Hukum Ketenagakerjaan
Dari Marinus Albert,
Bogor, Jawa Barat
Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh,
Saya ingin bertanya mengenai nota pemeriksaan yang dikeluarkan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan pada saat ditemukan adanya pelanggaran tindak pidana ketenagakerjaan di perusahaan. Apakah nota pemeriksaan ini menjadi hal yang tepat diberikan ? Mengapa tidak langsung diambil tindakan hukum berupa pelaporan adanya tindak pidana ke Kepolisian ? Terima kasih.
Marinus Albert, Praktisi Tenaga Kerja
Hukum Ketenagakerjaan
Dari Firdaus Dermawan,
Pangkal Pinang
Saya bekerja sebagai satuan pengamanan dalam status pegawai outsourcing. Saya ditempatkan di sebuah kantor cabang bank swasta di Jakarta. Dalam satu shift, ada lima orang yang bertugas jaga di dalam dan di luar kantor itu. Karena standarnya harus lima orang, maka kami tidak dibolehkan meninggalkan tempat jaga, kecuali untuk ke toilet atau sholat wajib. Namun, ketika jatuh pada hari Jumat, kami tidak dapat meninggalkan tempat untuk pergi sholat Jumat. Hal ini tidak tercantum dalam perjanjian kerja kami dengan perusahaan outsourcing, tetapi pernah ada penegasan lisan pada saat kami menandatangani perjanjian kerja, bahwa jika kami bertugas jaga pada hari Jumat siang, kami tetap dilarang meninggalkan tempat dengan alasan akan pergi ke masjid terdekat. Pertanyaan saya adalah: apakah ketentuan lisan seperti ini boleh ditetapkan dalam perjanjian kerja dan mengikat bagi kami? Jika kami memutuskan untuk meninggalkan tempat jaga pada tiap hari Jumat untuk beribadah, apakah ada dasar bagi perusahaan untuk memecat saya? Terima kasih atas pertanyaan ini.
Hukum Ketenagakerjaan
Dari Erwin Sugiarto, ,
Kemanggisan Ilir II/88, Jakarta Barat
Saya mempunyai perusahaan kecil-kecilan dengan beberapa karyawan. Apakah perusahaan saya boleh mengatur mengenai mekanisme cuti, sakit, dan izin tidak masuk kerja untuk karyawan saya agar jangan sampai mengganggu operasional perusahaan? Ada kasus seorang karyawan saya sering mengajukan tidak masuk kerja karena anaknya sakit, Apakah ia harus diperlakukan dengan diberikan cuti atau diberikan izin dengan tetap mendapatkan upah?
Hukum Ketenagakerjaan
Dari Prima Bintang Pamungkas,
Palembang
Terima kasih atas jawaban pertanyaan saya sebelumnya (kasus MI dan RH), yang telah dimuat di situs ini dengan judul “Pekerja Tanpa Surat Perjanjian Kerja”. Saya ingat bahwa ada putusan Pengadilan Hubungan Industrial Surabaya, NO. 79/g/2013/phi-sby yang memberikan pemahaman bahwa harus ada hubungan subordinasi atasan dan bawahan agar dapat dianggap ada hubungan kerja, yang dibuktikan dengan adanya sanksi apabila perintah tidak dilaksanakan oleh pekerja. Nah, dalam kasus ini MI tersebut tidak pernah diberikan sanksi apabila tidak masuk kerja ataupun jam kerjanya bebas tidak diwajibkan kerja pukul 8 pagi sampai pukul 5 dan dibebaskan untuk masuk jam kerja pukul 12 siang pulang pukul 2 siang pun tidak jadi masalah, apakah masih dapat dikatakan ada hubungan kerja?
Hukum Ketenagakerjaan
Dari Prima Bintang Pamungkas ,
Palembang
Saya memiliki satu kasus sebagai berikut. Seseorang bernama MI bekerja sebagai sales sejak tahun 1990 mempunyai kartu jamsostek sampai dengan sekarang di Perusahaan RH. Dengan ketentuan pekerja bebas jam kerja, bebas pulang kerja ditentukan oleh pekerja sendiri, jika pekerja tidak masuk kerja tidak akan diberikan sanksi potongan upah atau surat peringatan dari Perusahaan RH. Uang operasional MI ditetapkan sebesar Rp.1.200.000,- per bulan jika berhasil menjual mobil diberikan komisi keuntungan (insentif). Tidak ada perjanjian kerja, SK Pengangkatan karyawan tidak ada, tidak didaftarkan di Disnaker, perintah target jam kerja dan target penjualan tidak ada. Lalu terjadi peristiwa, MI menyatakan sakit jantung tapi tidak ada surat keterangan sakit dari dokter, dan telah tidak masuk kerja sejak tahun 2014 sampai dengan sekarang. Baru di tahun 2016 pekerja menuntut kekurangan upah memakai patokan UMK di tahun 2015. MI juga sedang diproses tindak pidana penggelapan dengan laporan polisi tahun 2015. Pertanyaan saya adalah: (1) apakah bisa dikatakan ada hubungan kerja (pekerjaan, perintah, upah) antara MI dan RH?; (2) jika kita berada di pihak RH, apakah solusi terbaik untuk penyelesaian kasus ini?; dan (3) apakah harus putus dulu perkara perdata ketenagakerjaan baru RH dapat melapor untuk memproses tuntutan pidana penggelapan?
Hukum Ketenagakerjaan
Dari H. Rudy M.,
Kalideres, Jakarta
Isteri saya telah bekerja selama 14 tahun di sebuah rumah sakit di Jakara. Ia telah mengajukan surat pengunduran diri dan sudah diterima. Ia hanya menerima satu bulan gaji terakhir plus uang pisah satu bulan gaji. Pertanyaan saya, apakah ada hak-hak lain di luar itu yang bisa diterima? Apakah besaran uang pisah ini sesuai dengan UU Ketenagakerjaan?
Hukum Ketenagakerjaan
Dari Wahyu,
Lombok
Saya seorang karyawan di perusahaah yang bergerak di bisnis perhotelan. Tugas saya menangani bidang pengadaan barang. Saya mengakui pernah melakukan kecerobohan dalam pengadministrasian bukti-bukti pembelian barang untuk kebutuhan hotel saya. Yang bisa saya tunjukkan pada saat audit di perusahaan hanya sebesar Rp10 juta dari Rp100 juta nilai pembelian barang. Namun, secara fisik semua barang yang saya beli, ada dan dapat ditunjukkan. Karena saya tak bisa menunjukkan bukti pembelian itu, maka perusahaan mengambil langkah memutuskan PHK dengan tuduhan saya melakukan fraud. Apakah perusahaan dapat melakukan PHK secara sepihak pada saya? Lalu, apakah dengan tidak dapat menunjukkan bukti-bukti pembelian itu, saya bisa disebut telah melakukan fraud? Apakah surat PHK yang dikeluarkan oleh perusahaan itu dapat dibenarkan?
Hukum Ketenagakerjaan
Dari Yanti,
Jakarta
Mohon penjelasan tentang kasus sebagai berkut. Seorang karyawan saya melakukan kesalahan berat menggunakan uang perusahaan dan karyawan tersebut sudah mengakui perbuatan itu. Masa kerjanya sudah 22 tahun. Apakah karyawan ini masih berhak mendapatkan pesangon atau BPJS ketenagakerjaan, dengan kata lain pesangon dan BPJS tesebut dapat dipakai untuk menggantikan uang yg sudah digunakan?
Hukum Ketenagakerjaan
Dari Putra,
Jakarta
Saya seorang pegawai di salah satu perusahaan multi nasional yang bergerak di bidang consumer goods. Bekerja di divisi nutrisi sebagai tenaga marketing yang salah satu tugas saya adalah mendatangi para tenaga kesehatan baik itu bidang atau dokter. Seiring dengan adanya upaya untuk memberikan ASI eksklusif, maka dikeluarkan peraturan daerah untuk penggunaan produk nutrisi, dan ini berimbas kepada interaksi saya dengan para tenaga kesehatan tersebut. Mereka jika didatangi tidak mau menandatangani formulir kunjungan saya dan ini menjadi bertentangan dengan SOP di perusahaan saya yang harus mendapatkan tandatangan sebagai bukti kunjungan. Atas kondisi tersebut, saya terkondisi melakukan pemalsuan tanda Tangan atas kunjungan yang telah saya lakukan, dan ini menjadi masalah setelah perusahaan saya mengetahuinya. Saya diminta untuk mengajukan pengunduran diri, namun saya sebagai karyawan sudah mengakui kesalahan dan tidak memiliki maksud apapun juga kecuali agar dapat memenuhi SOP perusahaan terkait diperlukannya bukti kunjungan ke nakes tersebut. Saya juga ditakut-takuti oleh pihak perusahaan jika tidak mengajukan permohonan pengunduran diri, maka masalah ini akan dilaporkan kepada pihak yang berwajib dengan pasal pemalsuan (pidana) yang telah merugikan banyak pihak.
Mohon arahan Pak Iron, sekiranya apa yang harus saya lakukan terhadap hal ini, jujur saya akan menerima segala sanksi pembinaan yang akan dilakukan oleh perusahaan, tapi tidak menyuruh saya mengajukan pengunduran diri. Terima kasih.
Hukum Ketenagakerjaan
Dari Yolanda,
Jakarta Barat
Saya ingin menanyakan: apakah diperkenankan perusahaan melakukan PHK kepada karyawan yang melaporkan kepada pihak tenaga kerja yang berwenang terkait adanya dugaan tidak dilaksanakan norma dan syarat kerja di perusahaan. Dan, bagaimana mekanisme PHK seharusnya dijalankan ? Terima kasih.
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...