People Innovation Excellence

PANDANGAN DOSEN BINUS PADA DISKUSI PUBLIK RUU PERLINDUNGAN DATA PRIBADI


Isu perindungan data pribadi adalah isu global yang saat ini tengah digodok oleh pemerintah untuk menjadi undang-undang sebagai salah satu program prolegnas usulan pemerintah melalui Kominfo, Di tengah pembahasan tentang muatan RUU Perlindungan Data Pribadi, salah satu dosen Business Law, Bambang Pratama diundang menjadi salah satu narasumber pada diskusi publik yang diselenggarakan oleh ELSAM pada tanggal 20 Desember 2018 di Hotel Sari Pan Pacific. Di tengah banyaknya isu yang harus di bahas, tema pembahasannya adalah “Bagaimana Seharusnya Bisnis Digital Melindungi Privasi Konsumennya”.

Sebagai salah satu masukan dari Business Law Binus, ada beberapa poin masukan yang disampaikan, antara lain: tentang perlindungan privasi terhadap publik figur dengan non publik figure, jangka waktu perlindungan, perlindungan terhadap badan hukum dan non badan hukum, dan tentang Data Privacy Officer serta komisi perlindungan data pribadi. Dalam diskusi publik dibuka oleh Direktur Elsam, Wahyudi Jafar, dihadiri oleh Legal Councel Traveloka, Ardhanti Nurwidya, dan Dirjen Aptika Kominfo, Samuel Abrijadi Pangarepan. Menurut Samuel, saat ini pembahasan RUU sedang dalam tahapan ketentuan tindak pidana dan ketentuan tentang sanksi pidana, yang mana diharapkan naskah RUU bisa disampaikan pada awal tahun 2019 untuk segera dibahas di DPR. Ardhanti Nurwidya memaparkan dari sisi praktisi di dunia usaha bahwa dunia usaha terus berupaya membuka ruang bagi konsumen untuk bisa memilih. Hal ini dimanifestasikan dengan bentuk persetujuan konsumen untuk menggunakan jasa layanan aplikasi yang banyak mengisi tick box, sebagai tanda persetujuan, sesuai dengan prinsip konsumen (right to choose).

Isu tentang Digital Slavery juga disampaikan oleh Bambang Pratama sebagai salah satu masukan dari Business Law Department, yang mana perlindungan tentang data pribadi memiliki urgensi yang tinggi. Argumentasi tentang Digital Slavery bertolak dari Konvensi Anti Perbudakan Tahun 1926 yang mendefinisikan bahwa perbudakan adalah kepemilikan atas hak orang lain dan kepemilikan tersebut diperjualbelikan. Dalam kaitannya data pribadi yang notabene adalah personifikasi dari seseorang dan diperjualbelikan oleh pemilik data dan/atau data controller, maka secara konseptual memiliki kemiripan dengan konsep perbudakan (slavery). Dengan demikian maka urgensi pengaturan tentang data pribadi yang komprehensif menjadi kebutuhan untuk dapat melindungi hak asasi manusia dalam aktivitas bisnis.

 


Published at :

Periksa Browser Anda

Check Your Browser

Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

We're Moving Forward.

This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

  1. Google Chrome
  2. Mozilla Firefox
  3. Opera
  4. Internet Explorer 9
Close