PROMOSI DOKTOR PAULUS ALUK FAJAR DWI SANTO
Pada tanggal 4 Oktober 2025, dosen Jurusan Hukum Bisnis BINUS Paulus Aluk Fajar Dwi Santo berhasil menempuh promosi ujian terbuka doktor hukum di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Dr. Paulus Aluk Fajar, S.H., M.H. mempertahankan penelitian disertasinya yang berjudul “Penguatan Desain Tata Kelola Jamanan Sosial Nasional yang Terintegrasi Melalui Pendekatan Multipolar dan Adaptif terhadap Praktik Terbaik.”
Tim penguji terdiri dari (1) Prof. Dr. Koerniatmanto Soetoprawiro, S.H., M.H. sebagai promotor merangkap penguji, (2) Dr. Tristam P. Moeliono, SH, LL.M. sebagai ko-promotor merangkap penguji, (3) Prof. Dr. Pan Lindawaty Sewu, S.H., M.Hum., M.Kn. sebagai penguji, (4) Prof. Dr. Dr. Rr. Catharina Dewi Wulansari, Ph.D., S.H., M.H., S.E., M.M. sebagai penguji (5) Dr. Niken Savitri, S.H., MCL. sebagai penguji, dan (6) Prof. Dr. Shidarta, S.H., M.Hum. sebagai penguji.
Dr. Paulus Aluk Fajar menyimpulkan bahwa penguatan desain tata kelola Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang terintegrasi melalui pendekatan multi-pilar memerlukan strategi yang komprehensif. Pada pilar normatif, diperlukan harmonisasi regulasi dan penguatan landasan hukum agar pemisahan fungsi pembelian strategis serta mekanisme risk adjustment memiliki legitimasi yang kuat. Pada pilar institusional, posisi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) perlu ditegaskan sebagai system steward dengan kewenangan menetapkan indikator kinerja lintas program dan fungsi pengawasan independen, sementara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus diberi ruang keleluasaan aktuaria dalam menetapkan kebijakan teknis. Pada pilar fungsional, perlu dibangun mekanisme strategic purchasing yang independen, penguatan keterbukaan data klaim, serta perbaikan integrasi layanan untuk menjamin efisiensi dan mutu pelayanan. Adapun pada pilar pendanaan dan investasi, keberlanjutan fiskal dapat dicapai melalui diversifikasi sumber pendanaan, pembentukan dana penyangga kesehatan (health stabilization fund), serta penerapan standar investasi sesuai pedoman internasional seperti OECD dan IOPS. Dengan memperkuat keempat pilar ini secara simultan, desain tata kelola SJSN Indonesia dapat lebih selaras dengan amanat konstitusi untuk menjamin hak atas jaminan sosial, sekaligus konsisten dengan prinsip good governance yang menuntut transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan efisiensi.
Ia juga menyatakan bahwa desain tata kelola Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Indonesia, meskipun telah memiliki dasar hukum yang kuat melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, masih menyisakan sejumlah kelemahan mendasar apabila dibandingkan dengan praktik terbaik di Korea Selatan dan Belanda. Analisis melalui empat pilar menunjukkan bahwa pada aspek normatif, regulasi Indonesia belum secara eksplisit mengatur pemisahan fungsi pembelian strategis maupun mekanisme penyetaraan risiko (risk equalization), sementara Korea Selatan telah sejak awal menempatkan National Health Insurance Service (NHIS) dan Health Insurance Review and Assessment Service (HIRA) dalam kerangka hukum primer, serta Belanda memformalkan managed competition dengan risk equalization fund yang matang. Dari sisi institusional, Indonesia memiliki pembagian fungsi antara kementerian, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS, namun garis akuntabilitas dan kapasitas DJSN sebagai system steward belum sepenuhnya terinstitusionalisasi; sebaliknya Korea Selatan membangun checks and balances operasional melalui pemisahan NHIS– HIRA, sementara Belanda menekankan keseimbangan kelembagaan antara Kementerian VWS, otoritas regulator pasar, dan lembaga penjamin mutu. Pada pilar fungsional, Indonesia memang telah mengadopsi mekanisme kapitasi dan INA-CBGs/DRG, namun fungsi pembelian masih bercampur dengan fungsi pembayaran sehingga disiplin mutu-biaya tidak optimal. Sebaliknya, Korea Selatan menegakkan kendali mutu-biaya melalui klaim yang terlebih dahulu ditinjau HIRA sebelum dibayar NHIS, sedangkan Belanda memanfaatkan risk equalization berbasis variabel risiko yang kompleks sehingga kompetisi antarasuransi bergeser ke efisiensi dan mutu layanan. Adapun pada pilar pendanaan dan investasi, Indonesia masih menghadapi keterbatasan diversifikasi sumber dan standar tata kelola investasi yang seragam dan transparan, sementara Belanda menawarkan model bauran pendanaan stabil melalui kontribusi berbasis penghasilan yang dipungut otoritas pajak, tunjangan premi, serta pengelolaan dana jangka panjang dengan prinsip prudent person rule dan asset–liability management.
Dari perbandingan ini, dapat disimpulkan bahwa keunggulan Korea Selatan terletak pada pemisahan fungsi yang jelas dan strategic purchasing berbasis data yang dilembagakan secara hukum, sedangkan keunggulan Belanda ada pada penyetaraan risiko ex-ante dalam kerangka kompetisi terregulasi yang memungkinkan keseimbangan antara efisiensi pasar dan tanggung jawab sosial. Pelajaran yang paling relevan bagi Indonesia adalah memperkuat peran DJSN sebagai system steward, memformalkan pemisahan fungsi pembelian strategis pada tingkat undang-undang, menata risk-adjusted allocation melalui pembentukan Health Risk-Equalization Fund (H-REF), serta menyusun kerangka pendanaan dan tata kelola investasi yang selaras dengan standar OECD, IOPS, dan ISSA Guidelines on Good Governance. Dengan langkah-langkah ini, SJSN Indonesia dapat bergerak menuju tata kelola yang lebih berkelanjutan, adil, dan akuntabel, sehingga mampu menjawab tantangan fiskal maupun kebutuhan sosial di masa depan.
Sejumlah dosen BINUS yang tampak hadir dalam acara sidang promosi doktor yang berlangsung di Aula Fakultas Hukum Unpar adalah Dr. Siti Yuniarti, Dr. Ahmad Sofian, Dr. Erni Herawati, Dr. Reza Zaki, Dr. Erna Ratnaningsih, Dr. Besar, Dr. Bambang Pratama, Dr. Iron Sarira, Nirmala Many, dan Aloysius Bernanda Gunawan. Juga hadir rekan dosen dari Jurusan Psikologi BINUS Moondore Madalina Ali, Ph.D.,dan dosen Jurusan Japanese Popular Culture (Sastra Jepang) Dr. Rudy Manurung, (***)
Comments :