PELATIHAN PENALARAN HUKUM UNTUK PEMBUATAN PENDAPAT HUKUM
Pada tanggal 10 Agustus 2023, berlangsung pelatihan pembuatan pendapat hukum (legal opinion) batch ke-4, yang diselenggarakan oleh Jimly School of Law and Government (JSLG). Salah satu dosen Jurusan Hukum Bisnis BINUS, Shidarta, diundang sebagai narasumber dalam pelatihan ini. Pelatihan ini rutin diadakan dengan diikuti oleh para profesional dari berbagai instansi, baik publik maupun privat. Pada pelatihan kali ini hadir sebanyak 22 orang peserta dari Kementerian Keuangan, Badan Siber dan Sandi Negara, Pusat Pendidian dan Pelatihan PLN, Ombudsman RI, PT Gunung Madu Plantations, PT ASDP Indonesia Ferry, PT Ajinomoto Indonesia, PT Pertamina Retail, PT HK Realtindo, dan dari satuan pengawas internal (fungsional penganalisa peraturan perundang-undangan). Acara berlangsung secara daring pada pukul 09:00-10:30 WIB dengan dimoderatori oleh Wahyu Nugroho (Wakil Direktur JSLG).
Dalam paparannya, Shidarta menjelaskan kaitan antara pembuatan pendapat hukum (legal opinion) dan penalaran hukum. Dalam kesempatan itu didiskusikan juga persoalan yang dihadapi oleh para peserta yang dalam keseharian kerap harus membuat pendapat hukum yang berisi pesan agar menjustifikasi suatu sikap/kebijakan tertentu, yang mungkin berbeda dengan keyakinan hukum dari si pembuat pendapat hukum itu sendiri.
Menurut Shidarta, idealnya pendapat hukum memang harus diberikan secara jujur sesuai dengan pandangan dan ekspertis yang dimiliki si pembuatnya, bukan sekadar menjadi alat pembenar atas sikap atasan yang lemah secara hukum. Kegunaan dari pendapat hukum justru untuk mengantisipasi timbulnya akibat hukum yang lebih merugikan di kemudian hari dan menyelamatkan posisi atasan atau instansi secara keseluruhan.
Oleh karena pendapat hukum ditujukan langsung kepada si peminta pendapat, maka seharusnya pendapat hukum itupun tidak perlu dipersepsikan menyerang suatu pandangan atau kebijakan tertentu karena ia beredar dalam lingkup internal. Seandainya pun pembuat pendapat hukum sadar sudah ada kebijakan yang telah atau akan diambil atasan mengenai suatu isu, dan dipesankan untuk membuat justifikasi-justifikasi tertentu, maka hal ini dapat disiasati dengan membuat formulasi pendapat hukum dengan redaksi yang lebih netral. Di dalam pendapat hukum itu berbagai alternatif kebijakan tetap diulas dengan asumsi-asumsi yang menyertainya, lalu setiap alternatif ditunjukkan analisis kekuatan dan kelemahannya secara hukum. Dengan demikian, tidak ada alternatif kebijakan yang bebas dari catatan-catatan kritis dengan penalaran hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (***)
Published at :