ANALISIS PUTUSAN ANAK AG (BAGIAN 2 DARI 2 TULISAN)
Oleh AHMAD SOFIAN (Mei 2023)
Tulisan ini merupakan bagian kedua (terakhir) dari rangkaian dua tulisan. Bagian pertama dari tulisan ini dapat dibaca dalam rubrik yang sama pada bulan Mei 2023 (silakan klik tautannya!).
KONSTRUKSI PENYERTAAN DIKAITKAN DENGAN PERISTIWA PIDANA PENGANIAYAAN
Dari empat jenis penyertaan tersebut, Saya akan momfokuskan pada turut serta melakukan tindak pidana. Dalam KUHP turut serta melakukan tindak pidana adalah ajaran untuk memperluas pertanggungjawaban pidana. Jadi kriteria yang digunakan adalah terletak pada kesalahan pembuat atau si pembuat hanya terlibat dalam perbuatan persiapan. Atau meskipun perannya sangat signifikan namun tidak terlibat dalam pelaksanaan perbuatan. Sebagai perbandingan sederhana, di Belanda sendiri sejak tahun 1934 telah menetapkan kriteria turut serta malakuakn tindak piada yaitu adanya kerja sama yang disadari dan pelaksanaan perbuatan secara bersama-sama. Doktrin ikut serta menitiberatkan pada hubungan tertentu yang dihasilakan dari interaksi antara perbuatan fisik pembuat dengan pembuat tindak pidana lainnya. Acapkali seseorang hanya mengetahui serta tidak terlibat secara langsung dalam pelaksanaan tindak , sehingga orang tersebut seharusnya tidak dipidana.
Ajaran turut serta melakukan tindak pidana (medeplegen), tidak dijelaskan secara expressis verbis dalam KUHP, namun ajaran ini diakui dalam banyak yurisprudensi. Beberapa pertanyaan yang sering muncul dan menjadi perdebatan adalah apakah medeplegen dapat dipersamakan dengan adanya sejumlah orang bersama-sama mejadi pelaku tindak pidana ? apakah untuk memenuhi kategori medepleger (pelaku peserta) masing-masing dari dua orang harus memenuhi seluruh unsur tindak pidana yang bersangkutan ? Apakah makna penyertaan itu adalah semua orang bertanggung jawab secara pidana atas apa yang ia lakukan sendiri meskipun peserta lain tidak memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang didakwakan? Dalam hal ini ada dua pandangan ahli hukum pidana yang berbeda :
- Adanya lingkup rencana kerja sama antara dua dua pelsku, dan masing-masing saling bertanggung jawab atas kelakuan pihak lainnya.
- Pelaku peserta (medepleger) selain sebagai penuh juga semua pelaku tindak pidana yang perbuatan/tindakannya hanya memenuhi Sebagian unsur-unsur delik, termasuk para pelaku tindak pidana (bila pelaku leibh dari satu orang) yang salah satu dari mereka memunculkan fakta hukum sementara yang lainnya hanya memujudkan sebagian dari fakta hukum tersebut.
Dalam uraian selanjutnya saya akan mengutip pandangan Jan Remmelink, yang harus memenuhi beberapa kriteria yaitu :
- Kerjasama yang dilakukan secara secara sadar (bewuste samenwerking)
Adanya Kerjasama yang disadari ini diikuti juga oleh HR (Hoge Raad – Mahkamah Agung Belanda). Kerjasama yang yang disadari ini harus dibuktikan keberadaannya. Kesengajaan yang harus dibuktikan adalah secara bersama-sama oleh sejumlah pelaku turut untuk : (1) kesengajaan dalam memunculkan akibat delik dan (2) kesengajaan untuk melakukan kerja sama. Yang perlu dibuktikan adalah adalah adanya saling pengertian di antara sesama pelaku dan pada saat perbuatan dilakukan masing-masing pelaku bekerjasama untuk mencapai tujuan Bersama. Remmelink memberikan contoh : tidak ada dapat digolongkan sebagai penyertaan jika seorang pelaku menginginkan membunuh sementara pelaku lain menginginkan penganiayaan. Menurutnya memidana seorang sebagai medepleger (pelaku peserta) dalam pembunuhan, padahal ia sebetulnya hanya hendak menganiaya tidak dapat diterima.
- Pelaksanaan tindak pidana secara bersama-sama (gezamenlijke uitvoering)
Jan Remmelink memberikan ilustrasi : dua orang secara bersama-sama hendak menganiaya orang ketiga, yang pertama memegang korban yang kedua memukul korban. Apalah yang memegang juga dapat dikatakan turut melaksanakan penganiyaan atau ia hanya membuka kesempatan bagi temannya untuk melaksanakan tindak penganaiyaan (pembantuan : medeplichtigheid). Menurutnya prinsip utama yang harus dibuktikan adalah adanya kesengajaan untuk bekerja sama melakukan tindak pidana yang sudah direncanakan lebih dahulu. Meskipun demikian jika salah seorang medepleger melampaui batas kesengajaan ini, perbuatannya itu harus dipertanggungjawabkkan sendiri.
- Tidak adanya kualifikasi tertentu pada seseorang yang turut serta malakukan
Dalam persyaratan ketiga ini, Jan Remmelink menyatakan bahwa tiap orang yang dikualifikasikan sebagai turut serta melakukan tidak mutlak harus memenuhi seluruh unsur delik (pokok). Yang penting adalah adanya kerjasama dan pembagian kerja dengan tanggung jawab yang dibebankan pada anggota kelompok secara bersama-sama. Seorang medepleger tidak diisyaratkan untuk secara tuntas memenuhi semua unsur delik. Tindak pelaksanaan delik tidak seluruhnya harus diwujudkan oleh pelaku turut serta medepleger).
- Sifat accesoir medeplegen tidak sepenuhnya dapat diabaikan
Dalam medeplegen delik pokok harus dibuktikan lebih dahulu, artinya pelaku yang memenuhi semua unsur tindak pidana harus dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana. Sehingga para medepleger lainnya bisa dinyatakan sebagai medeplegen. Dalam medeplegen unsur-unsur tindak pidana harus terpenuhi secara tuntas, sekalipun bukan oleh setiap pelaku yang terlibat dalam tind319ak pidana yang bersangkutan.
Jika dikaitkan antara ajaran penyertaan dengan tindak pidana yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut :
Jenis Penyertaaan | Anak AG | Keterangan termasuk alat bukti |
Melakukan | Dalam ajaran penyertaan dader adalah orang yang melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Dalam konteks melakukan sesuatu, maka beliau tidak melakukannnya. Sedangkan tidak melakukan sesuatu sehingga timbul kematian (ajaran omisi tidak murni) juga belum terpenuhi, karena dalam ajaran omisi tidak murni tidak melakukan sesuatu sehingga timbul kematian, artinya si subjek punya kemampuan dalam mencegah, punya kewajiban hukum untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Dalam kasus ini beliau tidak memiliki kemampuan dalam mencegah terjadinya tindak pidana. | Bukti-butki yang ada, beliau hanya diam, berada dalam kondisi tidak berdaya, sedang tergoncang jiwanya karena berada dalam setting social yang komplek dan kondisi psikologis yang terguncang, sehingga tidak mampu berfikir normal. Karena itu sulit mengkualifikasikannya sebagai aktor omisi tidak murni. |
Menyuruh Melakukan (doen plegen) | Dalam konteks kasus ini, Anak AG bukanlah orang yang disuruh, karena orang yang disuruh tidak memiliki kemampuan bertanggung jawab | Berdasarkan bukti, anak AG jiwa nya normal, tidak cacat, tidak dipaksa atau mendapatkan tekanan |
Ikut serta melakukan atau bersama-sama melakukan (medeplegen) | Di sini Anak AG tidak melakukan perbuatan pelaksanaan, anasir perbuatan pidana ini tidak diwujudkan. Tidak ada perbuatan satupun yang diwujudkan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 351, 353, 354, atau 355 KUHP dan atau 76C UU No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Dalam ajaran bersama-sama atau ikut serta ini tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong saja apalagi hanya diam atau menyaksikan sebuah peristiwa pidana.
Dalam pertimbangan hukum hakim pada halaman 155-157 dalam memberikan tafsir ikut serta (bekerjasama) didasarkan pada fakta yang disimpulkan oleh hakim yaitu : (a) Adanya pengakuan anak AG bahwa dia berbohong mengalami pemaksaan persetubuhan dari anak korban David. Oleh hakim perbuatan anak AG menjadi pemicu. (b) Anak AG mengetahui bahwa pada tanggal 20 Februari 2022 DANDY masih mencari dan emosi kepada anak korban DAVID, lalu menyatakan kartu pelajar DAVID masih berada padanya, dan dengan menyerahkan kartu pelajar DAVID dinilai hakim sebagai sarana dan bekerjasama. (c) Anak AG mengetahui obrolan LUKAS dan DANDY, dalam obrolan itu pernyataan DANDY yang berkeinginan memukul DAVID. (d) Ada perbuatan aktif dari Anak AG untuk menghubungi DAVID melalui chat WhatsApp dalam mengantarkan kartu pelajar DAVID. (e) Saat terjadi penganiyaan, anak AG menyalakan rokok, dan anak AG tidak ada usaha untuk melarang DANDY. |
Sebagaimana diuraikan dari sudut pandang Jan Remmelink, bahwa salah satu syarat untuk membuktikan adanya turut serta melakukan tindak pidana adalah adanya kerjasama yang dilakukan secara sadar. Kerjasama yang dilakukan dalam konteks kasus ini adalah kerjasama secara sadar dalam melakukan pengainiayaan berat yang direncanakan. Tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa anak AG secara sadar bersama-sama untuk melakukan penganiayaan berat bersama dengan Mario Dandy dan Lukas Sean. Pertimbangan hukum hakim yang tercantum dalam halaman 155-157 menyimpang secara fundamental dalam memberikan tafsir terhadap “bersama-sama atau bekerjasama” sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Tidak ada dasar dokrinal yang dijadikan dasar pijakan hakim dalam memberikan tafsir terhadap “bekerjsama atau Bersama-sama”, sehingga hakim membuat tafsir sendiri terhadap “bekerjasama atau bersama-sama” dengan menyebut fakta-fakta yang tidak seimbang dan cenderung memberikan tafsir yang menyimpang. Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan fakta yang diungkapkan oleh terdakwa anak dan saksi-saksi fakta (Mario Dandy dan Sean Lukas).
Hakim juga tidak bisa membuktikan sikap batin jahat anak AG. Sikap batin jahat dalam merencanakan penganiayaan hanya disimpulkan hakim dari rencana memulangkan kartu pelajar, padahal rencana memulangkan kartu pelajar adalah hal yang positif dan tidak diikuti oleh rencana anak AG untuk ikut serta melakukan penganiayaan. Ide melakukan penganiayaan berasal dari Mario Dandy dan tidak pernah diketahui atau disetujui oleh anak AG. Sengaja memulangkan kartu pelajar ditafsirkan hakim sebagai sikap batin jahat anak AG untuk melampiaskan amarah Mario Dandy. Padahal sengaja ingin memulangkan kartu pelajar tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan willen dan watten (keingian dan pengetahuan) dari Mario Dandy.
Seharusnya hakim dalam pertimbangan hukum nya untuk menerapkan Pasal 55 ayat 1 ke-2 sebagaimana pendapat van Bemmelen, didasarkan pada doktrin dari ilmuwan hukum pidana tertentu, sehingga tafsir Pasal ini memiliki kekuatan juridis yang pasti. Karena tidak ada pijakan doctrinal yang digunakan oleh hakim, maka penerapan Pasal 55 ayat 1 ke-1 terhadap anak AG tidak memiliki kekuatan hukum dan cenderung memberikan tafsir yang keliru dan berpotensi menyesatkan.
Berkaitan dengan pelaksanaan tindak pidana. Sebagaimana penjelasan Remmlink prinsip utama yang harus dibuktikan adalah adanya kesengajaan untuk bekerja sama melakukan tindak pidana yang sudah direncanakan lebih dahulu. Bahwa anak AG tidak terlibat dalam proses perencanaan, tidak ada fakta yang membuktikan bahwa anak AG merencanakan bersama-sama dengan MARIO DANDY dan LUKAS SEAN untuk melakukan penganiyaan berat. Demikian juga ketika pelaksanaan tindak pidana penganiyaan berat, tidak ada peran yang dilakukan oleh anak AG dalam penganiyaan berat. Sehingga elemen objektif dari Pasal 355 ayat 1 KUHP tidak terpenuhi sama sekali
Aspek lain yang perlu dipaparkan adalah tentang pemenuhan unsur tindak pidana Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam doktrin yang dikemukakan oleh Jan Remmelink maupun Simons bahwa dalam penyertaan para pelaku peserta harus bisa dibuktikan dengan sengaja Bersama sama atau bekerjasama melakukan tindak pidana. Meskipun tidak semua pelaku peserta harus secara mutlak memenuhi semua unsur tindak pidana. Namun sepatutunya yang harus dibuktikan lebih dahulu adalah pelaku yang memenuhi semua unsur tindak pidana baru berikutnya pada pelaku pelaku lainnya.
J.J.M. van der Ven, seorang pakar filsafat hukum terkenal telah memperingatkan bahaya penggunaan logika secara berlebihan dalam rangka menerangkan perundang-undangan.
Bilamana ada keragu-raguan hakim tentang bukti-bukti yang mendukung fakta maupun dalam mempertimbangkan dapat atau tidak dapat diterimannya alasan-alasan y ang meniadakan pidana, asas in dubio pro reo (dalam kerguaan maka harus dipilih ketentuan atau penjelasan yang paling menguntungkan terdakwa) menjadi sangat relevan dalam menerapkan kasus yang menjadikan anak AG sebagai terdakwa. |
Menganjur (uitlokken) | Anak AG bukanlah orang yang memiliki gagasan atau intellectual dader dalam peristiwa pidana ini. Sehingga sebagai penganjur juga tidak bisa dilekatkan kepada beliau | Dari bukti-bukti yang ada, beliau tidak ikut merencanakan penganiayaan ini, tidak pula memberikan sarana untuk melakukan penganiyaan berat, sehingga tidak bisa dilekatkan sebagai penganjur |
Membantu | Anak AG tidak dapat digolongkan “membantu melakukan” karena beliau tidak dengan penuh keinsfana dengan sengaja memberikan bantuan untuk melakukan tindak pidana penganiyaan, baik sebelum, sesaat atau sesudah penganiayaan itu dilakukan. Tidak ada persengkongkolan atau memberikan sarana, keterangan dan upaya lain dalam memujudkan tindak pidana penganiyaan. | Saksi saksi dan bukti lainnya tidak mengindikasikan adanya bantuan yang diberikan oleh AG dalam mewujudkan tindak pidana penganiyaan ini. |
SIMPULAN
Hakim tunggal yang memeriksa dan memutus Perkara AG sebagaimana yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2023/PN.JKT.SEL dan Kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 2/Pid.Sus.Anak/2023/PT.DKI telah keliru dalam membuat putusan yang menyatakan Anak AG terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan tindak pidana penganiayaan berat yang direncanakan lebih dahulu. Kekeliruan pertama, tidak menyatakan secara tegas jenis penyertaan yang dilakukan oleh anak AG. Kekeliruan kedua, adalah berdasarkan bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan termasuk keterangan anak AG, bahwa anak AG tidak memenuhi unsur subjektif yaitu memiliki sikap batin jahat dalam merencanakan tindak pidana penganiyaan, sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum. Ketiga Anak AG juga tidak tidak memenuhi untuk objektif, yaitu bekerjasama dengan sengaja melakukan tindak pidana penganiyaan dan atau membiarkan melakukan penganiyaan yang direncanakan lebih dahulu untuk menimbulkan luka berat pada anak korban. Oleh karena itu, Hakim Kasasi yang memeriksa dan memutus perkara ini dapat membebaskan anak AG dari seluruh dakwaan dan sekaligus mengkoreksi atau memperbaiki putusan Pengadilan Neger Jakarta Selatan dan Putusan Pengdilan Tinggi DKI Jakarta. Atau jika hakim banding punya pendapat lain, membuat keputusan terbaik untuk anak AG. (***)
Published at :