People Innovation Excellence

HAK BANDING JAKSA PENUNTUT UMUM

Oleh VIDYA PRAHASSACITTA (Mei 2017)

Polemik perkara dugaan tindak pidana penodaan agama yang dilakukan oleh terdakwa Ir. Basuki Tjahaja Purnama “Ahok” terus bergulir. Pasca terdakwa Ahok menarik permohonan upaya hukum banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR yang menyatakan terdakwa Ahok” terbukti secara sah dan menyakinkan memenuhi unsur Pasal 156a KUHP dan menghukum terdakwa dengan pidana penjara 2 tahun, banyak pihak yang mempertanyakan mengenai sikap Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang masih tetap melanjutkan upaya hukum banding tersebut.

Ada yang berpendapat bahwa upaya hukum banding oleh (JPU) tersebut blunder karena terdakwa sudah menerima putusan tersebut. Memang dalam kacamata praktIk terdapat perbedaan karena pada umumnya JPU akan mengajukan upaya hukum banding kalau majelis hakim menjatuhkan pidana lebih rendah, yaitu kurang dari setengah pidana yang ditunutut oleh JPU. Hal tersebut disebabkan JPU dipandang kurang berhasil dalam menangani suatu perkara. Dengan menggunakan kacamata ini, maka JPU dipandang telah berhasil dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR tersebut.

Penulis memiliki pandangan yang berbeda, karena hukum acara pidana bukan hanya sekadar memidana. Oleh karena itu, dalam aspek hukum acara pidana hendaknya harus dilihat dari dua sisi. Pertama, hak untuk mengajukan banding dan kedua dari tujuan hukum acara pidana yang mencari kebenaran materil.

Banding merupakan hak yang dapat diajukan oleh keduabelah pihak. Dalam Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), baik terdakwa maupun JPU memiliki hak yang sama untuk mengajukan upaya hukum banding atas putusan pengadilan tingkat pertama. Pengecualian terhadap upaya hukum banding hanyalah terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR tidak masuk dalam kriteria pengecualian tersebut. Oleh karena itu, secara yuridis JPU memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum banding.

Pertanyaan selanjutnya mengapa JPU tetap mengajukan banding padahal terdakwa telah menerima putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR tersebut dengan mencabut permohonan bandingnya? Maka hal ini hendaknya tidak dilihat bahwa fungsi JPU hanya sebagai pihak yang melakukan penuntutan di muka persidangan supaya hakim dapat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa namun harus dilihat fungsi JPU sebagai bagian dari fungsi hukum acara pidana, yaitu untuk mencari atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil. Pada prinsipnya seseorang terdakwa hanya boleh dipidana sesuai dengan kesalahan dan perbuatan yang ia lakukan, oleh karenanya apabila terjadi JPU tidak dapat membuktikan kesalahan dan perbuatan yang didakwakan tersebut dimungkinkan bagi JPU untuk membuat tututan bebas atau lepas terhadap terdakwa.

Kembali pada perkara dengan terdakwa Ahok tersebut, pada mulanya terdapat keragu-raguan pada JPU mengenai perbuatan dan pasal manakah yang akan terbukti di persidangan oleh karenanya JPU menggunakan bentuk dakwaan alternatif. Konsekuensi bentuk dakwaan ini adalah hakim dapat memilih dakwaan mana yang terbukti tanpa harus membuktikan terlebih dahulu dakwaan yang pertama. Maka dari kacamata bentuk dakwaan ini sah-sah saja jika majelis hakim menyatakan terdakwa Ahok terbukti memenuhi unsur Pasal 156 1 KUHP padahal dalam tuntutan JPU menuntut terdakwa Ahok dengan Pasal 156 KUHP, terlebih dalam hukum pidana tidak dikenal asas ultra vires seperti halnya hukum acara perdata. Akan tetapi yang menjadi pertimbangan JPU untuk mengajukan banding adalah hakim dalam menjatuhkan putusannya tersebut dengan mengenyampingkan sebagian besar atau seluruh akan fakta-fakta dan pertimbangan hukum yang disampaikan oleh JPU dalam tuntutannya sehingga dalam pandangan JPU putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR tersebut tidaklah tepat. Banding merupakan upaya hukum yang dapat diajukan JPU karena tujuan dari banding adalah untuk menguji ketepatan dari putusan tingkat pertama.

Terkait dengan yang menyatakan bahwa pengajuan banding tersebut dapat membuat hukuman terhadap terdakwa Ahok menjadi semakin berat, hal tersebut dimungkinkan. Hakim pada Pengadilan Tinggi Jakarta dapat memberikan putusan yang bisa menolak permohonan banding JPU, menerima dengan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara maupun menerima dengam menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dalam hal yang kemungkinan putusan bentuk yang kedua maupun ketiga ini dimungkinan bagi Majelis Hakim untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat maupun sebaliknya yang lebih ringan dari pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 1537/Pid.B/2016/PN.JKT.UTR yang menjatuhkan pidaana penjara selama 2 tahun. Hal tersebut dikarenakan dalam Pasal 156 KUHP ancaman pidana maksimal adalah 4 tahun penjara dan Pasal 156a KUHP ancaman pidana makmsimal 5 tahun penjara terlebih sistem pemidanaan dalam KUHP tidak mengenal pidana penjara minimal. Akan tetapi dalam pandangan penulis berat ringannya ancaman pidana tidak dapat dijadikan ukuran karena dalam menentukan berat ringannya pidana tersebut merupakan pertimbangan hakim dengan memperhatikan proses rehabilitasi terdakwa dan keadilan bagi masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pengajuan upaya hukum bertujuan untuk melihat ketepatan pada putusan pengadilan sebelumnya dan bukan hanya sekadar hitung-hitungan berat ringannya pidana. (***)



Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close