People Innovation Excellence

ROLAX DAN ROLGOM DALAM KAJIAN SOSI0-LEGAL

Oleh SHIDARTA (April 2023)

Bagi peminat kajian sosio-legal istilah ROLAX dan ROLGOM mungkin sudah dikenal. Keduanya merupakan kerangka analisis yang dapat membantu penelitian sosio-legal. Saya sendiri mengenalnya dari karya Adriaan Bedner dan Jacqueline Vel, dalam artikel mereka berjudul “An analytical framework for empirical research on Access to Justice,” Law, Social Justice & Global Development (An Electronic Law Journal) 2010(1). Edisi bahasa Indonesia dari tulisan ini dapat ditemukan juga dalam buku berjudul “Kajian Sosio-Legal” (Denpasar: Pustaka Larasan, 2012), hlm. 81-114.

ROLAX adalah singkatan dari Rule of Law and Access to Justice (Negara Hukum dan Akses terhadap Keadilan). ROLGOM adalah singkatan dari The Rule of Law led Governance Model (Model Pemerintahan yang Berdasarkan Negara Hukum). Dua terminologi kunci yang harus dipahami saat mencerna ROLAX dan ROLGOM adalah konsep “negara hukum” dan “akses terhadap keadilan”. Bagi pengkaji sosio-legal dua hal itu sekaligus merupakan isu-isu menarik yang sering dijadikan topik telaahan. Artikel pendek yang sedang Pembaca simak saat ini tidak bermaksud untuk mengulas dua konsep tersebut, melainkan lebih ingin memberi catatan ringan tentang bagaimana kerangka analisis (analytical framework) ROLAX dan ROLGOM sebaiknya dimanfaatkan untuk mengkaji isu-isu tentang negara hukum dan akses terhadap keadilan.

Ada pertanyaan menarik yang saya ingat, pernah diajukan kepada penulis dalam sesi perkuliahan metode penelitian hukum, yaitu bagaimana kita dapat menghubungkan kedua kerangka analisis ini di dalam satu desain penelitian sosio-legal. Sayangnya, dalam tulisan Bedner dan Vel tidak ada ragaan (gambar) yang diberikan untuk ROLGOM, sebagaimana telah mereka sajikan untuk ROLAX. Rangkuman untuk ROLGOM mereka sajikan dalam format tabel, bukan ragaan. Saya setuju bahwa kedua kerangka analisis ini memang selayaknya digandengkan. Saya mencoba memvisualkannya secara ringkas sebagai berikut:

 

Ragaan di atas tentu membutuhkan penjelasan detail, yang rinciannya dapat dibaca dalam tulisan Bedner dan Vel. Skema ROLAX yang ditampilkan oleh Bedner dan Vel berangkat dari masalah nyata dalam kehidupan. Artinya, analisisnya harus dimulai dari kondisi empiris. Atas dasar itu, lalu peneliti melakukan langkah-langkah naming, awareness, categorizing, dan defining grievances. Setelah itu, baru masuk ke eksplorasi atas perangkat hukum yang tersedia. Pada skema yang dibuat oleh Bedner dan Vel, langkah memasuki eksplorasi ini dibuat dalam dua tanda panah yang keduanya menuju ke arah yang sama. Setelah membaca penjelasan yang mereka tulis, saya mencermati arah panah tersebut seharusnya ada yang menuju ke sebaliknya. Artinya, ekplorasi tersebut melewati proses bolak-balik, mengingat eksplorasi itu pada akhirnya adalah mengevaluasi perangkat hukum itu secara normatif dan sekaligus kualitas implementasinya dari perspektif negara hukum. Evaluasi normatif dan implementatif ini merupakan tahapan kedua yang penting, sebelum kemudian masuk ke tahapan ketiga yakni memperoleh akses terhadap keadilan.

Saya ingin mengajak Pembaca memberi perhatian pada tahapan kedua (exploring available legal repertoire). Hal ini karena saya ingin mengembalikan pada hakikat kajian sosio-legal yang saya yakini, yaitu bahwa penelitian sosio-legal itu tetap harus dibawa sampai bermuara pada kritik terhadap hukum doktrinal, atau lebih tepat lagi terhadap formalisme hukum. Dalam ranah filsafat hukum, kajian sosio-legal paling dekat dengan cara pandang kaum realisme hukum, yang notabene adalah penentang paling keras terhadap paham legisme.

Dalam kerangka analisis ROLGOM, kritik bernuansa realis ditujukan kepada kualitas dari perundang-undangan, peraturan, prosedur, dan aktivitas berbagai lembaga pada setiap tahap proses akses terhadap keadilan. Bedner dan Vel menggunakan kaca mata “pemerintahan” yang mengklaim telah berdasar negara hukum untuk mencermati aspek perangkat hukum yang tersedia dalam memberi akses pada para pencari keadilan. Artinya, dalam suatu kerangka ROLGOM dari kajian sosio-legal ingin dicari tahu tentang apakah ada yang tidak beres pada perangkat hukum itu, sehingga pemulihan tidak dapat diberikan kepada para pencari keadilan.

Di sini perlu kehati-hatian karena setiap pemerintahan memiliki kompleksitas sendiri-sendiri, bergantung model pemerintahannya apakah menggunakan tipe [definisi] negara hukum yang sempit, lebih luas, atau paling luas. Tabel ROLGOM yang disajikan oleh Bedner dan Vel menunjukkan ada konsekuensi dari tiap-tiap tipe itu terkait unsur formal (prosedural), substansial, dan institusional. Dengan demikian, dapat saja kita temukan jawaban bahwa akses terhadap keadilan ternyata tidak dapat diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan karena model pemerintahan berdasar negara hukum yang terlacak [terutama] dari perangkat hukum yang tersedia, ternyata memang bertipe sempit. Andaikan kompleksitas unsur-unsurnya diperluas, maka akan sangat mungkin akses tersebut dapat dinikmati oleh pencari keadilan.

Satu lagi catatan tentang ROLGOM yang layak didiskusikan lebih jauh adalah mengenai nuansa kontekstual dari kasus-kasus pencarian akses terhadap keadilan itu, yang tentu sangat bergradasi. Para pencari keadilan dalam kasus-kasus lingkungan, misalnya, boleh jadi akan berhadapan dengan perangkat hukum yang berbeda dengan pencari keadilan dalam kasus-kasus diskriminasi ras atau gender. Bukan tidak mungkin model pemerintahan, bahkan dari [rezim] pemerintah yang sama, memiliki politik hukum yang berbeda untuk satu urusan dibandingkan dengan urusan lainnya. Ini berarti model pemerintahan terkait kompleksitas dari tipe unsur-unsur dalam definisi negara hukum (sempit-lebih luas-paling luas) itu juga tidak seragam untuk setiap konteks hukum kasus per kasus.

Saya dapat tunjukkan satu contoh menarik, misalnya dalam perkara Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melawan PT Newmont MInahasa Raya (NMR) tahun 2007 berkenaan dengan pencemaran di Teluk Buyat. Dari komposisi tergugat saja dapat diduga ada sisi menarik terkait sikap penggugat terhadap “model” pemerintahan yang sedang mereka hadapi. Walhi menjadikan PT NMR sebagai tergugat I (konpensi), Negara Republik Indonesia cq Pemerintah RI cq Departemen Energi dan Sumber Mineral sebagai tergugat II, kemudian Negara RI cq Pemerintah RI cq Kementerian Lingkungan Hidup sebagai turut tergugat. Dalam kajian sosio-legal, penempatan tergugat dan turut tergugat untuk dua departemen yang berbeda dari pemerintahan yang sama, seharusnya menarik untuk dipertanyakan. Benarkah ada dua karakter berbeda terkait perangkat hukum dari model pemerintahan untuk area di Departemen Energi dan Sumber Mineral, berbanding dengan area di Departemen Lingkungan Hidup pada kasus pencemaran di Teluk Buyat yang mereka persengketakan?

Jika kajian sosio-legal diperlakukan sebagai kajian interdisipliner, maka analisis ROLGOM untuk kasus seperti di atas, tidak selalu harus dimonopoli untuk dikerjakan sendiri oleh ahli hukum. Terkadang ahli hukum justru tidak mampu menemukan problematika dalam model pemerintahan berdasar negara hukum yang berlaku dalam kasus tersebut. Harus ada analisis empiris melalui kaca mata interdisipliner untuk mencari tahu permasalahan dan kritik apa yang dapat diberikan terhadap perangkat hukum yang tersedia.

Satu pertanyaan yang kerap ditanyakan mengenai kajian sosio-legal adalah apakah kajian ini masih dapat dimasukkan ke dalam rumah penelitian hukum? Saya kira ROLGOM yang diintroduksi oleh Bedner dan Vel ini dapat membantu “menghindarkan diri” dari kecurigaan para penanya terhadap kejatidirian kajian sosio-legal. (***)


 

 


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close