People Innovation Excellence

EKSEKUSI PUTUSAN BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL

Oleh ABDUL RASYID (Maret 2015)

Badan Arbitrase Syariah Nasional [Basyarnas] adalah satu-satunya lembaga arbitrase Islam di Indonesia. Secara formal eksistensi lembaga ini mempunyai dasar hukum yang kuat dalam struktur hukum Indonesia. Undang-undang di Indonesia memberikan peluang bagi para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa ke lembaga independen di luar pengadilan. Hal ini diatur secara tegas dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Peyelesaian Sengketa Alternatif dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 58 UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau penyelesaian sengketa alternatif. Basyarnas merupakan lembaga yang cocok dalam menyelesaikan sengketa perbankan dan keuangan syariah, karena tujuan utama didirikannya lembaga ini adalah untuk menyelesaikan sengketa muamalat di bidang perdagangan, keuangan, perbankan jasa dll secara cepat dan fair berdasarkan kepada prinsip syariah.

Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Berdasarkan definisi ini dapat dipahami bahwa suatu sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase apabila para pihak yang bersengketa sepakat bersama-sama terhadap pilihan tersebut dan menuangkan kesepakatan itu secara tertulis. Pada prinsipnya, kesepakatan tersebut bisa dibuat dalam bentuk klausa arbitrase sebelum timbulnya sengketa (pactum compromittendo) atau kesepakatan arbitrase secara tertulis yang dibuat terpisah setelah munculnya sengketa (acta compromise). Penting untuk dicatat, ketika para pihak yang bersengketa telah sepakat menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase, maka mereka secara sadar telah melepaskan haknya untuk membawa sengketa mereka ke lembaga peradilan.

Penyelesaian sengketa melalui Basyarnas bersifat rahasia (confidential). Sebelum pemeriksaan sengketa dimulai, arbiter harus terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang bersengketa. Apabila perdamaian (islah) tercapai, maka arbiter akan mencatatnya sebagai kesepakatan bersama yang mengikat dan harus dipatuhi oleh para pihak yang bersengketa. Namun, apabila perdamaian tidak tercapai, maka pemeriksaan dilanjutkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sengketa harus selesai dalam waktu enam bulan. Putusan yang diberikan arbiter bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak yang bersengketa (Pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999). Putusan Basyarnas ini, sesuai dengan Pasal 59 ayat (1 ) UU No. 30 Tahun 1999, didaftarkan oleh arbiter atau kuasa hukumnya kepada Panitera Pengadilan Negeri. Apabila ada salah satu pihak yang bersengketa enggan melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka pihak lainnya bisa mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan mendaftarkan permohonan tersebut kepada Panitera Pengadilan Negeri (Pasal 61 dan 62 UU No. 30 Tahun 1999).

Semenjak tahun 2006, dengan diamandemennya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, kewenangan Pengadilan Agama diperluas. Di samping berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawaninan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, dan shadaqah, Pengadilan Agama juga berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah (Pasal 49 huruf i UU No. 3 Tahun 2006). Kewenangan Pengadilan Agama ini juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 93/PUU-X/2012 yang menghapuskan penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, sehingga menjadikan Pengadilan Agama satu-satunya lembaga Peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.

Berkaitan dengan penjelasan di atas, timbul perdebatan mengenai pengadilan mana yang berwenang untuk mengeksekusi putusan Basyarnas ketika ada para pihak yang bersengketa enggan untuk melaksanakan putusan secara sukarela. Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama? Menurut penulis, Pasal 59, 61, dan 62 UU No. 30 Tahun 1999 di atas sudah dianggap tidak relevan lagi, karena dengan adanya perluasan kompetensi absolut Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, maka permohonan eksekusi putusan Basyarnas sudah semestinya diajukan ke dan atas Perintah Ketua Pengadilan Agama.

Sebenarnya untuk mengatasi masalah ini, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran No. 08 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah. Angka 4 surat edaran ini secara tegas menyatakan bahwa dalam hal putusan Badan Arbitrase Syariah tidak dilaksanakan secara sukarela, maka berdasarkan permohonan salah satu pihak yang bersengketa, Ketua Pengadilan Agamalah yang berwenang memerintakan pelaksanaan putusan Badan Arbitrase Syariah. Sayangnya, berlakunya SEMA ini tidak bertahan lama. Dengan direvisinya Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 dengan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 59 UU ini dalam penjelasannya secara jelas menyatakan bahwa eksekusi putusan arbitrase, termasuk arbitrase syariah, dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Umum. Kemudian berdasarkan Pasal 59 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ini, bulan Mei 2010, Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA No. 8 Tahun 2010 tentang Penegasan Tidak Berlakunya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 08 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Arbitrase Syariah.

Menurut penulis, pembatalan kewenangan eksekusi putusan Basyarnas oleh Ketua Pengadilan Agama ini merupakan langkah mundur. Tampak jelas bahwa para regulator inkonsistensi dalam pembuatan dan pelaksanaan hukum serta keberatan untuk memperluas kewenangan Pengadilan Agama. Di samping itu, Pasal 59 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman itu juga bertentangan dengan Pasal 49 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Peradilan Agama. Masalah ini harus cepat diselesaikan secara bijak sehingga adanya kepastian hukum. Apabila konflik ini tidak segera diselesaikan segera dikuatirkan akan menimbulkan polemik yang tidak habis-habisnya. WaAllah ‘Alam. (***)


Published at : Updated

Periksa Browser Anda

Check Your Browser

Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

We're Moving Forward.

This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

  1. Google Chrome
  2. Mozilla Firefox
  3. Opera
  4. Internet Explorer 9
Close