REZA ZAKI MENJADI AHLI DALAM PERKARA PMH E FISHERY DI PN MAKASSAR
Pada 7 Januari 2025, Dr. Muhammad Reza Syariffudin Zaki, S.H., MA, dosen Business Law BINUS University menjadi ahli dalam perkara PMH E Fishery di Pengadilan Negeri Makassar. E Fishery mencoba melakukan gugatan sebesar hampir Rp 200 miliar kepada beberapa Perusahaan di Makassar Dimana ada salah satu pengurus yang merupakan Warga Negara Mesir kabur ke luar negeri. Zaki menjelaskan bahwa meskipun terdapat Upaya saling melempar kesalahan dikarenakan WNA tersebut telah memalsukan dokumen beberapa Perusahaan tersebut untuk melakukan transaksi fiktik dengan E Fishery, namun dikarenakan WNA tersebut memiliki kedudukan di organisasi Perusahaan tersebut tetap harus dijatuhi pertanggung jawaban.
Pertanggung Jawaban Direksi dan Komisaris
Pertanggung jawaban direksi dan komisaris dijelaskan dengan lengkap di dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Di dalam pasal 155 dijelaskan bahwa:
Ketentuan mengenai tanggung jawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Pidana.
Kemudian pada pasal 97 dijelaskan bahwa:
(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
Lalu pada pasal 114 dijelaskan bahwa:
(1) Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1)
(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
Fiduciary Duty Direksi dan Komisaris
Mengenai prinsip fiduciary duty, M. Yahya Harahap dalam buku Hukum Perseroan Terbatas, (hal. 374) menerangkan bahwa setiap anggota direksi wajib melaksanakan pengurusan perseroan. Kewajiban melaksanakan harus pula dilakukan dengan iktikad baik (te goeder trouw, good faith).
Lebih lanjut, makna iktikad baik dalam konteks pelaksanaan pengurusan perseroan oleh anggota direksi dalam praktik dan doktrin hukum, memiliki jangkauan yang luas, antara lain wajib dipercaya (fiduciary duty). Setiap anggota direksi “wajib dipercaya” dalam melaksanakan tanggung jawab pengurusan perseroan. Artinya, setiap anggota direksi selamanya “dapat dipercaya” (must always bonafide) dan selamanya harus “jujur” (must always be honested).
Sementara, menurut Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia dalam buku Organ Perseroan Terbatas (hal. 39) menjelaskan prinsip fiduciary duty adalah tugas dan tanggung jawab melakukan pengurusan sehari-hari perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan tersebut.
Menurut Munir Fuady dalam buku Perseroan Terbatas (Paradigma Baru) (hal. 79-80), dalam menjalankan tugas fiduciary duty, seorang direksi harus melakukan tugasnya sebagai berikut.
- dilakukan secara iktikad baik (bona fides);
- dilakukan dengan proper purpose;
- dilakukan tidak dengan kebebasan yang tidak bertanggung jawab (unfettered discretion);
- tidak memiliki benturan tugas dan kepentingan (conflict of duty and interest).
Fiduciary duty dalam UU PT khususnya bagi direksi dapat ditemukan dalam Pasal 97 ayat (2) UU PT yang menyatakan bahwa setiap anggota direksi wajib dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
Adapun contoh dari tindakan direksi yang bertentangan dengan tugas fiduciary duty adalah (hal. 79):
- jika direksi secara diam-diam memiliki benturan kepentingan dengan perseroan;
- jika direksi menghalang-halangi pemegang saham minoritas untuk mengajukan derivative suit;
- jika direksi dengan sengaja tanpa alasan yang sah tidak datang ke rapat direksi sehingga rapat direksi tidak dapat dilangsungkan karena tidak memenuhi kuorum rapat.
Sama halnya dengan direksi, dewan komisaris juga mempunyai kewajiban fiduciary duty. Prinsip fiduciary duty dewan komisaris bersumber dari Pasal 114 ayat (2) UU PT yang menyatakan bahwa setiap anggota dewan komisaris wajib beriktikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Jika dewan komisaris sengaja atau lalai dalam menjalankan fiduciary duty sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) UU PT, maka semua anggota komisaris bertanggung jawab secara pribadi, kecuali:
- telah melakukan pengawasan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
- tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
- telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Salah satu contoh pelanggaran prinsip fiduciary duty dapat merujuk Putusan Mahkamah Agung Nomor 1005 K/Pdt/2016. Tergugat I, II, III merupakan mantan anggota direksi suatu perseroan yang menerbitkan jaminan perusahaan tanpa persetujuan dewan komisaris (hal. 2).
Dalam amar putusannya, menyatakan bahwa tergugat I, II, dan III secara bersama-sama telah melanggar anggaran dasar perseroan dan melanggar tugas kepercayaan (fiduciary duty) selaku direksi. Maka dari itu, Tergugat I, II, III bertanggung jawab penuh dan pribadi dan secara bersama sama menanggung segala akibat hukum yang timbul sehubungan dengan penerbitan jaminan perusahaan yang diterbitkan untuk kepentingan turut tergugat I dan tergugat II (hal. 11 – 12 dan 24).
Likuidasi Perusahaan
Pembubaran suatu Perseroan itu sendiri dapat terjadi karena (Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas – “UU 40/2007”):
(i) berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”);
(ii) karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
(iii) berdasarkan penetapan pengadilan;
(iv) dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
(v) karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
(vi) dikarenakan dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan alasan-alasan pembubaran di atas, kami berasumsi bahwa pembubaran perusahaan dalam permasalahan Anda dilakukan berdasarkan keputusan RUPS. Perlu Anda ketahui bahwa berdasarkan Pasal 142 ayat (2) UU 40/2007, pembubaran wajib diikuti dengan likuidasi.
Likuidasi adalah proses pengurusan dan pemberesan aktiva dan pasiva dari suatu perusahaan yang penanganannya dilakukan oleh kurator (jika dalam proses Hukum Kepailitan) atau likuidator (di luar lingkup Hukum Kepailitan) yang akhir dari pemberesan tersebut digunakan untuk pembayaran utang dari debitor kepada para kreditor-kreditonya.
Comments :