KETERANGAN AHLI HUKUM BINUS DALAM KASUS PERPAJAKAN TRANSNASIONAL SENILAI IDR 2 TRILYUN
Pada 26 Juni 2023, dosen Business Law BINUS University, Muhammad Reza Syariffudin Zaki atau Reza Zaki menjadi ahli hukum bisnis dalam perkara tindak pidana perpajakan transnasional sebesar Rp 2 triliun di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Zaki tidak sendiri, ada juga ahli hukum pidana Dr. Choirul Huda dari Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Zaki berpandangan bahwa ketika sanksi pidana pajak mulai diterapkan kepada Wajib Pajak, tampaknya penerapan sanksi tersebut menimbulkan keresahan di kalangan pelaku bisnis. Persoalan pajak sebagai bagian dari hukum administrasi negara, sejatinya diselesaikan melalui cara-cara hukum administrasi, bukan hukum pidana. Yahya Harahap, mantan hakim agung, berpendapat konsep dan asas yang diterapkan dalam hukum pajak Indonesia bahwa kesalahan atau kekeliruan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) yang diatur dalam Pasal 8 jo Pasal 12 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan – UU KUP sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, sebaiknya diselesaikan secara administrasi yang bermuara ke Pengadilan Pajak. Begitupun Philipus menekankan bahwa tindakan mengimplikasikan sanksi pidana bersifat ultimum remedium. Tujuan pajak bukan untuk menghukum dan memberi nestapa kepada pelaku, tetapi mengakhiri pelanggaran dan memulihkan keadaan. Dalam kasus tindak pidana pajak yang telah diajukan ke pengadilan belum pernah ada kasus yang tersangkanya adalah korporasi. Bahkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), khususnya buku ketiga tentang Perjanjian, bisa dikatakan semuanya merupakan transaksi ekonomi yang bersifat perdata yang mempunyai aspek hukum pajak. Kalau permasalahan pajak dibawa dalam ranah hukum pidana, tentu menjadi kontradiktif terkait proses administrasi pajak yang tujuan utamanya mengumpulkan uang pajak. Untuk mengoptimalkan pemasukan keuangan negara melalui pajak, penyelesaian pelanggaran hukum pajak lebih mengedepankan penyelesaian secara administratif, daripada melalui sistem peradilan pidana. Thomas Hobbes melihat tujuan hukum untuk memberikan keamanan bagi individu ditengah orang-orang liar yang suka saling memangsa. Dan, hukum merupakan alat yang penting bagi terciptanya masyarakat yang aman dan damai.
Untuk melihat persoalan pidana pada Pasal 39 Ayat (1) huruf c. jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, maka perlu melihat Pasal 1 yang disebutkan bahwa Badan adalah perseroan terbatas, perseroan komanditer, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan atau lembaga, dan bentuk usaha tetap. Tidak ada satupun pengaturan mengenai beneficial owner di dalam aturan ini. Dengan demikian, tidak mungkin pengadilan menjatuhkan hukuman tatkala hukumnya tidak ada. (***)