PASAR BERSANGKUTAN DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA
Oleh SHIDARTA (Maret 2025)
Dalam hukum persaingan usaha, pintu masuk untuk memastikan ada atau tidaknya persaingan di antara sesama pelaku usaha adalah dengan memastikan mereka berada dalam satu pasar bersangkutan yang sama (the same playing field). Ibarat lomba pacuan kuda, ada sejumlah joki yang ada di atas punggung setiap kuda. Mereka semua baru dapat dipandang sebagai sesama pesaing apabila sedang berlomba di dalam satu hipodrom yang sama. Jika berbeda hipodrom, tentu bukan pesaing satu sama lain. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sangat penting menetapkan “hipodrom” dalam setiap kasus hukum persaingan usaha, yang lazim disebujt sebagai pasar bersangkutan (relevant market).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mendefinisikan pasar bersangkutan sebagai pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut. Sementara itu, kata “pasar” sendiri dimaknai sebagai lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan atau jasa. Konsep kunci untuk pasar bersangkutan, dengan demikian, ada dua: (1) jangkauan pemasaran atau daerah pemasaran dan (2) barang/jasa yang sama atau sejenis atau substitusi. Kita dapat mengatakan bahwa konsep pertama berkenaan dengan geografi, sedangkan konsep kedua berkenaan dengan produk.
Jika diperhatikan dengan saksama, definisi yang diberikan oleh undang-undang mengarahkan kita kepada pengertian pasar yang horisontal, yakni persaingan para pelaku usaha yang berada dalam satu area dengan aktivitas memproduksi, menjual, atau membeli produk yang juga sama, sejenis, atau substitusi. Sebagai contoh PT Batik Air Indonesia adalah sebuah perusahaan yang mengoperasikan layanan penerbangan yang menghubungkan sejumlah wilayah di Indonesia, bahkan sampai ke beberapa wilayah negara lain. Di sisi lain, ada PT Citilink Indonesia juga memberi layanan yang sama. Masing-masing membawa nama maskapai penerbangan yang berbeda. Menurut hukum persaingan usaha Indonesia, kita dapat menyatakan bahwa kedua perusahaan ini adalah sesama pesaing di pasar yang horisontal. Namun, kita harus mencermati apakah Batik dan Citilink itu melayani rute yang sama atau tidak. Jika yang kita persoalkan adalah persaingan memperebutkan konsumen di jalur penerbangan Jakarta-Kuala Lumpur, dan hanya Batik yang melayani jalur ini, sedangkan Citilink tidak, maka kendati mereka sama-sama maskapai penerbangan, mereka bukanlah pesaing di jalur tersebut. Bagaimana jika di luar Batik itu ada maskapai lain yaitu KLM Royal Dutch Airlines. Perusahaan berbendera Belanda ini ternyata juga melayani rute Jakarta-Kuala Lumpur (transit untuk penerbangan ke Eropa). Apakah Batik dan KLM ini dua maskapai yang saling bersaing? Tunggu dulu, jangan terburu-buru menjawabnya! Hal ini harus ditanyakan ke konsumen karena penetapannya harus dari kaca mata pemakai jasa mereka.
Mari kita memberi contoh produk lain berupa barang. Jika kita mencermati sekilas produsen sepeda motor Honda dan sepeda motor Yamaha, mereka adalah pesaing dari barang yang sama. Namun, belum tentu semua seri (tipe) sepeda motor itu berada dalam pasar bersangkutan untuk barang sejenis. Misalnya Honda mengeluarkan Honda seri Vario 160, dengan harga sekitar Rp26 juta. Yamaha juga mengeluarkan seri Lexi LX 155 dengan harga jual pada angka yang mendekati. Apakah konsumen melihat kedua seri sepeda motor ini berada dalam satu pasar bersangkutan? Lagi-lagi hal ini harus diuji terlebih dulu dengan mensurvei konsumen.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga telah memberi panduan tentang bagaimana harus memahami pasar bersangkutan. Peraturan Ketua KPPU Nomor 4 Tahun 2022 tentang Penentuan Pasar Bersangkutan. Peraturan ini menggunakan dua komponen utama dalam menetapkan pasar bersangkutan, yaitu: (1) pasar geografis bersangkutan, dan (2) pasar produk bersangkutan. Untuk mudahnya, dalam tulisan ini kita singkat saja mereka menjadi PGB dan PPB. Jangkauan pemasaran atau daerah pemasaran menunjuk pada PGB, sedangkan barang/jasa yang sama atau sejenis atau substitusi mengarahkan kita pada PPB. Kedua jenis pasar ini saling melengkapi dalam memberi pemahaman tentang apa itu pasar bersangkutan.
Sekadar sebagai catatan, sebelum diberlakukannya Peraturan Ketua KPPU No. 4 Tahun 2022, perihal serupa pernah diatur dalam Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2009 tentang Pedoman Penerapan Pasal 1 angka 10 tentang Pasar Bersangkutan. Peraturan tahun 2009 ini sudah dinyatakan tidak berlaku dengan Peraturan KPPU No. 9 Tahun 2022. Penetapan Peraturan Ketua KPPU kali ini justru untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2021 tentang Pedoman Pengenaan Sanksi Denda Pelanggaran Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perubahan pengaturan ini mengisyaratkan bahwa materi muatan yang sama, sekarang diberlakukan dengan jenis peraturan yang lebih rendah tingkatannya.
Menurut Peraturan Ketua KPPU No. 4 Tahun 2022 di atas, PGB meliputi empat jangkauan wilayah, yaitu: (1) distribusi produk, (2) penjualan produk, (3) pemasaran produk, dan (4) produk ditemukan.Sementara itu, PPB meliputi: (1) produk sejenis, dan (2) produk substitusi, dari produk yang menjadi objek penentuan pasar bersangkutan. Dengan rincian tersebut, berarti di dalam peraturan ini, pengertian kata “barang/jasa yang sama atau sejenis” tidak lagi dibedakan, cukup dibaca sebagai “barang/jasa yang sejenis”. Pasar bersangkutan tersebut dapat mencakup dimensi temporal atau periode yang berkaitan dengan waktu. Sebagai contoh, ada pasar bersangkutan yang muncul pada saat menjelang akhir tahun saja, antara lain karena terjadi peningkatan permintaan konsumen. Oleh sebab itu, KPPU perlu memiliki data dan/atau informasi yang lengkap dan akurat. Selain dari konsumen seperti disampaikan di atas, KPPU juga biasanya juga menggali data/informasi dari pelaku usaha, instansi pemerintah, lembaga publik di luar pemerintah, asosiasi pelaku usaha, para ahli, dan/atau pihak-pihak lain yang diperlukan.
Peraturan Ketua KPPU yang disebutkan di atas memuat lampiran yang memuat alur kerja penentuan pasar bersangkutan dilengkapi dengan penjelasan alurnya secara rinci. Tulisan di bawah ini merupakan gambaran umum, berupa versi yang lebih ringkas dan memang sengaja dibuat sederhana untuk keperluan perkuliahan hukum persaingan usaha tingkat sarjana. Referensinya tidak sepenuhnya mengikuti lampiran peraturan tersebut, melainkan lebih pada teori penentuan pasar bersangkutan secara umum. Oleh sebab itu, bagi penstudi hukum persaingan usaha yang ingin mendapatkan gambaran lebih detail tentang penetapan pasar bersangkutan di Indonesia (menurut tata kerja KPPU), disarankan untuk mencermati lampiran Peraturan Ketua KPPU No. 4 Tahun 2022 tersebut. Lampiran peraturan ini bahkan juga sudah dilengkapi dengan penentuan pasar bersangkutan dalam ekonomi digital.
Gambaran Umum
Secara teoretis, PGB ditetapkan dengan menentukan area tempat pelaku usaha terlibat dalam penawaran atau permintaan barang atau jasa, dengan kondisi persaingan yang homogen. Pengertian “persaingan yang homogen” ini adalah kondisi tatkala para konsumen di tempat itu tidak memerlukan pertimbangan yang banyak dalam menyikapi berbagai produk yang ditawarkan (karena produk-produk itu identik atau sangat mirip dari hampir semua segi fungsi, kualitas, spesifikasi, harga, dll.). Jadi, yang ditekankan pada PGB adalah daerah/teritori yang merupakan lokasi pelaku usaha melakukan kegiatan usahanya, dan/atau lokasi ketersediaan atau peredaran produk dan jasa dan/atau yang beberapa daerah memiliki kondisi persaingan relatif seragam dan berbeda dibandingkan kondisi persaingan dengan daerah lainnya. Penentuan PGB melibatkan analisis wilayah yang memiliki kondisi persaingan serupa, dengan mempertimbangkan faktor seperti: (1) pangsa pasar (distribusi pangsa pasar di berbagai wilayah), (2) preferensi konsumen (kecenderungan konsumen untuk membeli di lokasi tertentu), dan (3) hambatan masuk pasar (kesulitan bagi pelaku usaha baru untuk masuk ke wilayah tersebut).
PPB di berbagai ketentuan hukum persaingan ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, seperti : (1) fungsi atau kegunaan produk (apakah produk memiliki fungsi atau kegunaan yang sama bagi konsumen), (2) karakteristik produk (meliputi bahan, teknologi, dan fitur lain yang membuat produk dianggap serupa), dan (3) harga produk (apakah perbedaan harga mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk substitusi). Di sini ada kata-kata yang berkaitan dengan produknya, yaitu sama/sejenis atau substitusi. Kata-kata ini mengacu pada pengertian pasar bersangkutan berdasarkan produk. Produk akan dikategorikan masuk ke dalam pasar bersangkutan atau dapat digantikan satu sama lain apabila menurut konsumen terdapat kesamaan dalam hal fungsi/peruntukan/ penggunaan, karakter spesifik, serta perbandingan tingkat harga produk tersebut dengan harga barang lainnya. Dari sisi penawaran, barang substitusi merupakan produk yang potensial dihasilkan oleh pelaku usaha yang berpotensi masuk ke dalam pasar tersebut.
Tentu saja, ilmu ekonomi memberi kontribusi penting di dalam pengembangan metode untuk menetapkan pasar bersangkutan. Salah satu metode itu adalah dengan tes SSNIP, singkatan dari Small but Significant and Non-transitory Increase in Price. Tes ini mengevaluasi apakah sekelompok produk atau layanan tertentu membentuk suatu pasar yang terpisah berdasarkan sensitivitas permintaan terhadap perubahan harga. Sebagai contoh, kita bisa kembali ke layanan penerbangan rute Jakarta-Kuala Lumpur yang diungkapkan di atas. Kita ingin tahu apakah KLM dan Batik ada di dalam pasar bersangkutan yang sama?
Tes SSNIP dilakukan dengan asumsi awal bahwa layanan kedua maskapai itu berada dalam pasar berbeda. Selanjutnya, dilakukan simulasi kenaikan harga. Kenaikannya kecil saja, tetapi signifikan, biasanya kurang dari 10%. Tes ini ingin mengetahui apakah dengan naiknya harga tiket pada salah satu maskapai, akan membuat konsumen beralih ke maskapai lainnya. Katakan bahwa di dalam simulasi Kita menaikkan harga tiket KLM, misalnya dari yang semula Rp3 juta, menjadi Rp3,3 juta. JIka konsumen KLM tetap bertahan, tidak berpindah ke maskapai lain, berarti permintaan konsumen maskapai ini adalah inelastis. Kita bisa mengatakan KLM memang punya pasar bersangkutan tersendiri. Lain halnya jika konsumen KLM ternyata pindah ke Batik. Ini berarti ada kemungkinan Batik adalah subsitusi yang relevan terhadap KLM, sehingga keduanya ada di pasar bersangkutan yang sama.
Mari kita lakukan proses iteratif. Kali ini harga tiket Batik yang kita simulasikan naik, dari semula Rp1 juta, menjadi Rp 1,1 juta. Apakah dengan kenaikan ini membuat konsumen Batik pindah ke KLM? Ternyata konsumen tetap tidak pindah ke KLM, tetapi justru pindah ke maskapai lain, katakan ke Garuda. Proses iteratif ini berarti harus memasukkan variabel baru, yakni Garuda.
Perpindahan konsumen ini haruslah signifikan, yakni terjadi pada jumlah orang yang cukup lumayan banyaknya. Jika perpindahannya tidak signifikan atau kecil saja, maka maskapai-maskapai itu dianggap mempunyai pasar yang bersangkutan yang terpisah.
Mungkinkah bukan harga yang disimulasikan, melainkan kualitas produknya yang dijadikan faktor yang ditingkatkan atau dikurangi? Katakan, dalam contoh di atas, kualias layanan KLM yang dikurangi dan sebaliknya kualitas layanan Batik yang ditingkatkan. Kita ingin tahu apakah dengan metode demikian, terjadi perpindahan konsumen secara signifikan. Tes dengan metode seperti ini juga dikenal dapat menentukan pasar bersangkutan, yang disebut SSNDQ, singkatan dari Small but Significant and Non-transitory Decrease in Quality. (***)
Comments :