DOSEN BINUS SEBAGAI AHLI DI PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA
Pada tanggal 28 Juli 2022, Muhammad Reza Syariffudin Zaki atau Reza Zaki, dosen Business Law BINUS diminta untuk menjadi ahli hukum perdata pada perkara nomor 765/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Utr di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Menurut ahli, sesuai dengan ajaran Legisme (abad 19), suatu perbuatan melawan hukum (PMH) diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat atau melanggar hak orang lain. PMH ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPer yang berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut ”. PMH memiliki unsur-unsur sebagai berikut: (1) adanya suatu perbuatan; (2) perbuatan tersebut melawan hukum; (3) adanya kesalahan pihak pelaku; (4) adanya kerugian bagi korban; dan (5) adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. Berdasarkan unsur-unsur di atas, pengugat harus mampu membuktikan semua unsur PMH terpenuhi selain itu mampu membuktikan adanya kesalahan yang dibuat oleh debitur. Karena jika salah satu unsur saja tidak terpenuhi, maka gugur dengan sendirinya pemenuhan PMH.
Seringkali banyak pihak tidak bisa membedakan antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. M.A. Moegni Djojodirdjo dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum”, berpendapat bahwa amat penting untuk mempertimbangkan apakah seseorang akan mengajukan tuntutan ganti rugi karena wanprestasi atau karena perbuatan melawan hukum. Menurut Moegni, akan ada perbedaan dalam pembebanan pembuktian, perhitungan kerugian, dan bentuk ganti ruginya antara tuntutan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.
Dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat harus membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum selain harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang diperbuat debitur. Sedangkan dalam gugatan wanprestasi, penggugat cukup menunjukkan adanya wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar. Lalu, jika akan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat harus siap-siap untuk membuktikan dan menunjukkan bahwa bukan hanya ada suatu perbuatan melawan hukum, tetapi ada juga unsur kesalahan (schuld) yang dilakukan oleh Tergugat.
Gugatan yang diajukan oleh penggugat dalam ranah hukum perdata biasanya berisikan dalil-dalil yang didukung dengan alat-alat bukti. Hal ini berdasarkan Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata) yang berbunyi, “pada proses pembuktian terdapat prinsip bahwa setiap orang yang mendalilkan harus membuktikan”. Maka dari itu, pembuktian unsur-unsur pada gugatan perdata dibebankan kepada penggugat.
Disamping itu, seringkali terjadi kerancuan dimana pihak yang melakukan wanprestasi, namun melakukan gugatan perbuatan melawan hukum. Kesumiran ini bisa menjadi absennya kepastian hukum di negeri ini. Oleh karena itu, pengadilan harus betul-betul secara objektif melihat perikatan asli diantara para pihak, bagaimana kronologi perbuatan hukum yang terjadi sehingga pengadilan dapat memutuskan secara tegas apakah ini termasuk ke dalam wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Sehingga secara keperdataan, tidak dibenarkan seseorang yang jelas-jelas melakukan wanprestasi, lalu melakukan gugatan perbuatan melawan hukum. Karena harus diselesaikan terlebih dahulu cedera janji atau wanprestasinya di muka pengadilan untuk memberikan kepastian hukum. Oleh sebab itu wilayah yang tumpang tindih dan membingungkan ini menjadi terbuka untuk diisi oleh putusan-putusan hakim yang berisi penemuan hukum, dengan kata lain ada suatu role expectasi dari hukum untuk dijalankan oleh hakim. (***)
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...