LATIHAN SEDERHANA PENALARAN HUKUM (2)
Oleh SHIDARTA (Desember 2021)
Tulisan ini adalah lanjutan dari artikel pendek sebelumnya tentang latihan sederhana penalaran hukum, yang lebih ditujukan untuk membantu mahasiswa memahami maksud pertanyaan-pertanyaan ujian tengah semester ganjil tahun akademik 2021-2022, yang baru saja berlalu. Tulisan ini membahas soal nomor dua dari ujian tersebut. Tujuan dari artikel ini adalah sebagai bentuk klarifikasi dosen atas pertanyaan ujian sekaligus sebagai materi latihan bagi mahasiswa-mahasiswa angkatan berikutnya, khususnya saat menjelang ujian tengah semester.
Untuk mengakses artikel sebelumnya dapat mengklik: https://business-law.binus.ac.id/2021/12/20/latihan-sederhana-penalaran-hukum-1/
Ulasan untuk pertanyaan nomor satu sudah dimuat di dalam artikel sebelum ini. Ulasan untuk pertanyaan nomor dua, yang dibahas dalam tulisan ini, bertolak dari formulasi soal sebagai berikut:
Dalam pengklasifikasian menurut Aristoteles, dikenal ada cara pembagian berupa satu substansi diikuti oleh sembilan aksidensi. Pembagian seperti ini ternyata dapat pula membantu kita mencari differentias specificas tatkala kita hendak merumuskan sebuah definisi. Dengan mengikuti cara pembagian SUBSTANSI+AKSIDENSI ini, coba rumuskan definisi yang relatif lebih lengkap untuk terma: pembina di atas.
Pembedaab substansi dan aksidensi sebagaimana diajarkan oleh Aristoteles dapat menjadi alat bantu bagi mahasiswa yang ingin belajar membuat definisi. Dalam soal tersebut, “pembina” adalah definiendum (hal yang didefinisikan). Definisi konotatif tentang “pembina” dimulai dengan mencari terlebih dulu genus (usahakan yang genus terdekat). Genus ini diposisikan sebagai substansi. Aksidensi adalah label-label yang dilekatkan pada genus, yang diajarkan sebanyak sembilan kategori, yaitu: kuantitas, kualitas, aksi, pasi, ruang, waktu, situasi, kondisi, dan relasi. Tentu urutannya tidak harus runtut seperti itu, sepanjang pengkategoriannya dalam diidentifikasi mengacu ke sembilan jenis tersebut. Biasanya kategori kuantitas diletakkan di depan substansi, berfungsi sebagai quantifier. Setelah substansi kemudian muncul delapan kategori lainnya.
Mengingat pembina adalah organ di dalam badan hukum yayasan, maka kata “organ yayasan” ini dapat dipakai sebagai substansi. Organ yayasan bernama pembina itu hanya ada satu pada setiap yayasan, sehingga quantifier-nya tunggal. Jadi, pembina adalah sebuah organ yayasan. Tapi organ yayasan yang seperti apa?
Untuk menjawab pertanyaan inilah diperlukan analisis terkait aksidensi berikutnya. Kita dapat mulai mengidentifikasi ciri-ciri pembeda yang paling mudah ditemukan. Misalnya, kita segera dapat melihat organ apa saja yang ada pada suatu yayasan. Kita menemukan ada organ pembina, pengurus, dan pengawas. Jadi, kita sudah dapat menentukan di sini bahwa relasi dari pembina ini adalah dengan pengurus dan pengawas. Ia memiliki kewenangan yang dapat mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas. Dengan kewenangan seperti ini, berarti pembina adalah organ yayasan tertinggi dibandingkan dengan dua organ lainnya. Kewenangan yang dimiliki meliputi area yang luas, namun kita tentu harus menghindari untuk membuat kewenangan residual dengan mengatakan kewenangannya mencakup semua kewenangan yang tidak dilimpahkan ke pengurus dan pengawas. Kita mencoba mencari tahu, baik melalui peraturan perundang-undangan, maupun literatur lain, bahkan menurut praktik yang berkembang selama ini, bahwa kewenangan pembina itu adalah membuat kebijakan umum, mengubah anggaran dasar, mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas, serta mengesahkan program kerja dan anggaran tahunan yayasan. Semua kewenangan ini dicantumkan di dalam peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar yayasan tersebut. Jika ia diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka yayasan itu berdiri menurut hukum Indonesia, dalam wilayah yurisdiksi hukum Indonesia. Menurut undang-undang, tidak ada ketentuan yang membatasi masa jabatan pembina. Hal ini berbeda dengan organ pengurus. Untuk itu, maka dapat ditafsirkan bahwa jabatan pembina ini berlangsung seumur hidup pembina itu (sampai meninggal dunia) atau selama yayasan berdiri (tidak bubar). Dalam pemahaman ini juga mencakup pengertian selama yang bersangkutan bersedia tetap menjabat (tidak mengundurkan diri).
Dua kategori yang paling sulit diidentifikasi adalah situasi dan kondisi. Situasi memang bisa dimaknai sebagai kedudukan (position). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), situasi adalah kedudukan (letak esuatu, tempat, dan sebagainya) dan keadaan. Contoh kalimat yang menggambarkan situasi adalah: “Situasinya masih mencekam”. Beda halnya dengan kondisi, yang diartikan sebagai persyaratan atau keadaan. Jadi, KBBI sama-sama memaknai kedua kata itu dengan makna “keadaan”. Antara keadaan situasional dan keadaan kondisional itu seharusnya berbeda. Keadaan situasional mengacu kepada keadaan di luar diri (eksternal) dan sementara waktu (dapat berubah-ubah). Keadaan kondisional mengacu kepada keadaan di dalam diri (internal) dan durasi waktunya agak lama. Contoh kalimat yang mengunakan kata “kondisi” adalah: “Kondisi keuangan keluarga itu sudah membaik.”
Dalam definisi untuk kata “pembina” dalam soal ini, situasi dapat mengacu kepada keadaan eksternal yang menaungi cara kerja pembina itu. Misal saja, kita dapat menyebutkan sarana/prasarana atau metode kerja yang lazim dipakai oleh esensi di dalam menjalankan tugas kewenangannya. Ternyata (di dalam praktik), pembina yayasan umumnya bekerja secara kolegial. Hal ini berlaku misalnya dalam situasi pengambilan keputusan yayasan. Para pembina yayasan umumnya melakukannya secara bersama-sama tanpa menonjolkan sisi hierarkis. Jadi, keadaan situasional berupa kolegialitas ini dapat dilekatkan pada esensi organ yayasan bernama pembina tersebut. Bagaimana dengan kondisi? Oleh karena kondisi lebih mengacu ke keadaan di internal (dalam diri) pembina itu, maka suasana batin yang menjadi semangat pendirian yayasan dapat diidentifikasi sebagai kondisi itu. Salah satunya adalah kesukarelaan. Kondisi inilah yang membuat pembina tidak selayaknya menerima gaji dari yayasan.
Lengkapnya, jawaban terhadap soal nomor dua itu dapat dituangkan dalam tabel sebagai berikut:
Kuantitas | sebuah; |
SUBSTANSI | ORGAN YAYASAN |
Kualitas | tertinggi; |
Aksi | membuat kebijakan umum, mengubah anggaran dasar, mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas, serta mengesahkan program kerja dan anggaran tahunan; |
Pasi | diberikan kewenangan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar; |
Ruang | yurisdikasi hukum Indonesia; |
Waktu | seumur hidup atau selama yayasan berdiri; |
Situasi | kerja kolegial; |
Kondisi | suka rela; |
Relasi | bersama-sama dengan pengurus dan pengawas. |
Apabila diformulasikan dengan tutur yang lebih lugas dan mengalir, akan tampak definisinya sebagai berikut:
Pembina adalah sebuah organ yayasan tertinggi yang bertugas untuk membuat kebijakan umum, mengubah anggaran dasar, mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas, serta mengesahkan program kerja dan anggaran tahunan, berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar, di dalam yurisdiksi hukum Indonesia, dengan masa jabatan seumur hidup/selama yayasan berdiri, melalui kerja kolegial dan sukarela, bersama-sama dengan pengurus dan pengawas.
Definisi di atas tentu masih dapat diringkas dengan cara mempertahankan aksidensi-aksidensi tertentu saja. Misalnya, kita dapat meringkas definisi “pembina” berupa:
Pembina adalah organ yayasan tertinggi yang bertugas untuk membuat kebijakan umum, mengubah anggaran dasar, mengangkat dan memberhentikan pengurus dan pengawas, serta mengesahkan program kerja dan anggaran tahunan, berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar.
Untuk menyimak artikel bagian ketiga, dapat mengakses tautan berikut:
https://business-law.binus.ac.id/2021/12/29/latihan-sederhana-penalaran-hukum-3/
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...