PERLUNYA ‘REINVENTING GOVERNMENT’ DALAM DEMOKRATISASI INFORMASI
Oleh ERNI HERAWATI (Agustus 2017)
Dalam demokratisasi informasi di Indonesia, pemerintah bertugas untuk menjaga agar tujuan negara berjalan sesuai yang diamanatkan oleh Konstitusi negara Indonesia. Peran pemerintah diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara para pemangku kepentingan terkait informasi, yaitu masyarakat, pemerintah dan swasta. Pihak swasta meliputi pengusaha media, penyedia layanan informasi, dan juga para pengusaha yang menjual produknya melalui iklan di media. Kewenangan Negara dijalankan oleh pejabat pemerintah (eksekutif). Mandat yang diberikan rakyat kepada negara meliputi perbuatan: 1) pembuatan kebijakan; 2) tindakan pengurusan; 3) Pengaturan; 4) Pengelolaan; 5) Pengawasan.
Sesuai dengan perkembangan konsep menjalankan pemerintahan, maka berkaitan dengan fungsi negara untuk menjaga ketertiban, memberikan kemakmuran dan memberikan layanan kepada masyarakat, maka ketersediaan regulasi dan aturan hukum dalam bidang informasi beserta bagaimana pemerintah bertindak sebagai pelaksana pengendalian ketertiban umum atas informasi, pada akhirnya memerlukan suatu cara pandang baru agar masyarakat turut dilibatkan dalam penciptaan ketertiban itu sendiri. Pada masa Orde Baru, pemerintah bertindak sebagai pihak yang paling tahu tentang informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selanjutnya diimplementasikan dalam tindakan-tindakan pemerintah untuk mengontrol informasi-informasi yang boleh disampaikan kepada masyarakat dan yang tidak. Mereka para pengusaha media akan terkena sanksi jika tidak mematuhi rambu-rambu yang telah dibuat oleh pemerintah tentang bagaimana produk informasi yang diperbolehkan.
Pada perkembangannya, masyarakat tidak lagi dapat diperlakukan lagi sebagai pihak yang dianggap tidak tahu. Pemerintah sendiri tidak lagi dapat bertindak sebagai pemerintahan yang otoritarian. Sebuah sistem sosial bagaimanapun harus berubah sesuai dengan perkembangan masyarakatnya, demikian juga Pemerintahan Indonesia. Paradigma baru kemudian disosialisasikan bahwa pemerintah harus berubah dalam mencapai tujuan negara, yaitu dengan reinventing government yang terdiri dari sepuluh prinsip, antara lain yaitu : [1] 1) Pemerintahan katalis; 2) Pemerintah adalah milik rakyat; 3) Pemerintahan yang kompetitif; 4) Pemerintahan yang diarahkan oleh misi; 5) Pemerintah yang berorientasi pada hasil; 6) Pemerintah yang berorientasi pada pelanggan, bukan birokrasi; 7) Pemerintah dengan jiwa wirausaha; 8) Pemerintah yang antisipatif; 9) Pemerintah yang terdesentralisasi; 10) Pemerintah yang berorientasi pasar.
Beberapa pertimbangan perlunya suatu reinventing government menurut Osborne dan Gaebler antara lain adalah:
- Pemerintah adalah suatu mekanisme dimana digunakan oleh masyarakat untuk membuat keputusan bersama (komunal);
- Kepercayaan bahwa masyarakat sosial tidak akan dapat berfungsi secara efektif tanpa adanya pemerintahan;
- Kepercayaan bahwa orang yang bekerja pada pemerintahan bukanlah suatu masalah, sistem-lah yang membuat mereka bermasalah dalam bekerja;
- Baik penganut liberalisme tradisional maupun konservatif lebih memiliki relevansi pada masalah-masalah yang dihadapi pemerintahan pada saat ini;
Perubahan cara pandang ini pada akhirnya melahirkan dialekika-dialektika dalam masyarakat untuk menyusun dan menyepakati bersama bagaimana aturan main yang mencerminkan perlindungan hak dalam bidang informasi. Sehingga pemerintah tidak lagi bertindak otoritarian dan pengusaha media serta masyarakat-pun bertindak dalam koridor etika yang benar (***).
REFERENSI:
[1] David Osborne & Ted Gaebler. (1993). Reinventing Government: How The Entrepreneural Spirit is Transforming The Public Sector. Plume. Hlm. xviii-xix.
BACA JUGA TULISAN TERKAIT:
http://business-law.binus.ac.id/wp-admin/post.php?post=7051&action=edit
Leave Your Footprint
-
PERWUJUDAN ‘REINVENTING GOVERNMENT’ DALAM BIDANG INFORMASI