People Innovation Excellence

PERGESERAN PARADIGMA TENTANG PENYANDANG DISABILITAS DALAM UU NO. 8 TAHUN 2016

Oleh ERNA RATNANINGSIH (April 2016)

Tulisan ini adalah bagian pertama dari dua tulisan tentang disabilitas. Perlakuan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas masih terus terjadi meskipun UU tentang Penyandang Disabilitas telah disahkan oleh DPR pada tanggal 17 Maret 2016. Salah satunya dialami oleh Dwi Ariyani yang diturunkan dari pesawat Etihad Airways dengan rute Jakarta–Swiss dalam rangka mengikuti pelatihan Convention on the Rights of Person with Disabilities yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa.

Meskipun pada akhirnya Etihad Airways menyampaikan permohonan maaf dan mengakui dalam peristiwa tersebut mereka tidak mengikuti prosedur khusus untuk penumpang pengguna kursi roda, kejadian ini menambah daftar panjang bentuk diskriminasi terhadap penyandang disabilitas di bidang layanan transportasi.[1] Dalam kasus ini staf Etihad Airways memandang penyandang disabilitas sebagai individu yang tidak mandiri dan dalam kondisi sakit sehingga diperlukan pendamping dalam melakukan perjalanan ke luar negeri. Peristiwa ini menunjukkan adanya paradigma yang salah mengenai penyandang disabilitas, yang dianggap sebagai manusia yang lemah sehingga tidak mendapatkan perlindungan hak asasi manusia.

Tulisan ini akan memberikan gambaran pentingnya perubahan paradigma terhadap penyandang disablitas yang terdapat di dalam UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang masih menempatkan penyandang disabilitas sebagai obyek dan bersifat belas kasihan. Dengan lahirnya UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang disabilitas maka kedudukan penyandang disabilitas sebagai subjek (diakui keberadaannya) yaitu manusia yang bermartabat yang memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya.

Konsepsi Pandangan tentang Disabilitas

Dalam perkembangan sejarah perubahan sosial terhadap keberadaan orang berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas, terdapat dua konsepsi pandangan tentang Disabilitas yaitu: [2]

  1. Pandangan medis/individual yang menempatkan kecacatan sebagai sebuah permasalahan individu. Definisi ini menempatkan kecatatan atau kelainan fisik/mental sebagai penyebab hambatan untuk beraktifitas atau hidup sebagaimana layaknya.
  2. Pandangan hak asasi manusia (HAM) yang menempatkan isu disabilitas sebagai bagian integral dari HAM yang menempatkan jaminan atas kesetaraan, kesamaan hak serta partisipasi penuh juga melekat pada setiap individu Penyandang disabilitas.

Pandangan yang pertama tercermin di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang mendefinisikan penyandang cacat adalah “setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari : penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan mental”. Materi UU Penyandang Cacat ini lebih bersifat belas kasihan (charity based) dan pemenuhan hak penyandang disabilitas masih dinilai sebagai masalah sosial yang kebijakan pemenuhannya haknya masih bersifat jaminan sosial, rehabilitasi sosial dan peningkatan kesejahteraan sosial. [3] Hal ini tercermin dalam upaya yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau mayarakat dalam mewujudkan hak-hak penyandang cacat yaitu [4]:

  1. Rehabilitasi yang diarahkan untuk mengfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman.
  2. Bantuan sosial yang diarahkan untuk membantu penyandang cacat agar dapat berusaha meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya;
  3. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial diarahkan pada pemberian perlindungan dan pelayanan agar penyandang cacat dapat memelihara taraf hidup yang wajar.

Penyandang disabilitas di dudukkan sebagai obyek hukum. Yang dimaksud obyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat dihak-i oleh subjek hukum. Dalam hal ini subjek hukumnya adalah negara atau pihak lain yang melakukan kegiatan atau aktifitas bagi para penyandang disabilitas (objek) berupa kegiatan-kegiatan rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

Pandangan di dalam UU Penyandang Cacat sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan upaya peningkatan harkat dan martabat penyandang disabilitas sebagai manusia seutuhnya. Perubahan peraturan perundang-undangan yang ada setelah 19 (sembilan belas) tahun berlakunya UU Penyandang Cacat telah memasukkan penyandang disabiliatas sebagai bagian dari hak asasi manusia, seperti UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang disabilitas); sehingga UU Penyandang Cacat harus diselaraskan dengan ketentuan terkini yang pada prinsipnya mengatur semua hak yang melekat pada manusia juga berlaku bagi penyandang disabilitas. Setelah Konvensi ini disahkan maka memberikan kewajiban-kewajiban Negara untuk menjamin dan memajukan pemenuhan hak penyandang disabilitas, salah satunya dengan membuat peraturan dan melakukan harmonisasi peraturan termasuk menghapuskan aturan dan budaya yang melanggar hak penyandang disabilitas. Pemerintah dan DPR menindaklanjuti komitmennya untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak penyandang disabilitas melalui pengesahan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang disabilitas.

Perubahan pandangan terhadap Penyandang disabilitas dapat dilihat dari definisi penyandang disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang disabilitas, yaitu ; “setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak”. Pengaturan mengenai Penyandang disabilitas ini telah memasukkan perspektif hak asasi manusia sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 UU Penyandang disabilitas yang berbunyi : “Pelaksanaan dan pemenuhan hak Penyandang disabilitas bertujuan: (a) Mewujudkan penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar penyandang disabilitas secara penuh dan setara; (b) Menjamin upaya penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri Penyandang disabilitas; (c) … ; (d) Melindungi Penyandang disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif serta pelanggaran hak asasi manusia;…”

Perubahan paradigma tentang penyandang disabilitas sebagai bagian hak asasi manusia (HAM) diatur secara spesifik dalam tujuan pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas tersebut diatas, menempatkan setiap individu penyandang disabilitas mendapatkan jaminan penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM dari negara. Penyandang disabilitas didudukkan sebagai subjek yaitu sebagai individu yang memiliki hak dan kewajiban sehingga penyelenggaraan kesejahteraan sosial untuk penyandang disabilitas tidak hanya berupa rehabilitasi sosial dan jaminan sosial namun juga meliputi pemberdayaan[5] sosial dan perlindungan[6] sosial. Pemberdayaan dan perlindungan sosial ini ditujukan untuk menguatkan hak penyandang disabilitas untuk menjadi individu yang tangguh dan mandiri melalui pelatihan, pendampingan, peningkatan akses pemasaran, advokasi sosial dan bantuan hukum dan lain-lain.

Pergeseran paradigma tentang penyandang disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menempatkan penyandang disabilitas harus mendapatkan kesempatan yang sama dalam upaya pengembangan dirinya melalui kemandirian sebagai manusia yang bermartabat dalam perspektif hak asasi manusia. Harapannya ke depan tidak ada lagi diskriminasi yang dilakukan terhadap penyandang disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan sebagai warga negara. (***)


Screen.Shot.2016.01.29.at.22.22.14


REFERENSI:

1] “Tolak penumpang disabilitas, Etihad Airways mohon maaf,” https://beritagar.id/artikel/berita/tolak-penumpang-disabilitas-etihad-airways-mohon-maaf.

[2] Muhammad Joni Yulianto, Hak-Hak Penyandang disabilitas dalam Buku Panduan Bantuan Hukum Indonesia : Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014), hlm. 254–256.

[3] Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

[4] Pasal 16–Pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

[5] Yang dimaksud Pemberdayaan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah upaya untuk menguatkan keberadaan penyandang disabilitas dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan potensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau kelompok penyandang disabilitas yang tangguh dan mandiri.

[6] Yang dimaksud Perlindungan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi, mengayomi dan memperkuat hak penyandang disabilitas.


Baca kelanjutan dari artikel ini dalam tautan berikut:

KEWAJIBAN NEGARA DAN HAK PENYANDANG DISABILITIAS

 


Published at : Updated
Leave Your Footprint
  1. Kami merupakan grup musik yang beranggotakan penyandang tuna netra dan alhamdulilah sudah biasa manggung, cuma selama ini peralatan yang kami pakai masih pinjam dari sekolah ,dan itu jadi hambatan bagi kami . Bagai mana caranya supaya kami dapat bantuan alat untuk kegiatan kami .karna musik merupakan pekerjaan kami.

    • Kami tidak dapat memberi rekomendasi, namun Anda bisa mencoba menghubungi Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) di tautan: http://pertuni.idp-europe.org/ atau Yayasan Mitra Netra di tautan: http://mitranetra.or.id/
      Mungkin mereka dapat memberikan informasi lebih detail.

Periksa Browser Anda

Check Your Browser

Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

We're Moving Forward.

This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

  1. Google Chrome
  2. Mozilla Firefox
  3. Opera
  4. Internet Explorer 9
Close