REZA ZAKI MENJADI AHLI GUGATAN PMH DI PN BANDUNG PERKARA SEBESAR RP 60 MILIAR
Pada 22 Juli 2025, Dr. Muhammad Reza Syariffudin Zaki, S.H., MA dosen Business Law BINUS University menjadi ahli dalam perkara gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Kota Bandung. Perkara ini melibatkan seseorang yang bekerja dua kaki di PT X dan Y. Dimana di PT X ia menjadi General Manager, sementara di PT Y dia sebagai komisaris. PT X dan Y merupakan mitra penjual dan pembeli minuman keras. Selama perjalanan bisnis diantara dua Perusahaan ini tidak menemui masalah. Sampai saat ada seseorang yang merupakan general manager di PT X memilih untuk menjadi komisaris di PT Y, munculah fraud di dalam proses bisnis kedua Perusahaan.
PT X dirugikan sangat besar dari skema pengelolaan yang dilakukan oleh General Managernya. Pembayaran dari PT Y menjadi sangat terlambat, lalu membuat laporan keuangan yang fiktif. Zaki berpendapat bahwa General Manager dan PT Y memiliki tanggung jawab melakukan Ganti rugi. Ganti rugi ini tentunya untuk mengembalikan posisi korban seperti sebelum kerugian terjadi (restitutio in integrum). Prof Subekti menyampaikan bahwa Ganti rugi dapat berupa kehilangan yang nyata (kerugian aktual) dan keuntungan yang diharapkan (kerugian potensial). Adanya Schuld (kesalahan) bisa timbula karena kelalaian dan kesengajaan. Merujuk Pasal 97 ayat (3) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT):
“Setiap anggota Direksi bertanggung jawab pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.”
Maka direksi dapat digugat secara pribadi oleh PT Y jika terbukti melanggar kepentingan perusahaan, terutama jika:
- Ada benturan kepentingan (conflict of interest),
- Ada kolusi dengan PT X, dan
- Tidak ada persetujuan RUPS atau komisaris atas transaksi yang merugikan.
Jika PT X terlibat secara aktif dalam rekayasa transaksi — misalnya:
- Mengetahui bahwa harga barang dimanipulasi,
- Menyetujui atau bahkan mendorong tindakan curang direksi PT Y,
- Mendapat keuntungan tidak wajar atau tidak proporsional,
Maka PT X juga dapat dituntut berdasarkan PMH (Pasal 1365 KUHPerdata) sebagai pihak yang ikut serta menyebabkan kerugian bagi PT Y.
Prinsip hukum perdata tidak mengharuskan perjanjian selalu tertulis — kesepakatan dapat timbul secara lisan atau perbuatan nyata (Pasal 1320 KUH Perdata + doktrin “kebiasaan dan kelaziman”). Pasal 1366 KUHPerdata mengatur tentang pertanggungjawaban atas kerugian yang disebabkan oleh kelalaian atau kesembronoan. Bunyi lengkap pasal tersebut adalah: “Setiap orang bertanggung jawab, tidak hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.” Lalu pada Pasal 1367 KUHPerdata mengatur tentang tanggung jawab atas perbuatan orang lain dan benda yang diawasi. Secara umum, pasal ini menyatakan bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya sendiri, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh benda-benda yang berada di bawah pengawasannya.
Perkara ini bisa diajukan PMH dikarenakan Dalam hukum perdata, ini dikenal sebagai “boetebeding” (Pasal 1244-1249 KUH Perdata), yaitu ketentuan denda/pinalti yang menjadi konsekuensi jika suatu pihak gagal menjalankan kewajibannya. Jika Denda Tersebut Timbul Karena Adanya Perbuatan Curang (Dolus/Fraud), Maka Dapat Dimintakan Sebagai Komponen Ganti Rugi dalam PMH. Corak lahirnya denda tidak menghapuskan hak PT Y untuk menuntutnya sebagai bentuk kerugian jika dasar tuntutan adalah PMH karena penipuan, penyalahgunaan jabatan, atau kolusi. Prof. Subekti:
“Kerugian dalam PMH tidak dibatasi hanya pada kerugian yang nyata, tetapi meliputi segala akibat yang dapat diperkirakan secara wajar dari suatu perbuatan yang melawan hukum, termasuk penalti dalam perjanjian.”
Prof. R. Setiawan:
“Jika suatu pihak melakukan kecurangan dalam pelaksanaan perjanjian, maka pemulihan (remedy) hukum tidak hanya sebatas wanprestasi, tetapi dapat menggunakan Pasal 1365 KUH Perdata untuk menuntut kerugian secara penuh.”
– Putusan MA No. 832 K/Pdt/2008
Mahkamah mengakui bahwa penalti dalam perjanjian bisa dimintakan dalam PMH jika perbuatan yang melatarbelakanginya mengandung itikad buruk atau penipuan.
– Putusan MA No. 2256 K/Pdt/2012
Denda perjanjian tetap dapat dimintakan meskipun perjanjian tidak sempurna secara formil, apabila terdapat unsur itikad buruk dan kerugian nyata.
Comments :