FRAUD, PHK, DAN PESANGON
Ada tiga pertanyaan yang ingin saya ajukan:
- Apabila karyawan setelah diaudit pekerjaannya dan ada fraud serta ada surat pernyataan ybs, apakah perusahaan dapat melakukan PHK tanpa pesangon? Namun jika perusahaan sudah memberikan kompensasi sesuai UU 13 tahun 2003, namun karyawan menggugat ke PHI, apakah upah karyawan tetap dibayarkan?
- Dengan kasus yang sama, apakah karyawan tidak bisa di PHK dan harus menunggu keputusan pengadilan? Berdasarkan putusan MKÂ untuk kentuan pasal 158 dan berdasarkan SE 13/MEN/SJ-HK/I/2005, PHK untuk pekerja yang melakukan kesalahan berat dapat dilakukan setelah ada putusan pidana yang mempunyai kekuatan hukum.
- Bagaimana perlakuan atau penerapan ketentuan UU 13 tahun 2003 atau PP atau PKB untuk level Direksi? apakah level direksi mengikuti ketentuan tsb? Dan apabila karyawan promosi kerja untuk menduduki level direksi, apakah karyawan tersebut harus di diberikan pesangonnya terlebih dahulu dan kemudian diangkat sebagai direksi?
Jawaban (dari Iron Sarira, April 2017):
- Karyawan yang telah diketahui melakukan fraud dan sudah memberikan surat pernyataan bahwa benar telah melakukan penggelapan asset atau dana perusahaan atas kewenangan yang dimilikinya, maka sudah dapat dikategorikan melakukan pelanggaran Pasal 374 KUHP dan diartikan sebagai melakukan kesalahan berat. Atas hal ini, perusahaan dapat melakukan PHK tanpa pesangon sepanjang sudah ada penetapan dari pihak yang berwenang dalam hal terjadinya tindak pidana ini. Batasan penetapannya dalam praktik dan pengalaman yang dilakukan, adalah pada saat berkas kepolisian sudah diterima dan dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan (P21). Apabila perusahaan tidak melaporkan pelanggaran ini ke pihak Kepolisian sebagai adanya tindak pidana, dan perusahaan memberikan kompensasi sebagaimana yang di atur dalam UUTK, dalam pemahaman saya hal ini adalah sangat jarang dan sebaiknya tidak dilakukan. Penanganan kasus-kasus seperti ini sebaiknya dilakukan dengan upaya penyelesaian secara internal dengan meminta kesadaran si karyawan terebut untuk mengundurkan diri serta mengganti seluruh kerugian perusahaan. Dan tanpa bermaksud mengancam (harus disiasati dengan baik penyampaiannya), pilihan lain manakala tidak terjadi pengunduran diri dari karyawan adalah melaporkan masalah ini ke pihak berwajib dan menjadil delik aduan dalam kasus pidana. Manakala perusahaan tetap memberikan pesangon sebagaimana yang diatur dalam UUTK, apapun kondisinya, perusahaan tidak dapat menahan si karyawan tersebut untuk mengajukan proses perselisihan ini ke ranah Pengadilan Hubungan Industrial, karena hak konstitusi masih dimiliki oleh si karyawan tersebut untuk melakukan perlawanan hukum dalam ranah perselisihan hubungan industrial. Pertanyaan terakhir adalah apakah upah karyawan selama proses permohonan mediasi dan gugatan PHI atau mungkin hingga kasasi MA harus dibayarkan? Saran saya adalah tidak perlu dibayarkan, sampai nanti proses ini akan berakhir dengan memiliki kekuatan hukum tetap (umumnya terjadi di MA, untuk proses perselisihan hak dan PHK) sebagaimana tersebut pada Pasal 56 huruf a dan c, UUPPHI No. 2/2004.
- Melakukan PHK terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran Pasal 374 KUHP sebagai kesalahan berat, dalam hemat saya tidak perlu dilakukan setelah adanya putusan pengadilan, cukup dari kepolisian setelah proses BAP pada saat karyawan dinyatakan bersalah dan menjadi tersangka. Selanjutnya apabila sudah P21 berkas-berkas BAP tersebut akan dilimpahkan ke Kejaksaan dan kemudian ke pengadilan. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi No. 012/2004, PHK atas kesalahan berat harus dilakukan dengan dasar adanya penetapan dari pihak yang berwenang, artinya perusahaan tidak bisa melakukan PHK sepihak, dan terkait dengan pemberian pesangon terhadap PHK atas kesalahan berat ini, dalam pemahaman saya secara singkat dapat dilihat dari pihak pelapor. Manakala pihak perusahaan (perwakilan manajemen) yang melapor maka wajib adanya pemberian pesangon, namun apabila bukan dari perwakilan manajemen (seperti karyawan atas adanya pidana yang berbeda) maka tidak perlu memberikan pesangon. Artinya, untuk kasus-kasus terkait fraud ini dimana pihak perusahaan yang dirugikan, maka perlu dipersiapkan terkait pesangon yang harus diberikan, tetapi dapat diberikan dalam bentuk bantuan kepada pihak keluarga dari karyawan yang melakukan pelanggaran fraud ini (demikian menyikapinya).
- Dalam pemahaman saya, direksi atau seorang Direktur juga termasuk pekerja, tidak ada perbedaanya dengan posisi lainnya di bawah direktur tersebut hingga sampai setingkat office boy, sama-sama memiliki hubungan kerja dengan Pemberi Kerja. Jadi, seharusnya pemberlakuannya adalah sama, terhadap PP, PKB, atau Ketentuan Hukum Positif yang berlaku. Ya, seorang Direktur harus tunduk juga kepada PP, PKB, atau Norma Positif yang berlaku. Promosi tidak berindikasi terhadap kewajiban pemberian pesangon, jadi saya pastikan tidak perlu diberikan pesangon untuk kemudian diangkat sebagai direksi.
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...