People Innovation Excellence

TANUR HUKUM UNTUK PARA HAKIM KASUS RONALD TANNUR

Oleh SHIDARTA (Juli 2024)

Kata “tanur” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti tempat pembakaran, perapian, atau kompor. Kebetulan di media massa dan media sosial, ada nama “Ronald Tannur” seorang pria yang beberapa hari lalu baru saja diputus bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dari dakwaan telah membunuh teman wanitanya dengan cara menabraknya di lantai gedung parkir. Ronald Tannur ini adalah putera seorang anggota DPR-RI dari Fraksi PKB. Sisi ini sekaligus membuat kasus ini menarik perhatian publik setelah serangkaian kasus yang melibatkan anak-anak pejabat yang berperilaku anti-sosial secara berlebihan.

Sebagai peneliti putusan, saya berkali-kali mencari berkas putusan yang  bermuara bebas tersebut. Namun, usaha saya sia-sia. Rupanya janji Kepala Humas Pengadilan Negeri Surabaya, saat diwawancarai sebuah media televisi, untuk mengunggah putusan tersebut, masih belum ditepatinya pada saat saya menulis artikel ini. Saya perlu menunggu!

Saya yakin upaya mencari putusan tersebut juga dilakukan banyak pihak, khususnya para pegiat hukum di Tanah Air. Sangat disayangkan apabila Pengadilan Negeri Surabaya tidak memanfaatkan momentum ini untuk sigap dan berani transparan dengan membiarkan putusan itu dapat diakses publik sesegera mungkin. Hal ini bisa sedikit mengobati kekecewaan publik terhadap Pengadilan Negeri Surabaya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika putusan yang sudah dibaca di persidangan yang terbuka untuk umum ini dibiarkan tersebar luas! Apalagi Kahumas PN Surabaya sendiri sudah menunjukkan sikap tidak keberatan apabila putusan itu cepat diunggah. Katanya, setiap putusan hakim harus dianggap benar: res judicata pro veritate habetur.

Anggapan putusan hakim adalah benar adalah sebuah sikap pragmatis di dalam cara kita (manusia modern) berhukum. Pragmatis karena hakim diasumsikan adalah figur-figur yang telah terpilih untuk menyelesaikan suatu kasus dan dipercaya oleh pihak-pihak yang berperkara. Apabila putusannya kemudian tidak diyakini sebagai kebenaran (sekalipun untuk sementara waktu sampai putusan berkekuatan hukum tetap), lalu ke mana lagi para pencari keadilan ini harus menggantungkan harapannya?

Secara teknis, putusan bebas dari kasus Ronald Tannur ini memang masih dapat dikoreksi melalui upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Hanya saja, jika Mahkamah Agung kembali memutus bebas pada tingkat kasasi, maka tidak ada lagi upaya hukum yang dapat ditempuh. Upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali dikecualikan untuk putusan bebas.

Berdasarkan pemberitaan yang muncul dari kasus ini, pertimbangan majelis hakim PN Surabaya untuk menyatakan peristiwa pembunuhan tidak terjadi dalam kasus ini, memang sulit diterima akal sehat. Jika informasi yang juga disuarakan oleh Komisi III DPR-RI itu benar adanya, berarti putusan majelis hakim ini jauh dari karakter sebagai putusan yang berpertimbangan cukup (motivering vonnis). Di berbagai negara di dunia, kewajiban untuk membuat putusan yang berpertimbangan cukup merupakan hak konstitusional bagi setiap warganegara yang berurusan dengan pengadilan. Dalam kasus ini, hak itu dimiliki baik oleh terdakwa maupun oleh jaksa penuntut umum yang mewakili negara, termasuk keluarga korban.

Pasal 149 Konstitusi Belgia menyatakan, Each judgment is supported by reasons. It is made public according to the terms specified by the law. In criminal matters, the operative part is pronounced publicly.” Pasal 93 ayat (3) Konstitusi Yunani menegaskan hal yang sama, Every court judgment must be specifically and thoroughly reasoned and must be pronounced in a public sitting. Publication of the dissenting opinion shall be compulsory. Law shall specify matters concerning the entry of any dissenting opinion into the minutes as well as the conditions and prerequisites for the publicity thereof.”

Undang-Undang Dasar 1945 kita memang tidak menyinggung hak ini. tetapi dapat kita temukan jejaknya dalam sejumlah pasal di Undang-Undang Kekuasaan kehakiman. Pasal 14 dan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 menyingung tentang  “tepat dan benar” terkait dengan proses memeriksa, mengadili, dan memutus perkara serta dengan produk akhirnya berupa putusan hakim. Pada bagian lain, bahkan digunakan kombinasi kata “baik dan benar” (lihat penjelasan Pasal 48 ayat [1]) atau kata “kebenaran dan keadilan” (lihat penjelasan Pasal 2 ayat [4]). Intinya, undang-undang menekankan pada satu pesan yang sama, yaitu bahwa setiap putusan wajib memuat pertimbangan yang beralasan sekaligus berdasarkan pada hukum, yang diungkapkan secara berkualitas, dalam artinya disampaikan dengan tepat, benar, baik, dan adil.

Mungkin saja ada anggapan bahwa pertimbangan dan amar putusan dapat dibuat dengan pendekatan regresif. Artinya, hakim sejak awal sudah memiliki preferensi untuk sampai pada satu muara putusan, misalnya akan membebaskan terdakwa, sedangkan pertimbangannya dapat menyesuaikan. Kemungkinan hakim menggunakan pendekatan demikian, sekalipun secara teoretis tidak dianjurkan, tidak selalu berkonotasi buruk apabila hakim-hakim itu memang sudah sering menjumpai duduk perkara serupa, sehingga mereka sudah membaca struktur kasus seperti itu sejak awal dan tahu akan ke mana arah putusan yang bakal diberikan.

Situasinya akan jauh berbeda apabila pendekatan regresif dipakai dengan iktikad buruk. Hakim sudah tidak independen karena memang telah terkondisikan oleh faktor-faktor yang tidak dapat dibenarkan secara hukum. Tatkala pertimbangan hakim dihadirkan di dalam putusan, jejak-jejak dari iktikad buruk itu akan terlacak dari ketidakruntutan berpikir. Logika melompat (jumping to conclusion) sangat mungkin ditemukan, apalagi jika pengkaji putusan dibekali dengan dokumen-dokumen lain selain putusan.

Oleh sebab itu, lembaga-lembaga pengawas di Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, perlu menaruh perhatian terhadap teknik-teknik pengkajian putusan yang mampu mendeteksi adanya logika melompat tersebut. Cela demikian akan membuka pintu pada kemungkinan menghalangi tercapainya motivering vonnis. Alat bantu yang menyajikan model komputasional juga dapat mulai dijajaki, kendati bukan sebagai pengambil keputusan akhir atas suatu upaya penilaian kualitas putusan hakim. Perlu dicatat, bahwa logika melompat memang tidak dapat disembunyikan di balik uraian kata-kata di dalam putusan. Seperti apapun cara majelis membangun pertimbangannya, struktur berpikir hakim akan tetap dapat ditarik esensinya, misalnya dalam format silogisme-silogisme.

Produk pekerjaan hakim akan langsung dialirkan ke masyarakat dan mendapat reaksi publik. Kita tidak dapat menduga reaksi publik itu. Reaksi di sini tidak berarti majelis hakim harus tunduk pada tekanan massa (public pressure). Tekanan massa dapat saja menyesatkan: argumentum ad populum. Dan, hakim juga tidak bekerja dalam rangka mencari popularitas. Namun, belajar dari kasus Ronald Tannur di atas, kita tentu berharap rekan-rekan hakim di manapun berada akan makin menyadari betapa dekat produk pekerjaan mereka (yakni putusan) dengan ekspektasi masyarakat di kehidupan nyata. Ekspektasi masyarakat di sini harus ekspektasi yang sehat, ditandai antara lain dengan menguatnya rasionalitas, bukan emosi. Lembaga pengadilan sebagai tempat bernaung para hakim, wajib mengelola ekspektasi ini agar sebuah perkara tidak menjadi tanur yang membara dan mencoreng wajah peradilan dan keadilan. Semoga PN Surabaya dapat menunjukkan kemampuan ini. (***)


 

 

 

 

 

 

 

 

 


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close