MEMBEDAH KEJAHATAN SABUNG AYAM
Oleh AHMAD SOFIAN (April 2025)
Kematian tiga anggota Polri di Lampung yang sudah hampir dipastikan karena ditembak oleh dua anggota TNI yang terjadi di arena judi sabung ayam di Negeri Batih, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Dalam banyak pemberitaan ditemukan fakta bahwa para pelaku yang datang ke arena judi sabung ayam tersebut berasal dari kalangan atas, hal ini bisa dibuktikan dari mobil yang parkir di sekitar arena tersebut. Dengan demikian, judi sabung ayam di Negeri Batih, ini merupakan bagian dari kejahatan bisnis, yang perputaran uang per harinya pasti sangat tinggi, sehingga ada bnayak pihak yang berkpentingan untuk mendapatkan setoran atas aktivitas bisnis illegal ini.
Dalam konteks hukum pidana, tindak pidana bisnis dikelola secara terorganisir, dan banyak aktor yang terlibat. Para pelaku berusaha melanggengkan kejahatan ini, sehingga mereka membutuhkan dukungan dari penegak hukum, pemerintah setempat, bahkan TNI. Bukan itu saja, mereka juga akan memastikan kejahatan ini tidak mendapatkan gangguan dari masyarakat setempat, sehingga para pelaku melakukan “pendekatan” dengan organisasi kepemudaan, dan orang-orang yang dianggap kritis agar bisa dibungkam dengan uang. Karena dikelola sedemikian rupa, kejahatan bisnis biasanya sulit diberantas. Kita bisa menyaksikan betapa sulitnya memberantas kejahatan narkoba, judi, korupsi, perdagangan orang, mafia migas, pengemplang pajak, penyelundupan, perdagangan illegal hewan yang dilindungi dan sebagainya.
Secara kriminologis, Edwin Satherland menyebutkan bahwa kejahatan bisnis dikenal dengan white collar crime atau educated crime sebagai lawan dari street crime atau blue collar crime. Menurutnya, kejahatan ini dilakukan oleh orang terpandang/terhormat, atau darilangan elit politik tertentu. Status sosial pelaku lebih tinggi seperti kalangan pengusaha, konglomerat. Kejahatan bisnis selalu diikuti dengan kejahatan lainnya, dilakukan secara terselubung, memanfaatkan kedekatan dengan penguasa dan penegak hukum sehingga sulit mengukur atribusi pertanggungjawabannya karena banyaknya aktor yang terlibat.
Sabung ayam dinilai sebagai bagian tradisi masyarakat adat tertentu di Indonesia yang dipraktikkan dalam perayaan atau kegiatan tertentu. Dalam perkembangannya, sabung ayam diikuti dengan kejahatan lain yaitu perjudian. Perjudian sabung ayam ini pun marak terjadi di beberapa pedesaan di Indonesia, sehingga mereka berlomba-lomba memelihara ayam dengan ras tertentu yang dipersiapkan bertempur di gelanggang perjudian. Harga ayam yang terbaik bisa mencapai belasan juta rupiah, dan menghasilkan cuwan yang tinggi bagi pemiliknya. Judi sabung ayam ini pun telah menjadi daya tarik bagi kalangan elit tertentu seperti pengusaha, kalangan penegak hukum baik yang masih aktif maupun yang telah pensiun, dan juga kalangan TNI atau pernawirawan TNI.
Kejahatan Jamak vs Ajaran Kausalitas
Sabung ayam tidak hanya satu merupakan kejahatan perjudian yang diatur dalam Pasal 303 KUHP, tetapi ada dimensi kejahatan lain seperti penganiyaan hewan diatur dalam Pasal 302 KUHP, pemberian suap kepada aparat penegak hukum baik Polri maupun TNI, dan aparat pemerintah. Suap merupakan bagian dari tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, dimensi tindak pidana pencucian uang juga ditemukan. Nilai uang yang dipertaruhkan dalam judi sabung ayam bisa mencapai ratusan juta per hari. Sehingga keuntungan yang diperoleh pelaku digunakan untuk investasi, disimpan di bank dan atau dipertaruhkan lagi. Sehingga dapat dipastikan uang hasil kejahatan judi sabung ayam ini ditempatkan, atau disamarkan agar tidak terendus sebagai uang yang haram.
Oleh karena jamaknya tindak pidana sabung ayam ini, maka seharusnya fokus penyidikan judi sabung ayam yang terjadi di Kampung Karang Mani, Kecamatan Negara Batih, Kabupaten Way Kanan, Lampung tidak hanya pada penyebab kematian tiga anggota Kepolisian Daerah Lampung, tetapi juga seluruh perbuatan pidana lain yang menyertainya. Penyidik Polda Lampung perlu menyidik pemilik arena sabung ayam, para pemain sabung ayam, para pemilik ayam yang dijadikan objek sabung, aparat penegak hukum/TNI/pemerintah yang selama ini terlibat dalam praktik suap sabung Ayam. Kepolisna juga perlu melibatkan PPATK (Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan) untuk mengetahui aliran uang dari perjudian sabung ayam ini.
Tugas penyidik TNI/POLRI pun menjadi sangat kompleks, karena rangkaian perbuatan yang menyebabkan terjadinya kematian pada tiga angota kepolisian. Selain itu dugaan oknum TNI terlibat dalam kejahatan ini pun membuat masalah ini menjadi lebih pelik. Penyidikan untuk menemukan rangkaian perbuatan yang menimbulkan kematian pada 3 orang angota kepolisian memerlukan analisis sabab akibat atau ajaran kausalitas. Penyidik TNI/POLRI perlu mempertimbangkan penggnaan ajaran kausalitas yang dikembangkan oleh Von Buri yang dikenal dengan conditio sine qua non, yaitu semua sebab harus diperhitungkan, jika salah satu sebab dihilangkan maka tidak akan mungkin akibat yang dilarang akan timbul.
Jadi kematian tiga anggota Polri ini tidak terjadi seketika ketika dilakukan penggerebekan di arena sabung ayam oleh Polres Way Kanan, Lampung. Ada banyak rangkaian perbuatan yang menjadi sebab. Rangkaian pertama yang perlu ditemukan adalah : (1) Proses terbentuknya sabung ayam di Kampung Karang Mani termasuk didalamnya aktivitas sabung ayam, intensitasnya, profil pemainnya, rekam jejak orang-orang yang “melindungi” sabung ayam (2) Aliran uang kejahatan sabung ayam, kemana saja aliran uang ini disamarkan, atau ditempatkan (3) kelompok berkonflik atau yang berkepentingan dalam mendapatkan manfaat dari sabung ayam ini (4) Proses penggerebekan atau penyerbuan arena sabung ayam yang dilakukan oleh Polres Way Kanan termasuk alasan dilakukannya penggerebekan, padahal kejahatan sudah berlangsung cukup lama (5) Terjadinya penembakan atau tembak menembak selama proses penggerebekan (6) Jenis senjata atau jenis peluru yang digunakan yang menyebabkan anggota kepolisian dari Polres Way Kanan meninggal.
Keenam faktor atau perbuatan yang menjadi sebab ini harus didalami dengan menggunakan ajaran conditio sine qua non, sehingga ditemukan rangkaian faktor penyebab timbulnya akibat yang dilarang tersebut. Setelah itu rangkaian faktor tersebut dianalisis, manakah faktor yang paling adequate untuk menentukan sebab kematian? Dalam konteks ajaran conditio sine qua non, tidak akan mungkin hanya satu faktor yang menjadi penyebab, namun semua faktor harus dipertimbangkan dan diperhitungkan. Dihilangkannya satu faktor saja, maka akibat yang dilarang tersebut tidak akan mungkin terjadi. Oleh karena keenam faktor atau lebih adalah menjadi penyebab kematian tiga orang anggota kepolisian tersebut. Setelah ditemukan perbuatan yang menjadi sebab, maka langkah selanjutnya menentukan atribusi pertanggungjawaban pidananya.
Atribusi pertanggungjawaban perbuatan yang menjadi sebab itu melekat pada aktor atau subjek hukumnya. Misalnya faktor yang pertama adalah siapa pemilik arena sabung ayam tersebut, karena pemilik arena sabung ayam tersebutlah yang mengundang para pemain judi datang membawa ayamnya untuk diadu. Kedua, siapa saja yang mendapat aliran uang dari judi sabung ayam, karena jika aliran uang diterima oleh penyelenggara negara maka digolongkan sebagai tindak pidana tersendiri. Ketiga, siapa saja kelompok yang saling berkonflik atau berkepentingan atas bisnis kejahatan sabung ayam ini, apakah ada kelompok oknum TNI dan kelompok oknum Polri yang berkepentingan ? atau sejumlah orang yang tidak membentuk kelompok terlibat dalam kejahatan judi sabung ayam ini? keempat, apakah proses penggerebekan itu sudah sesuai dengan standard operating procedure (SOP), atau ada SOP yang dilanggar, sehingga terjadi penembakan? Kelima, penembakan atau tembak menembak? Apakah ada unsur bela diri atau bela paksa? Bela diri atau bela paksa yang tidak melampaui batas karena ada serangan mengancam keselamtan seseorang menjadi alasan hakim untuk membebaskan terdakwa. Dan keenam, jenis senjata dan peluru yang digunakan juga menjadi faktor penentu kematian korban. Apakah orang yang memiliki senjata memiliki kompetensi?
Keenam faktor tersebut harus bisa ditemukan oleh para penyidik TNI/POLRI dalam rangka menentukan atribusi pertanggungjawaban pidana para aktor yang terlibat. Dalam konteks ajaran ini, tidak mungkin beban tanggung jawab pidana hanya diletakkan hanya pada satu faktor saja. Ajaran conditio sine qua non ingin meletakan tanggung jawab pidana secara proporsional kepada aktor-aktor yang menjadi sebab atau yang memberikan kontribusi atas timbulnya akibat, sehingga masalah ini bisa teratasi secara menyeluruh dan keadilan materiil atau keadilan yang sesungguhnya bisa ditemukan dalam kasus ini. Harapannya, di kemudian hari kasus serupa tidak terjadi lagi. (***)
Comments :