People Innovation Excellence

JAKARTA SEBAGAI WATERFRONT CITY

Oleh ERNI HERAWATI (Juni 2017)

Membaca sebuah iklan penjualan rumah di Jakarta dengan keunggulan river view barangkali bukanlah menjadi sebuah daya tarik. Tinggal dekat dengan sungai di Jakarta masih belum membangkitkan imaginasi keindahan, kenyamanan, dan kedekatan dengan alam. Hal ini dikarenakan gambaran sungai di Jakarta yang identik dengan sampah, bau menyengat, kumuh, tempat tinggal para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), dan terutama ancaman banjir saat musim hujan.

Semua masalah tentang sungai ini sangat terkait dengan cara pandang masyarakat terhadap keberadaan sungai. Dari perilaku masyarakat terhadap sungai, terlihat bahwa sungai masih dianggap sebagai “halaman belakang” rumah, sehingga diperlakukan sebagai tempat membuang sampah maupun tempat mengalirkan limbah domestik rumah tangga. Cara pandang ini juga tercermin dari penataan kota oleh pemerintah, dimana semua aliran limbah domestik rumah tangga dibuatkan saluran yang langsung dibuang ke sungai. Limbah inilah yang membuat sungai di Jakarta (mungkin juga sungai-sungai di kota lain) memiliki bau yang tidak sedap meskipun sampah telah dibersihkan. Selain itu juga sangat jarang ditemukan bangunan yang didirikan dengan orientasi menghadap ke sungai (kecuali jika terdapat jalan inspeksi di sepanjang sungai). Sungai yang berada di belakang rumah-pun masih ditimbun untuk kepentingan perluasan bangunan milik penduduk, sehingga lama kelamaan lebar sungai menjadi menyempit. Belum lagi jika bangunan yang ada di pinggir sungai adalah non permanen atau gubuk. Fakta ini sempat disinggung oleh straitstimes.com yang mengomentari tentang perubahan penataan di daerah Kalijodo bahwa Jakarta Utara telah berbenah menjadi riverfront dengan transformasi dari sleazy shantytown to a vibrant attraction for all”.[1] JIka mencoba memperbandingkan, maka keadaan ini berbeda sekali dengan penataan beberapa kota di luar negeri yang telah memiliki tata kota yang baik, dimana telah menjadikan sungai sebagai pusat  kehidupan. Sungai ditata sedemikan teratur, daerah di pinggiran sungai dapat dijadikan tempat untuk penduduknya melakukan aktivitas dan bersosialisasi. Tidak ada sampah maupun bau menyengat dan tidak ada bangunan yang membelakangi sungai, apalagi gubuk-gubuk liar.

Pentingnya pengelolaan sungai di Jakarta sudah menjadi agenda pembangunan dari tahun ke tahun. Hal ini disadari oleh adanya fakta bahwa wilayah Jakarta dialiri oleh 13 sungai atau kali, yaitu: Kali Mookevart, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat, Ciliwung, Kali Baru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan Kali Cakung ditambah dengan kanal banjir timur dan barat. Semua sungai ini mengalir dari hulu di selatan (daerah Bogor dan sekitarnya) dan mengalir ke hilir di utara (Jakarta). Ketiga belas kali ini menyumbang masalah cukup besar apabila musim hujan tiba, yaitu banjir. Fakta ini ditambah dengan penurunan tanah di wilayah DKI Jakarta (terbesar terjadi di Jakarta bagian utara) dimana setiap tahunnya terjadi penurunan 5 hingga 10 cm, sebagai akibatnya 40% dari Jakarta berada di bawah permukaan laut.[2]

Dengan beberapa fakta tersebut, menjadikan sungai di Jakarta dengan cara pandang waterfront city haruslah dapat mengikutsertakan masyarakat dan juga perubahan mendasar dalam penataan kota yang (seharusnya) tidak lagi menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan. Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia seperti Surabaya, Makassar, Palembang, Balikpapan sudah mulai berbenah untuk menjadikan sungai (dan juga wilayah pantai) sebagai waterfront city[3] yang merupakan bagian dari program pembangunan eco cities di Indonesia. Di Surabaya, usaha untuk menjadikan sungai sebagai bagian dari aktivitas masyarakat sudah dilakukan dengan membangun area di bantaran Sungai Kalimas. Salah satunya dapat dilihat dari keberadaan museum kapal selam dan pembangunan dermaga untuk menyusuri sebagian Kalimas. Saat ini juga telah mulai dibangun kawasan air terpadu atau “water front city” di sepanjang Sungai Kalimas dari kawasan Jagir Wonokromo, Jembatan Merah Plasa hingga ke Perak. [4] Dalam kota yang sudah telanjur padat seperti Jakarta, memang perubahan secara frontal akan sulit untuk dilakukan terutama terkait dengan pembangunan sistem pengelolaan limbah buangan dan normalisasi daerah aliran sungai yang telanjur padat dan kumuh. Dibutuhkan tidak hanya perangkat hukum yang memadai tetapi juga kemauan yang kuat dari pemerintah provinsi dan kesadaran masyarakat terhadap pembangunan kota yang mendukung kehidupan. (***)


REFERENSI:

[1] http://www.straitstimes.com/asia/jakarta-to-transform-riverfront-from-shantytown-to-entertainment-hub

[2] http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Penurunan_Tanah_DKI_Jakarta

[3] Peter D. Ellis (Senior Economist) dalam https://siteresources.worldbank.org/INTURBANDEVELOPMENT/Resources/336387-1296405826983/Ellis.pdf

[4]http://travel.kompas.com/read/2013/08/27/1226509/Pemkot.Surabaya.Mulai.Bangun.Water.Front.City



Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close