PEMANFAATAN KECERDASAN BUATAN DALAM PENILAIAN TERPIDANA MATI
Pada tanggal 26-27 September 2024, BINUS terlibat mendukung the International Conference on Suistanable Energy, Environment, Education, and Information System (ICSEEIS 2024). Konferensi ini diikuti sejumlah dosen dari Jurusan Hukum Bisnis BINUS. Salah satunya Shiaarta yang membawa topik berjudul “Leveraging Artificial Intelligence in the Enforcement of New Deah Penalty Policies in Indonesia.”
Penggunaan kecerdasan buatan (AI) adalah sumber kontroversi yang sedang berlangsung. Namun, kebutuhan untuk mengintegrasikan AI ke dalam kerangka hukum, termasuk sistem peradilan pidana, tetap mendesak. Masalah yang sangat relevan dan menarik menyangkut hukuman mati. Dalam hal ini, Indonesia telah memasuki babak baru dalam kebijakan hukumnya, beralih dari sikap penahanan ke sikap abolisionis. Namun, negara itu tidak dalam posisi untuk sepenuhnya menerima penghapusan total hukuman mati. Oleh karena itu, sikap dan perilaku terpidana mati akan tunduk pada evaluasi jangka panjang selama satu dekade. Tantangan krusial adalah 537 narapidana yang saat ini dihukum mati menunggu eksekusi.
Orang-orang ini diharapkan mendapat manfaat dari transisi ke kodifikasi KUHP tahun 2023, tetapi mereka juga harus menjalani evaluasi yang ketat terlebih dahulu. Terpidana mati yang terkena dampak aturan baru juga menghadapi proses penilaian yang kompleks, terutama yang berkaitan dengan riwayat dan profil pribadi mereka. Hampir pasti bahwa tinjauan komprehensif dan tepat waktu terhadap ratusan kematian akan terbukti sangat sulit tanpa dukungan teknologi, termasuk kecerdasan buatan. Artikel ini menyoroti kompleksitas penerapan teknologi tersebut, mengingat penalaran hukum tidak selalu sesuai dengan logika mekanistik yang melekat pada sistem AI. Penulis menyarankan penggunaan teknologi AI yang terbatas, memastikan bahwa itu hanya digunakan sebagai alat tambahan, daripada memposisikannya sebagai pengambil keputusan utama. (***)