PENANGKAPAN DAN TERTANGKAP TANGAN
Oleh AHMAD SOFIAN (September 2020)
Dalam hukum pidana formil, sering kali terjadi perdebatan normatif antara penangkapan dan tertangkap tangan. Dalam praktek, tertangkap tangan sering diartikan sebagai tertangkap basah, atau tertangkap saat melakukan tindak pidana. Oleh karena tertangkap basah maka massa pun acap kali menghakimi pelaku tindak pidana baru setelah itu diserahkan ke polisi. Namun ada juga tertangkap tangan ini dilakukan oleh polisi yang sedang bertugas atau sedang partroli dan menemukan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, misalnya melakukan begal, kebut-kebutan di jalan, atau pencurian kendaraan bermotor dan lain-lain. Sementara itu penangkapan dalam praktek, ada upaya pengintaian, ada laporan dari masyarakat tentang dugaan tindak pidana dan dengan pelaku si Anu atau si Pulan. Oleh karena adanya informasi dan hasil pengintaian ini maka dilakukan penangkapan. Saat dilakukan penangkapan oleh karena identitas si Anu atau si Pulan sudah dipegang polisi, maka disiapkan lah surat penangkapan dengan identitas si Anu atau di Pulan lengkap dengan alamat dan uraian singkat tindak pidana yang dituduhkan atau diduga dilakukan.
Pengertian Normatif
Penangkapana adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntututan atau peradilan yang menurut cara diatur dalam KUHAP. Penangkapan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana diatur dalam Pasal 1 angka 19 dan angka 20, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19. Dalam Keempat pasal ada 2 jenis penangkapan yaitu penangkapan biasa dan tertangkap tangan. Dalam hal penangkapan biasa maka oleh POLRI wajib memperlihatkan surat tugas penangkapan dan wajib memperlihatkan kepada tersangka. Dalam hal tertangkap tangan penangkapan tanpa surat perintah, namun wajib menyerahkannya kepada penyidik dan tembusannya harus segera diserahkan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
Syarat juridis penangkapan | Syarat juridis tertangkap tangan |
1. Memperlihatkan surat tugas
2. Memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa (Pasal 18 ayat 1) 3. Tembusan surat perintah penangkapan diserahkan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan (Pasal 18 ayat 2)
|
Tentang perbuatannnya : (Pasal 1 angka 19)
1. sedang melakukan tindak pidana, 2. atau segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan 3. atau sesaat kemudiana diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannnya 4. atau apabila sesaat kemudian pada ditemukan benda yang diduga keras telah diperguakan untuk melakukan tindak piadan yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
Syarat juridisnya: tanpa surat perintah, dengan syarat penangkap harus menyerahakan tertangkap berserta barang bukti kepada penyidik atau penyidik pembantu terdekat.
|
Sementara itu dalam UU 35 tahun 2009 penangkapan diatur dalam Pasal 75 huruf g dan Pasal 76 ayat 1 dan 2. Dalam Pasal 76 ini hanya diatur tentang jangka waktu penangkapan paling lama 3×24 jam dan perpanjangan penangkapan selama paling lama 3×24 jam.
|
Dalam UU 35/2009 dalam tertangkap tangan polisi diberikan wewenang melakukan penjebakan.
|
Praperadilan Penangkapan dan Tertangkap Tangan
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 10 juncto Pasal 77 KUHAP juncto Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 diperkuat lagi dengan SEMA 4/2016, syah tidaknya penangkapan termasuk dalam objek praperadilan. Sementara itu syah tidaknya tertangkap tangan bukan merupakan objek praperadilan berdasarkkan ketentuan tersebut. Oleh karena tertangkap tangan bukan merupapakan objek praperadilan, maka polisi lebih memilih melakukan tertangkap tangan dari pada penangkapan karena tidak ada resiko di praperadilkan.
Dalam banyak kasus, acap kali polisi menggunakan alasan subjektif untuk menyatakan suatu dugaan tindak pidana dilakukan upaya “tertangkap tangan”. Padahal secara juridis harusnya dilakukan penangkapan karena syarat-syarat juridis terpenuhi. Namun karena secara juridis harus dilengkapi dengan surat, saksi dan prosedur juridis formil lainnya, maka polisi menyatakan sebagai upaya tertangkap tangan. Bahkan dalam beberapa kasus dilakukan penjebakan, padahal identitas terduga tindak pidana sudah diketahui, dan secara juridis formil upayanya seharusnya penangkapan bukan tertangnka tangan. Karena itu menurut saya Langkah tersebut harus diuji di praperdilan apakah memang benar tertangkap tangan atau sebenarnya bisa dilakukan penangkapan (penangkapan biasa)
Dengan situasi yang digambarkan di atas maka diperlukan upaya pengujian di pranata praperadilan apakah tindakan tertangkap tangan secara normatif menggunakan kriteria juridis yang benar, atau apakah ada “penculikan” dari kriteria norma yang tidak benar.
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...