People Innovation Excellence

INDIKATOR MEROKETNYA HARGA BAHAN POKOK DI BULAN RAMADHAN

Oleh REZA ZAKI (Juni 2016)

Menjelang pekan pertama Ramadhan 1437H, situasi ekonomi Indonesia bergejolak yang disebabkan oleh meroketnya harga sejumlah bahan pokok. Harga gula mencapai Rp13.000-14.000/kg, sementara harga daging bisa menembus hingga Rp120.000-140.000/kg. Pada waktu yang bersamaan, Presiden Jokowi (23/5/2016) menginstruksikan agar harga daging dapat turun di bawah Rp 80.000 agar terjadi stabilitas harga bahan pokok. Akan tetapi, hingga 12 Juni 2016, harga rata-rata daging masih berkisar Rp117.375/kg (Informasi Pangan Jakarta, 2016). Presiden Jokowi pun telah memberikan arahan agar segera mengimpor daging sapi sebanyak 27.400 ton untuk menstabilkan harga di dalam negeri. Namun, perubahan harga yang belum signifikan hingga hari ini masih menjadi tanda tanya besar bagi kinerja Badan Urusan Logistik (Bulog), Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian BUMN.

Terjadinya lonjakan harga seperti di atas memang selalu berulang setiap tahun. Ada beberapa indikator yang perlu diketahui publik terhadap repetisi persoalan ini terutama setiap menjelang Ramadhan. Inflasi ekonomi seperti ini memang hanya terjadi di Indonesia. Sebagian pakar ekonomi menyebut ini adalah sebuah karakteristik ekonomi Tanah Air.

Pertama, apabila dilakukan simulasi matematis, harga sapi lokal adalah Rp45.000/kg. kemudian sapi ini masuk ke Rumah Pemotongan Hewan, dijual karkasnya atau tulang beserta daging dengan harga Rp90.000/kg. Kemudian ketika daging sapi beserta tulang itu masuk pasar, harganya menjadi Rp105.000 atau Rp110.000/kg, tergantung daerah dan pasarnya. Harga daging sapi bisa saja menjadi Rp80.000/kg, namun daging sapi yang dijual itu adalah daging sapi beku impor yang memiliki kadar lemak sekitar 15% per kilogram (BBC, 2016).

Kedua, populasi sapi lokal terbatas akibat lahan peternakan sapi yang juga terbatas. Sapi lokal di Indonesia berjumlah sekitar 14 juta ekor. Padahal, yang akhirnya bisa dipotong cuma di bawah angka 10%. Jumlah sapi lokal kita sangat sedikit karena kelangkaan lahan berternak diakibatkan oleh pertambahan penduduk yang kemudian mengambil alih fungsi lahan.

Ketiga, akurasi data statistik yang tidak sinkron. Ketidaksinkronan data antara Kemendag dan Kementan bukan rahasia lagi. Saat Kementan amat percaya diri dengan ketersediaan produksi, Kemendag mengeluhkan harga tinggi yang diartikan ketiadaan pasokan. Situasi ini terus dan terus terjadi. Data Kementan menunjukkan produksi melampui kebutuhan setiap bulan, sedangkan Kemendag mulai mengkhawatirkan harga bawang merah yang sudah mencapai Rp50.000 per kg atau naik 100% dari standar yang ditetapkan Jokowi, sebesar Rp25.000. Beberapa waktu lalu misalnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman berkukuh untuk menutup impor beras. Baginya, swasembada beras merupakan harga diri yang tidak dapat ditawar lagi. Meski impor hanya 4,6% dari kebutuhan, Amran tetap tak ingin mematok dirinya telah mampu mencapai target swasembada.

Sebagai catatan, menurut standar lembaga pangan dunia atau FAO, suatu negara dapat dikatakan swasembada jika telah memenuhi 90% kebutuhan berasnya dari produksi dalam negeri (Koran Bisnis, 2016).

Keempat, penimbunan dan penggelapan. Hal ini sangat mungkin terjadi dalam praktik mafia bahan pokok yang melibatkan pengusaha besar yang memiliki patron-klien dengan pemegang otoritas. Harga dipermainkan dengan menimbun bahan pokok pada suatu tempat sehingga mereka menjadi price maker di dalam negeri untuk mendapatkan margin harga yang sangat tinggi.

Untuk mengatasi semua itu berpulang pada Pemerintah. Tugas Pemerintah telah tercantum di dalam Undang-undang No 18 Tahun 2012. Pasal 11 undang-undang ini menyebutkan bahwa Rencana Pangan Nasional melingkupi stabilisasi pasokan dan harga bahan pokok. Hal tersebut dapat dilakukan dengan kelembagaan dan tata niaga pangan yang baik. Impor pangan bisa saja tidak menjadi opsi pemerintah jika urusan tata niaga pangan terutama peraturan hukum yang biasa dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian bisa saling menopang. (***)


Screen Shot 2015-09-09 at 15.49.01


Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close