Penalaran Hukum
Dari VENITA ARIYANTI AGUSTINA,
DS. PONDOWAN RT 05 RW 01 KEC. TAYU KAB. PATI
Saya seorang staff karyawan, kemarin saya mengundurkan diri 3 sebelum lebaran dan saya merasa sudah menyelesaikan tugas2 saya di perusahaan , saya mengundurkan diri melalui lisan dengan menemui pemimpin perusahaan secara langsung, saat saya mengundurkan diri pemimpin saya cuma mengatakan 2 kalimat saja 1. Saya sudah tau kalo kamu mau mengundurkan diri
2. Dan kamu sudah merasa pintar
Setalah itu pemimpin saya diam tidak mengatakan apa2 lagi, saya pikir itu sudah cukup untuk saya meninggalkan perusahaan tersebut.
Tetapi dari 2 hari yang lalu saya dihubungin pihak perusahaan saya _*(dari HRD yang katanya disuruh oleh pemimpin perusahaan saya)*_ katanya saya tidak boleh keluar secara mendadak, minimal 1 bulan sebelum resign saya harus bilang, lalu pihak perusahaan menuntut saya , saya harus menyelesaikan semua kewajiban dan tugas2 saya, padahal saya sudah menyelesaikan kewajiban dan tugas2 saya, lalu menitipkan dokumen2 dan file yang saya kerjakan kepada HRD saya, supaya nanti bila ada orang baru bisa langsung mengambil alih tugas saya, tetapi jawaban saya tersebut di tolak, dan mengancam saya di tuntut ke pengadilan. Saya bekerja di sana tidak ada PKWT dan PKWTT serta peraturan perusahaan yang di sah kan disnaker tidak ada yang diterapkan di perusahaan saya karena hanya formalitas untuk keperluan Audit di perusahaan, sudah 4 bulan bpjs tenaga kerja dan bpjs kesehatan belum di bayarkan oleh perusahaan, disana juga tidak ada yang namanya serikat pekerja/buruh, THR sudah 2 tahun ini dibayarkan hanya setengah, kenaikan gaji juga baru tahun ini, hak2 karyawan juga di kesampingkan, dan terjadi penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang terjadi dimanajemen perusahaan saya tersebut. Makanya saya merasa tidak nyaman dan mengundurkan diri dari perusahaan.
*Pertanyaan saya, apakah saya bisa dituntut atas dasar sabotase karena merugikan perusahaan? Dan mengundurkan diri secara mendadak merugikan perusahaan?*
Terima kasih
Penalaran Hukum
Dari Jeslyn ,
Jakarta
Apabila adanya UU yang memiliki hirarki yang sama apakah asas Lex Superior Derogat Legi Inferior dipergunakan (mis: UU ketenagakerjaan & UU kepailitan) terkait hak pekerja ? Terimakasih
Penalaran Hukum
Dari Irma asari,
Padang Pariaman
Assalamualaikum
Ibu, saya ingin bertanya, semoga saya dapat solusi yg tepat dari ibu. Begini, saya saat ini berstatus janda, dan saya sudah resmi bercerai secara hukum, tapi mantan suami memegang KK kami tsb, dan saya sudah tidak bisa lagi menghubunginya ntk minta KK yg asli. Sedangkan domisili kami skrg berada di provinsi yg berbeda, KK asal beralamat di medan, dan saya skrg berdomisili di Padang pariaman, lalu bagaimana caranya saya bisa mengurus KK sendiri/tunggal tanpa KK asal yg asli?
Mohon jawaban ibu sesegera mungkin. Terima kasih
Penalaran Hukum
Dari Tania,
Jakarta
Apakah tepat jika disimpulkan bahwa tata cara dalam persidangan bagi ahli sama dengan saksi atau dengan kata lain tata cara ahli beracara dalam pemeriksaan biasa adalah sama dengan saksi (kecuali ada pasal yang mengatur mengenai ahli secara khusus cont substansi sumpah). Alasan saya karena selain daripada hakekat dari ahli yang juga adalah subjek yg terlibat dalam persidangan, dan juga karena hal itu diatur dalam pasal 179 ayat 2 yang tepatnya berbunyi seperti ini, “Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. ”
Namun karena tidak di sebutkannya pasal2 mana saja yg dimaksudkan oleh pasal 179 ayat 2 ini, dapatkah saya simpulkan bahwa yg dimaksud oleh pasal 179 ayat 2 ini adalah pasal2 dalam bagian ketiga yg hanya mengatur mengenai saksi (termasuk pasal 166)? Lebih lanjut jika dicermati, dalam KUHAP bagian ketiga “acara pemeriksaan biasa”. Mayoritas hanya menyebut saksi bukan ahli. Yang saya jabarkan seperti ini:
Pasal 160 ayat 1 mengenai urutan pemanggilan saksi (tidak menyebutkan ahli). Pasal 160 ayat 2 mengenai pertanyaan yg diajukan hakim kpd saksi (tidak menyebutkan ahli). Pasal 160 ayat 3 mengenai kewajiban bersumpah sebelum memberikan keterangan (tidak menyebutkan ahli). Pasal 160 ayat 4 mengenai sumpah setelah memberikan keterangan (menyebutkan saksi atau ahli). Pasal 161 mengenai jika saksi atau ahli tidak mau bersumpah tanpa alasan yg jelas (merujuk kepada pasal 160 ayat 3 dan 4 namun bukankah pasal 160 ayat 3 tidak menyebut ahli? Tetapi pasal ini merangkul ahli jika ia tidak mau mengikuti pasal 160 ayat 3?). Pasal 162 jika saksi meninggal dunia dan kekuatan pembuktian keterangannya jika sudah disumpah dalam masa penyidikan (tidak menyebut ahli). Pasal 163 jika keterangan saksi berbeda dengan keterangan di berita acara (tidak menyebut ahli). Pasal 164 mengatur mengenai pendapat terdakwa, pertanyaan JPU dan kuasa hukum setelah saksi memberikan keterangan (tidak menyebutkan ahli). Pasal 165 pertanyaan kepada saksi untuk menguji kebenaran dari keterangannya (tidak kepada ahli). Pasal 166 pertanyaan yg menjerat (tidak menyebut ahli). Pasal 167 mengatur mengenai setelah saksi memberikan keterangan (tidak menyebut ahli). Pasal 168 saksi yg memiliki hubungan dgn terdakwa (tidak menyebut ahli). Pasal 169 saksi dalam pasal 168 dapat disumpah jika diijjinkan oleh terdakwa (tidak menyebut ahli). Pasal 172 saksi yg diminta unt tdk mendengarkan keterangan saksi lain (tidak menyebut ahli). Pasal 173 mendengar keterangan saksi jika terdakwa tidak hadir (tidak menyebut ahli). Pasal 174 mengenai jika ketangan saksi dianggap palsu (tidak menyebut ahli). Pasal 177 jika saksi tidak paham bahasa indonesia (tidak menyebut ahli). Pasal 178 jika saksi bisu atau tuli (tidak menyebut ahli). Pasal 179 ayat 1 kewajiban ahli memberikan keterangan
Pasal 179 ayat 2 menyatakan bahwa ketentuan yang telah tersebut diatas untuk saksi juga berlaku bagi ahli. Pasal 180 mengenai penelitian ulang dan pengajuan ahli
Sehingga dari pasal2 yg saya telah sebutkan di atas yang mengatur mengenai “acara pemeriksaan biasa” dalam bagian 3. Yang mengatur atau menyebut ahli adalah pasal 160 ayat 4, pasal 161, pasal 179 dan pasal 180.
Apakah keliru jika kesimpulan saya bahwa pasal 179 ayat 2 menjadi jembatan bagi keberlakuan ketentuan acara pemeriksaan biasa termasuk pasal 166 mengenai saksi menjadi berlaku bagi ahli?
Penalaran Hukum
Dari Mulyadi,
Jakarta
Mohon penjelasan apakah benar melalui BPSK nasabah bisa mengajukan permohonan penangguhan sementara untuk bayar kredit Bank, dengan alasan kerena merosotnya penjualan sehingga cashflow keuangan sangat jauh menurun. Terima kasih.
Penalaran Hukum
Dari Panji Agung Prasetyo,
Saya ingin bertanya dua pertanyaan terkait asas hukum. (1) Menurut para ahli kepailitan, Undang-Undang kepailitan merupakan penjabaran dari Pasal 1131-1132 KUHPerdata, maka jika dilihat seperti itu asas apakah yang tepat untuk hal ini. Apakah lebih tepat menggunakan asas lex spesialis derogat legi generalis ataukah asas lex posterior derogat legi priori? (2) Kurang lebih sama dengan pertanyaan dari nomor 1 tetapi pertanyaan kedua mengenai kedudukan pengadilan niaga. Pasal 27 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman menyebutkan: “Pengadilan Khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU.No.48 Tahun 2009.” Pembentukan pengadilan niaga yang dikatagorikan menjadi pengadilan khusus dalam peradilan umum berdasarkan penjelasan pasal 27 ayat 1 UU kekuasaan kehakiman No 48 tahun 2009 dengan adanya UU kepailitan no 37 tahun 2004 bisa di katakan keberadaannya sah berdasarkan mandat dari undang undang tersebut, untuk itu dalam hal ini asas apakah yang tepat untuk menggambarkan hal tersebut berdasarkan penjabaran yang saya berikan?
Penalaran Hukum
Dari Prima Bintang Pamungkas,
Palembang
Andi membeli tanah dari para ahli waris Maulana di Januari tahun 2016, ternyata baru diketahui April 2016 tanah tersebut dipasang plang para ahli waris lainnya (tante, paman dan lain-lain) yang mengaku punya hak atas tanah yang dijual tersebut. Klaim mereka berdasarkan putusan pengadilan agama dan diperkuat sampai tingkat kasasi, yang menyatakan ada hak waris mereka di atas tanah tersebut, maka apakah Andi dapat dikatakan sebagai pembeli yang beriktikad baik? Apa yang seharusnya dilakukan oleh Andi karena transaksi jual beli sudah selesai dan SHM sudah dibaliknamakan ke atas nama Bapak Andi.
Penalaran Hukum
Dari Royhan Akbar Zeniya,
Kalau boleh saya ingin bertanya Pak, mengenai “pertanyaan yang bersifat menjerat”. Dalam pasal 166 KUHAP dinyatakan pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik kepada terdakwa maupun kepada saksi. Yang ingin saya tanyakan apakah Pasal 166 tersebut berlaku juga untuk ahli? (apakah hakim boleh bertanya yang bersifat menjerat kepada ahli?). Karena menurut hemat saya dalam KUHAP tidak digunakan istilah “saksi ahli” yang digunakan ialah “ahli”. Seperti Pasal 184 tentang alat bukti “keterangan ahli”. Terimakasih pak, maaf mengganggu.
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...