TINDAK PIDANA OLEH ANGGOTA MILITER (Putusan Nomor 161-K/PM II-08/AD/VIII/2020 DAN Nomor 86-K/BDG/PMT-II/AD/XII/2020)
Oleh AHMAD SOFIAN (Maret 2022)
Kasus Posisi
Berdasarkan Putusan yang dibuat oleh Pengadilan Militer Jakarta No. 161-K/PM II-08/AD/2020 , maka dapat disimpulkan secara singkat bahwa ada 11 Terdakwa yang terlibat dalam penganiayaan yang menyebabkan kematian korban Jusni yang terjadi pada 9 Februari 2020 yang bermula dari keributan di Café Dragon Star di Tanjung Priok, Jakarta Utara dan dilanjutkan kejadi di Depan Masjid Jami’iatul Islam Tanjung Priok Jakarta Utara.
Awalnya Letda Cba Oky Abriansyah (Terdakwa I dan Serka Endika M. Nur (terdakwa 3) bergabung berjoget bersama pengunjung di Café Dragon Star sekitar pukul 3 pagi, sebelumnya keduanya meneguk Bir Putih dan Bir Hitam. Pada saat berjoget terdakwa 1 merasa disikut oleh seseorang pengunjung café yang juga ikut berjoget. Setelah acara musik selesai sekitar pukul 05.00 pagi, terdakwa 1 menyuruh terdawak 3 memukul orang diduga menyikutnya dengan sebotol bir ke kepala korban yang belakangan diketahui bernama Jusni, akibatnya botol bir pecah dan Jusni terjatuh ke lantai. Terjadi perkelahian antara Jusni dan Terdakwa 3. Teman-teman Jusni ikut membantu perkelahian itu. Karena kalah jumlah terdakwa 1 dan terdakwa 3 melarikan diri . Terdakwa 1 menuju pos 8 dan menuju Yonbekang-4/Air lalu mengajak anggota Yon Bekang TNI AD sebanyak 9 orang ke lokasi café untuk menyelamatkan terdakwa 3 dan mencari Jusni. Jusni dan 8 orang temannya melarikan diri. Jusni berusaha menyelamatkan diri namun ditabrak oleh Serda Prayogi yang mengendarai sepeda motor, dan korban terjatuh. Terdakwa 1 dan rekan-rekannya dari TNI AD melakukan pengeroyokan di depan Masjid Jami’iatul Islam sekitar pukul 06.00 pagi. Setelah tidak berdaya, Jusni dibawa para terdakwa ke Gedung Pelni Pelabuhan Tanjung Priok. Lalu Terdakwa 1 mengambil telepon milik Jusni dan menelepon teman jusni untuk menjemput Jusni. Rekan jusni membawa jusni ke RSUD Koja Utara untuk mendapatkan perawatan dan visum. Kondisi Jusni mengalami luka berat pada bagian wajah, gigi bagian atas patah, hidung mengeluarkan darah, kedua mata lebam, seluruh badan lecet. Jusni mengalami koma dan dirawat di IGD. Lalu pada tanggal 13 Februari 2020 sekitar pukul 09.00 Jusni dinyatakan meninggal dunia.
Dalam visum disebutkan:
“Bahwa berdasarkan visum et repertum nomor 043/TU.VER/0506A.II.02.20/II/2020 tanggal 18 Februari 2020 a.n. Sdr. Jusni (Almarhum) dari Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo yang ditandatangani oleh dr. Aria Yudhistira, Sp. FM NPS 145874 dengan kesimpulan pada pemeriksaan mayat laki-laki (a.n. Jusni) berusia dua puluh empat tahun, bergolongan darah “B” dan telah mendapat perawatan medis ini ditemukan resapan darah pada seluruh kulit kepala disertai pendarahan di bawah selaput keras dan lunak otak serta pendarahan dalam jaringan otak kecil dan batang otak, terlepasnya gigi disertai pendarahan gusi, resapan darah pada ginjal kanan dan kelenjar liur perut, luka terbuka pada hidung, luka lecet pada wajah, pinggang kiri, punggung, kedua anggota gerak atas dan paha kanan, memar-memar pada kepala, wajah leher, kedua anggota gerak atas dan tungkai bawah kanan, pembengkakan pada pipi kanan akibat kekerasan tumpul. Selanjutnya ditemukan perbendungan hebat pada organ-organ dalam tubuh. Sebab mati orang ini akibat kekerasan tumpul pada kepala yang menyebabkan perdarahan luas dalam tengkorak yang mengenai batang otak dan menyebabkan henti napas”
Jelas bahwa kematian Jusni disebabkan rangkaian perbuatan yang ditujukan pada sekujur organ tubuhnya yang menyebabkan kematian. Jadi kematian timbul karena adanya perbuatan-perbuatan, baik itu menendang, menampar, meninju, memukul dan sebagainya dengan menggunakan tangan, kaki, atau benda-benda keras lainnya. Perbuatan itu, tidak dillakukan oleh satu orang tetapi beberapa orang.
Secara singkat dapat digambarkan rangkain peristiwa dalam tabel berikut ini :
Dakwaan
Dakwaan yang digunakan oleh Oditur Militer adalah jenis dakwaan alternatif yaitu :
- Pasal 170 ayat (1) Jo ayat (2) Ke-3 KUHP yang berbunyi; “barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. Ke-3 dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
- Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 (1) Ke-1 KUHP yang berbunyi : “jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana penjaran paling lama tujuh tahun”
Tuntutan dan Putusan
Berdasarkan alat bukti yang dihadirkan di persidangan, termasuk keterangan saksi-saksi dan visum, dan keterangan terdakwa, Oditur Militer menuntut para terdakwa dengan Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Unsur Pasal 351 ayat (3) KUHP adalah sebagai berikut
Unsur subjektif | Unsur objektif | penjelasan |
Barang siapa | Perbuatan (perbuatan2) | Delik materiil yang memerlukan ajaran kausalitas untuk menemukan perbuatan yang menimbulkan kematian |
sengaja | Menimbulkan kematian |
Berdasarkan bukti-bukti yang diyakini oleh Majelis Hakim, seluruh terdakwa terbukti secara syah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituntut oleh Oditur Milter yaitu :
No. | Terdakwa | TUNTUTAN | HUKUMAN |
1. | Terdakwa 1 Letda Oky Abriansah | Penjara 2 tahun, dipecat dari dinas militer | 1 tahun dan 2 bulan + dipecat dari dinas militer |
2. | Terdakwa 2 | Penjara 1 tahun dan 3 bulan | 11 bulan |
3. | Terdakwa 3 | Penjara 1 tahun dan 2 bulan | 11 bulan |
4 | Terdakwa 4 | Penjara 1 tahun dan 2 bulan | 10 bulan |
5. | Terdakwa 5 | Penjara 1 taun dan 2 bulan | 9 bulan |
6. | Terdakwa 6 | Penjara 1 tahun dan 2 bulan | 9 bulan |
7. | Terdakwa 7 | Penjara 1 tanun dan 2 bulan | 9 bulan |
8. | Terdakwa 8 (serda Michael Julianto) | Penjara 1 tahun dan 6 bulan dan dipecat dari dinas militer | 1 tahun + dipecat dari dinas militer |
9. | Terdakwa 9 | Penjara 1 taun dan 2 bulan | 10 bulan |
10. | Terdakwa 10 | Penjara 1 tahun dan 2 bulan | 10 bulan |
11 | Terdakwa 11 | Penjara 1 tahun dan 6 bulan | 11 bulan |
Jika merujuk pada tuntutan dan putusan, maka putusan yang diberikan jauh lebih ringan daripada tuntutan Oditur Militer, hal ini disebabkan pertimbangan alas an yang meringankan yaitu para terdakwa sebelumnya belum pernah dijatuhkan pidana, bersikap sopan, dan masih muda.
Analisis Putusan dengan Ajaran Kausalitas
Untuk menanalisis putusan ini, saya menggunakan ajaran kausalitas. Dalam hukum pidana Indonesia ada 5 ajaran kausalitas yang berkembang. Kelima ajaran ini masih terus diajarkan di fakultas-fakultas hukum di Indonesia yaitu conditio sine qua non, generalisasi yang objektif, generalisasi yang subjektif, individualisasi, dan relevansi. Majelis hakim yang memeriksa kasus ini baik pada Pengadilan Militer menggunakan ajaran kausalitas generalisasi yang objektif. Dalam menemukan perbuatan (perbuatan-perbuatan) yang menimbulkan akibat yang dilarang, digunakan ilmu pengetahuanyang objektif dalam hal ini visum et repertum. Visum et repertum menemukan sebab yang menimbulkan kematian dan yang paling kuat adalah karena “kekerasan tumpul pada kepala yang menyebabkan perdarahan luas dalam tengkorak yang mengenai batang otak dan menyebabkan henti napas”
Dari visum ini ditemukan bahwa kualitas perbuatan terberat yang menimbulkan akibat yang dilarang, adalah perbuatan terdakwa 1 dan terdakwa 8 yang menimbulkan kematian pada korban. Disinilah letak ajaran generalisasi yang objektif dipergunakan oleh oditur militer dan juga majelis hakim Pengadilan Militer Jakarta yang menyidangkan perkara ini. Konstruksi ajaran kausalitas generalisasi objektif yang diterapkan oleh hakim Pengadilan Milter Jakarta adalah sebagai berikut:
Rangkaian perbuatan yang dipertimbangkan oleh Mejelis menunjukkan bahwa logika dari semua segmen perbuatan yang menimbulkan kematian dipertimbangkan. Perbuatan yang dilakukan terdakwa dirangkai sedemikian rupa sebagai tindak pidana. Mulai dari minum bir, memukul dan menyuruh memukul korban, perkelahian, meminta bantuan dari prajurit lain untuk menyerang korban.
Selain mempertimbangkan perbuatan-perbuatan (actus reus) para terdakwa, majelis hakim juga mempertimbangkan sikap batin jahat (mens rea) khususnya terdakwa 1 dan 8 yaitu:
No. | Sikap Batin Jahat (mens rea) Terdakwa |
1. | Sifat batin jahat ada pada terdakwa 1 |
2. | Sengaja memukul, sengaja memobilisasi anggota TNI, sengaja menyerang/menganiya, sengaja mengancam |
3. | 1 vs 11 orang, menunjukkan sikap batin sangat jahat |
Sementara itu pada tingkat Banding, Majelis Pengadilan MIliter Tinggi Jakarta menggunakan ajaran conditio sine qua non, mundur ke belakang, penyebab kematian karena disikut, karena disikut maka marah, dan ketika memukul balik (membalas) jiwanya terancam karena adanya teman teman korban yang menyerang. Jadi Hakim di Pengadilan Militer Tinggi telah mencampuradukkan antara syarat dan sebab, selain itu juga mencampuradukkan antara perbuatan dan kesalahan dalam menilai perbuatan (perbuatan-perbuatan) yang menimbulkan akibat yang terlarang. Sehingga amar putusan yang dibuat oleh Pengadilan Militer Tinggi Jarakta sebagai berikut :
NO. | TERDAKWA | PUTUSAN | KETERANGAN |
1 | TERDAKWA 1 | 1 TAHUN 8 BULAN | Pidana tambahan berupa pemecatan dihapus |
2 | TERDAKWA 8 | 1 TAHUN 6 BULAN | idem |
Ajaran conditio sine qua non tidak tepat dipergunakan dalam kasus ini, karena perbuatan yang dilakukan oleh para terdakwa tidak bisa dikaitkan dengan peristiwa “tersikutnya” Terdakwa 1 karena dalam peristiwa itu tersikut atau saling sikut sangat mungkin terjadi karena suasana riuh pikuh dan dipengaruhi oleh alkohol. Mengurangi hukuman terdakwa 1 dan 8 adalah tidak tepat dengan memasukkan pertimbangan conditio sine qua non. Harusnya hakim Pengadilan Militer Tinggi Jakarta menggunakan ajaran generalisasi yang objektif sebagaimana yang dipergunakan oleh hakim di Pengadilan Milter Jakarta, sehingga tidak mengurangi hukuman.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, secara singkat dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab pidana penuh ada pada terdakwa 1, menganiaya menyebabkan kematian sehingga tidak tepat jika hukuman pemecatan dihapus. Seharusnya Pengadilan Milter Tinggi menguatkan putusan Pengadilan Militer Jakarta. Conditio sine qua non yang dipergunakan untuk menghapus pidana tambahan menunjukkan terjadinya kesesatan dalam penerapan ajaran ini.
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...