KONSEKUENSI SEPUTAR GUGAT CERAI
Saya seorang karyawati swasta yang telah bercerai 5 bulan ini dengan 2 orang anak perempuan masing-masing berumur 8 tahun dan 3 tahun. Pada putusan cerai saya ditetapkan hak asuh anak jatuh ke tangan mantan suami saya dengan pertimbangan saya tidak banyak waktu buat anak saya karena saya tinggal kerja dan juga ada kegiatan kuliah seminggu 3 kali sepulang kerja, sedangkan suami saya lebih banyak waktu untuk mereka karena bekerja sebagai agen asuransi. Di samping itu pada gugatan balik mantan suami saya menuduh saya telah berselingkuh dengan bukti foto pada saat saya berjalan dengan seorang pria di mall.
Alasan saya menggugat cerai karena selama menikah saya tidak pernah diberi nafkah lahir, semua kebutuhan hidup saya yang tanggung. Suami saya hanya ngurusin masalah bayar rumah, listrik dan telepon yang jumlahnya tidak lebih dari 1 juta/bulan. Yang saya tanyakan :
Apakah saya bisa menggugat kembali hak asuh untuk kedua anak saya mengingat saya sangat sulit sekali bertemu mereka bahkan hanya untuk berbicara melalui telepon. Saya datang ke sekolah mereka juga dilarang dengan alasan mengganggu proses belajar mereka. Sekarang ini mantan suami saya tinggal bersama ibunya, kalau saya ingin bertemu harus se-izin mantan suami saya sedangkan dia susah sekali dihubungi, tidak pernah menjawab telepon atau membalas sms saya, anak dilarang terima telepon dari saya, mereka ketakutan kalau sampai ketahuan terima telepon dari saya. Anak saya yang pertama yang cerita ini semua.
Apakah saya bisa berpeluang untuk menang pada gugatan hak asuh anak saya nanti dalam hasil sidang tidak disebutkan hak-hak saya untuk bertemu anak-anak saya, apakah memang seperti itu ?
Hal-hal apa saja yang harus saya siapkan untuk menggugat hak asuh anak?
Rumah kami sebagai harta gono-gini telah diletakkan di sita jaminan atas gugatan balik mantan suami saya dan sekarang saya tidak bisa masuk ke dalamnya karena kunci rumah sudah diganti semua oleh mantan suami saya, apakah hal ini dibenarkan, dan apa memang saya sudah tidak bisa datang kerumah kami lagi.
Untuk menjawab pertanyaan ibu Desti, maka dapat kami sampaikan sebagai berikut :
Walaupun putusan perceraian telah ada, dan diputus bahwa suami menjadi hak asuh dalam mendidik dan membesarkan anak-anak, maka sebagai ibu tetap dapat mengajukan gugatan ke pengadilan agama untuk meminta hak asuh anak diberikan kepada ibunya, [hadlhonah], terlebih lagi pada saat perceraian terjadi ibu masih sibuk kerja dan kuliah, sehingga tidak mempunyai banyak waktu, maka dari itu untuk alasan mengajukan gugatan hak asuh anak dapat ibu kemukakan mengenai :
- Adanya waktu ibu dalam hal memelihara anak,
- Ibu dalam kondisi sehat jasmani dan rohani
- Kemampuan financial, [ walaupun hal ini kewajiban suami]
- Dalam mengajukan gugatan tersebut ibu tetap masih berpeluang memenangkannya, terutama anak-anak masih dibawah usia 12 tahun, ibu cakap untuk memelihara, dll.
Yang harus disiapkan dalam mengajukan hak asuh anak ke Pengadilan Agama antara lain:
- Putusan perceraian.
- Saksi-saksi yang mengetahui kesulitan ibu Desti bertemu dengan anak-anaknya.
- Bukti kemampuan finansial suami dan ibu Desti.
- Nilai sekolah anak-anak ibu Desti (dengan catatan nilai sekolah anak-anak harus lebih baik pada saat diasuh oleh ibu Desti (sebelum perceraian).
Berkaitan dengan harta gono-gini yang merupakan harta bersama dari suami dan isteri yang mereka peroleh selama perkawinan. Yang dimaksud harta bersama meliputi :
- Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung;
- Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami-isteri;
- Harta yang diperoleh sebagai hadiah/pemberian atau warisan apabila ditentukan demikian.
Sita jaminan yang telah diajukan oleh suami ibu Desti terhadap rumah bersama bukan berarti menghilangkan hak kepemilikan ibu Desti atas rumah tersebut. Penyitaan ini merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata dimana para pihak tidak bias menjualnya tanpa diketahui oleh pihak lainnya (suami-isteri). Barang-barang yang disita ini dibekukan, disimpan untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual. Dengan adanya penyitaan harta bersama baik suami atau isteri dilarang memindahkannya kepada pihak lain dalam segala bentuk transaksi. Meskipun suami ibu Desti mengganti kunci rumah bersama tersebut namun dia tidak bisa mengalihkan atau menjualnya rumah bersama tersebut. Apabila ibu Desti keberatan dengan sikap suami tersebut dan melihat ada indikasi untuk pengambilalihan barang-barang yang disita ibu Desti dapat melaporkannya ke Polisi dengan perbuatan pidana sesuai dengan Pasal 231 KUHP yang menyatakan “Barang siapa dengan sengaja menarik suatu barang yang disita berdasarkan ketentuan undang-undang atau yang dititipkan atas perintah hakim atau dengan mengetahui bahwa barang ditarik dari situ, atau menyembunyikannya diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...