ANTASARI AZHAR: SAYA TIDAK DENDAM
Dalam seminar memperingati dies natalis ke-6 Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS tanggal 5 Juni 2017, mantan Ketua KPK Antasari Azhar bercerita tentang masa-masa sulit yang dihadapinya ketika kasus pembunuhan berencana dialamatkan pada dirinya dan kemudian membuatnya harus mendekam selama delapan tahun di balik jeruji besi. Penderitaan ini membuatnya jadi lebih arif memaknai hidup.
Semula ia ingin menuntut ketidakadilan yang dirasakannya dengan cara mengungkapkan skenario jahat di balik penderitaannya. Namun, ia merasa jalan itu jika ditempuh, akan menambah panjang persoalan saja. “Saya pikir, saya harus menyudahi ini. Tokh saya sudah menjalaninya selama delapan tahun di penjara,” ujarnya. Ia juga mengatakan tidak perlu harus menaruh dendam kepada orang-orang yang telah bersekongkol menjerumuskannya ke penjara, seperti terhadap jaksa CS yang menjadi penuntut umum pada kasus itu, yang notabene adalah bekas anak buahnya sendiri; atau bahkan terhadap wanita berinisial R yang menuduh Antasari pernah menaruh hati padanya.
Semua cerita ini diungkapkan Antasari dalam rangka bercerita soal kaitan hukum dan politik, dengan mengambil contoh kasus yang pernah dihadapinya. Ia menyaksikan sendiri begitu banyak hal-hal “aneh” yang dijadikan fakta persidangan, seperti ketidakcocokan antara keterangan ahli forensik dengan bukti luka tembak dan kaliber peluru. Di sini Antasari melihat betapa penegakan hukum itu pada akhirnya sangat bergantung pada moralitas para penegaknya. Kesempurnaan hukum tidak ditentukan oleh undang-undangnya, melainkan pada aparaturnya. Hanya dengan aparat penegak hukum yang baik, maka ada jaminan terjadi penegakan keadilan, yang tidak sekadar penegakan hukum.
Seminar yang dipandu oleh dosen hukum pidana BINUS, Vidya Prahassacitta itu diikuti oleh para mahasiswa dari berbagai jurusan dan program studi yang memenuhi Exhibition Hall Kampus Anggrek BINUS. Tampak hadir Ketua Jurusan Hukum Bisnis BINUS Dr. Shidarta, para dosen, orang tua mahasiswa, dan para alumni.
Selain Antasari Azhar, pembicara lain yang mengisi seminar ini adalah Kang Maman Suherman. Kriminolog yang acapkali didaulat sebagai notulis di sebuah acara lawak di televisi (Indonesia Lawak Klub) ini menyampaikan paparannya tentang novel yang telah ditulisnya, bercerita tentang kisah nyata yang dialami seorang pekerja seks komersial di Jakarta. Ia menyaksikan sendiri bagaimana keadilan sering tidak berpihak kepada kelompok masyarakat yang termarginalkan. “Sering pada kelompok masyarakat ini, negara sepertinya tidak hadir,” ujarnya.
Seminar dies kali ini memberi pelajaran berharga yang bisa dipetik oleh para peserta yang memadati ruangan menjelang saat berbuka puasa. Pelajaran tersebut memperlihatkan betapa hukum di atas kertas bisa sangat berbeda dengan hukum di dalam praktik, khusus di tengah-tengah mental aparatur yang bobrok. Namun, keadaan ini tidak boleh menjadi alasan bagi para mahasiswa dan alumni hukum (penyandang sarjana hukum) untuk berputus asa menghadapinya. Di tangan generasi muda yang berintegritas inilah terletak masa depan hukum Indonesia. (***)