati, mengikuti maunya si penguasa politik, dengan dalih hukum itu memang produk politik yang disokong oleh energi ekonomi dan teknologi. Sebab, pada saat bersamaan, hukum juga adalah produk sosial dan budaya yang mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan. Kesadaran seperti ini harus disuarakan melalui kajian-kajian teori dan metateori. Artinya, filsafat hukum harus ikut mengambil peran secara aktif dan konstruktif.

Keempat, kehidupan yang makin serba-digital itu tadi akan mengubah tanda-tanda hukum, baik berupa ikon, simbol, dan indeks hukum, sehingga tanda hukum menjadi makin bervariasi. Artinya, hukum akan tampil makin kompleks sekaligus makin sulit dipahami, mengingat teks-teks hukum makin banyak bermigrasi ke wujud digital. Namun, teknologi informasi dapat sangat membantu sebagian dari tugas-tugas memahami hukum yang kompleks dan sulit itu. Inilah ladang garapan humaniora digital bagi para pegiat hukum, baik yang berada dalam tataran pengembanan hukum teoretis maupun praktis. Kontribusi positif dari teknologi informasi ini harus tetap diposisikan bukan sebagai faktor determinan, apalagi faktor tunggal, di dalam pengambilan keputusan hukum yang kian kompleks dan sulit itu. Pada akhirnya, manusia dengan segala modalitas kemanusiaanya adalah sang pengambil keputusan itu sendiri. Area kajian seperti ini adalah domain kajian filsafat hukum masa kini, atau paling tidak, masa depan yang sudah sangat dekat.

Kelima, humaniora digital tidak hanya menggugat pendidikan tinggi hukum, khususnya filsafat hukum. Ia ikut menggugat misi pendidikan tinggi secara keseluruhan. José Ortega y Gasset pernah berpesan tentang misi paling primer dari pendidikan setingkat universitas. Ia mengatakan antara lain, “University, in the strict sense, is to mean that institution which teaches the ordinary student to be a cultured person and a good member of a profession.

Bagi para pembaca yang berminat menyaksikan video lengkap acara pengukuhan, dapat diklik tautan berikut:  PENGUKUHAN GURU BESAR PROF. DR. SHIDARTA, S.H., M.HUM.

Pembaca yang ingin mendapatkan naskah orasi yang tertulis, dapat mengunjungi: http://dx.doi.org/10.13140/RG.2.2.11517.44003




 


Published at : Updated

Periksa Browser Anda

Check Your Browser

Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

We're Moving Forward.

This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

  1. Google Chrome
  2. Mozilla Firefox
  3. Opera
  4. Internet Explorer 9
Close