People Innovation Excellence

TINDAK PIDANA ASURANSI: Studi Kasus Prudential

Oleh AHMAD SOFIAN (Februari 2022)

Dalam praktik tindak pidana pemalsuaan telah menimbulkan kerugian bagi banyak pihak, baik kerugian yang diderita orang perorang maupun kelompok orang bahkan korporasi. Aktor yang melakukan pemalsuan pun mengalami perkembangan tidak saja orang per orang bahkan korporasi terlibat dalam melakukan tindak pidana pemalsuan. Dalam konteks tindak pidana dibidang perasuransian, sejumlah nasabah juga menjadi korban pemalsuaan berupa tanda tangan atau identitas lainnya yang dilakukan oleh tenaga marketing (agen). Selain pemalsuaan, yang acap kali dilakukan oleh marketing atau agen asuran adalah memberikan keterangan yang tidak lengkap, tidak benar, atau informasi palsu sehingga merugikan nasabah.  Jika pemalsuaan atau keterangan yang tidak benar tersebut melibatkan tenaga marketing atau agen, apakah korporasi dapat diminta pertanggungjawaban pidananya ? Pendapat hukum berikut ini akan menguraikan sebuah kasus hukum yang berkekuatan hukum tetap yang menghukum seorang marketing asuransi karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pemalsuan tanda tangan. 

Studi Kasus

  1. BRYAN MALVIN yang saat ini dinyatakan secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuaan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat(1) dan dipidana selama 1 tahun penjara sebagaimana divonis oleh Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 25 November 2021 Nomor 2127/Pid.B/2021/PN.Sby.
  2. Berdasarkan Putusan tersebut BYAN MALVIN adalah agen atau tenaga pemsaranpada P.T. Prusolid Citra Mandiri yang merupakan Cabang dari P.T. Prudential yang bergerak dalam bidang Asuransi.[1] BRYAN MALVIN bertugas menawarkan produk asuransi dari PT. Prudential kepada nasabah  berupa Prolink Asurance Account (PPA)  yaitu asuransi kesehatan, jiwa, penyakit kritis, kecelakaan dan investasi. Kemudian sejak tahun 2019 Prolink Asuransi Accoun (PPA) beruba menjadi prolink Generasi Baru (PPB) yang bisa memberikan manfaat dan keuntungan lebih besar untuk nasabah.
  3. Pada tahun 2017 BYAN MALVIN menawarkan produk AsUransi dari Prudential yaitu Prolink Asurance Accoun berupa asuransi Kesehatan, jiwa dan investasi kepada ONG SIAUW JONG dengan nomor polisi 12348957 jenis PRU Prime Healthcare selama 10 tahun dengan premi Rp. 3.500.000 per bulan yang pembayarannya melalui auto debet melalui Rekening BCA nomor 19900311133 atas nama ONG SIAUW JONG.
  4. BRYAN MALVIN menawarkanuntuk melakukan up grade asuransi kepada ONG SIAUW JONG yaitu Prolink Asurance Account (PPA) menjadi produk PGB tanpa harus membuka polis baru.
  5. BRYAN MELVIN mengisi dan memalsukan tanda tangan ONG SIAUW JONG pada formulir penarikan dana dari polis nomor 12348957 tertanggal 19 dan 23 September 2019, Surat Pengajuan Asuransi Jiwa (SPAJ) Nomor SPAJ/Proposal 9104061113 dan surat formular pengakhiran manfaat asuransi tambahan yang memberikan manfaat rawat inap dan atau tindakan bedah serta manfaat rawat jalan yang memiliki fasilitas kartu peserta dengan kode formular UW-62 untuk pencabutan manfaat Kesehatan yang lama untuk mengganti form kesehatan yang baru.
  6. Bahwa Pada bulan Oktober 2019 sudah terbit buku Polis nomor 13060804 atas nama ONG SIAUW JONG jenis polis Prulink Generasi baru (PGB) dimana ONG SIAUW JONG tidak pernah mengajukan pembukaan polis baru;
  7. Pada 3 Desember 2019 BRYAN MELVIN memberitahukan kepada ONG SIAUW JONG bahwa tangannya dipalsukan untuk membuka polis baru.
  8. Dengan dibukanya polisi baru tersebut ONG SIAUW JONG hrus membayar 2 polis dengan rincian polis ama nomor 12348957, sebesar Rp. 3.500.000 dibayar sebanyak 9 bulan sebesar Rp. 31.000.000. kemudian polis baru jenis PGB nomor 13060804 diayar 8 bulansenilai Rp. 24.733.333. Total  senilai yang sudah dibayarkan oleh saksi ONGK SIAWU JONG Rp. 56.233.333 kepada PT. Prudential.
  9. Alasan BRYAN MALVIN memalsukan ONG SIAUW JONG adalahagar bisa mendapatkan komisi 30% dari jumlah premi yang disetor oleh ONG SIAUW JONG selama 2 tahun dari awal pembukaan polis.

Dugaan Tindak Pidana

Dari kasus posisi yang dipaparkan di atas, pertanyaan yang diajukan adalah apakah PT. PRUDENTIAL  dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh BRYAN MALVIN ? Undang-Undang dan Pasal apakah relevan yang digunakan untuk memperluas pertanggungjawaban pidana PT. PRUDENTIAL?

Dalam menjawab pertanyaan di atas saya akan menggunakan beberapa norma hukum yaitu : (1) Pasal 263 dan 266 KUHP tentang Pemalsuaan (2) Pasal 75 juncto Pasal 31 ayat (2) UU 40 tahun 2014 tentang Perasuransian. Pasal ini mengatur tentang ancaman pidana bagi siap saja yang memberikan informasi yang tidak benar, palsu, atau menyesatkan kepada pemegang polis.  Oleh karena tindak pidana diduga melibatkan korporasi maka perlu mengkaitkan dengan PERMA 13/2016  tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korasi. Selain itu karena pelaku yang terlibat lebih dari satu yaitu BRYAN MALVIN dan PT. PRUDENTIAL maka perlu juga mengkaitkan dengan Pasal 55 KUHP.

Tentang Tindak Pidana Pemalsuan

Delik-delik pemalsuan menarik untuk diperbincangkan dalam konteks hukum pidana, karena kalangan ahli hukum pidana memiliki pandangan yang berbeda terhadap delik ini. Sebagian mengatakan bahwa pemalsuan masuk kategori delik materiil, namun sebagian lagi menyatakan sebagai delik formil. Jika pemalsuan digolongkan sebagai delik materiil, maka akibat yang dilarang harus muncul setelah perbuatan tersebut dilakukan, dan jika akibat yang dilarang tidak timbul, maka tidak digolongkan sebagai delik. Namun, jika digolongkan sebagai delik formil, maka akibat tersebut tidak mutlak sebagai unsur, sehingga sepanjang perbuatan sudah dilakukan, maka tidak penting mempertimbangkan akibat yang dilarang muncul atau tidak.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tindak pidana pemalsuan dalam beberapa jenis, yaitu sumpah palsu (Pasal 242), pemalsuan mata uang, uang kertas negara dan uang kertas bank (Pasal 244-252), pemalsuan materai dan cap/merek (Pasal 253-262), pemalsuan surat (Pasal 263-276), laporan palsu dan pengaduan palsu (Pasal 220). Dalam tulisan ini maka pembahasan difokuskan pada tafsir atas pemalsuan surat terutama Pasal 263 dan Pasal 266 karena kedua pasal ini acapkali menimbulkan tafsir yang beragam di kalangan para ahli hukum pidana.

Pasal 263 dan Pasal 266 berada dalam satu bab yaitu Bab XII tentang Pemalsuan dalam Surat-Surat (valschheid in geschrift) yang  berturut-turut memuat empat title, semuanya tentang kejahatan terhadap kekuasaan umum. Pemalsuan dalam surat-suart dianggap lebih bersifat mengenai kepentingan masyarakat, yaitu kepercayaan masyarakat kepada isi surat-surat daripada bersifat kepentingan kepentingan pribadi yang mungkin secara langsung dirugikan dengan pemalsuan surat ini. Secara umum, unsur-unsur pemalsuan surat dalam Bab XII ini terdiri dari  (1) suatu surat yang dapat menghasilkan sesuatu hak sesuatu perjanjian utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu kejadian; (2) membuat surat palsu (artinya surat itu sudah dari mulainya palsu) atau memalsukan surat (artinya surat itu tadinya benar, tetapi kemudian palsu); (3) tujuan menggunakan atau digunakan oleh orang lain; (4) dapat menimbulkan kerugian.

Dalam melakukan tafsir atas suatu pasal dalam KUHP, maka secara teoritis dapat digunakan dengan mengurai unsur-unsur yang objektf dan unsur-unsur subjektif dari pasal tersebut. Unsur-unsur yang subyektif. Satochid Kartanegara, menerangkan tentang unsur-unsur yang obyektif adalah unsur-unsur yang terdapat diluar manusia, yaitu yang berupa: suatu tindak tanduk atau  suatu tindakan, suatu akibat tertentu (eem bepaald gevolg) dan keadaan (omstandddigheid), yang kesemuanya ini dilarang oleh undang-undang. Sedangkan unsur-unsur yang subyektif dapat berupa: dapat dipertanggungjawabkan dan kesalahan.

Pasal 263 KUHP

  • Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan  sebagai bukti dari  sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana  penjara paling lama enam tahun.

  • Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang di palsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.

Pertanggungjawaban pidana

Untuk mengetahui apakah pelaku dapat diminta pertanggungjawaban atas delik yang dilakuknanya maka harus dilihat dapat kemampuan jiwa (versdelijke vermogens), doktrin ini secara lebih lengkap disebut dengan actus non facit reum nisi mens sit rea (actus reus dan mens rea) : suatu perbuatan tidak dapat membuat orang bersalah kecuali dilakukan dengan niat jahat atau geen straf zonder schuld. Kesalahan merupakan unsur penting dari pertanggungjawaban pidana disamping unsur lainnya yaitu kemampuan bertanggung jawab dan tiadanya alasan pemaaf.

Kesalahan dibagi dua, yaitu kesengajaan dan kelalaian. Dalam konteks kasus ini maka yang akan ditafsirkan adalah kesengaajaan karena Pasal  263 KUHP menghendaki adanya unsur kesengajaan (dengan maksud). Kesengajaan : atau dolus (opzet) atau intention tidak dirumuskan dalam KUHP namun ada dalam penjelasan Memorie van Toelichting (MvT) yaitu menghendaki dan menginsafi  suatu tindakan beserta akibat-akibatnya (willen en wetten) kategori perbuatan ini disebut juga dengan dolus manus. Untuk mengetahui ada tidaknya kesengajaan dapat mempertimbangkan dua teori berikut ini yaitu :

  1. Teori kehendak (willstheorie)yang menghendaki perbuatan dan akibat-akibatnya teori kehendak ini dikenal dengan prinsip dolus manus.
  2. Teori membayangkan (voorstelingstheorie)yaitu suatu akibat tidak mungkin dikehaki karena pada prinsipnya manusia hanya memiliki kehendak untuk melaksanakan perbuaan tetapi tidak dapat menghendaki akibatnya.

Dalam praktik tidak ada perbedaan dalam menerapkan teori ini, kecuali hanya perbedaan istilah saja. Karena hanya ingin mengukur, apakah akibat tersebut dikehendaki atau dibayangkan saja. Dalam konteks kelalaian maka ada dua jenis yaitu kelalaian berat (culva lata) dinilai karena kekurang waspadaan atau kekurang hati-hatian dari pelaku dan kelalaian ringan (culva levis) karena tingkat kecerdasan pelaku yang diperbandingkan dengan tingkat kecerdasan rata-rata pada umumnya. Ukuran kecerdasan ini mengacu pada pengetahuan pelaku dan persepsi pelaku sebagai manusia normal. Untuk mengukur tingkat kelalaian ini pun, dapat menggunakan tingkat usia pelaku dan keadaan fisik pelaku. Tidak bisa menyamaratakan antara pelaku yang satu dengan pelaku yang lain karena tingkat kecerdasan rata rata orang juga dipengaruhi oleh usia, sehingga menimbulkan perilaku ketidakhati-hatian (Sianturi).

Tindak Pidana  Asuransi  (Pasal 31 ayat (2)  jucnto Pasal 75 UU No. 40/2014)

Jika mengacu pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang perasuransian, maka perbuatan yang dilakukan oleh BRYAN MALVIN harusnya bisa dikaitkan dengan Pasal 31 ayat 2 dan Pasal 75. Bahkan jika mengacu Pasal 1 angka 34 korporasi juga bisa dilibatkan dalam dugaan tindak pidana ini, karena yang dikatakan setiap orang berdasarkan Pasal 1 angkat  34 tersebut adalah orang per orang atau korporasi.

Pasal 32 (2)

Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Perasuransian wajib memberikan informasi yang benar, tidak palsu, dan/atau tidakk menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta mengenai risiko, manfaat, kewajiban dan pembebanan biaya terkati dengan produk asuransi atau produk asuran Syariah yang ditawarkan.

Pasal 75

Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan informasi atau memberikan informasi yang tidak benar, palsu dan/atau menyesatkan kepada pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paing lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).

Pasal 1 angka 34

Setiap orang adalah orang perorang atau korporasi.

Dengan mengacu pada UU Perasuransi ini maka ada dugaan kuat  BRYAN MALVIN selain melakukan tindak pidana pemalsuaan juga melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 32 (2) juncto Pasal 75 UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransi.

Unsur Pasal 75

Unsur Subjektif Unsur Objektif Penjelasan
Setiap orang Sebagaimana dijelaslkan Pasal  1 angka 34, setiap orang adalah orang per orang dan juga korporasi. Dalam hukum pidana korporasi bisa berbadan hukum dan bisa juga tidak berbadan hukum
Dengan sengaja Ada sikap batin yang jahat, punya kehendak dan punya pengetahuan untuk mewujudkan satu perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
tidak memberikan informasi atau memberikan informasi yang tidak benar, palsu dan/atau menyesatkan Unsur ini merupakan alternatif, cukup dibuktikan salah satu saja. Jika mengacu pada putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. Putusan  Nomor 2127/Pid.B/2021/PN Sby unsur yang terbukti adalah memberikan informasi palsu. Informasi palsu yang diberikan dikaitkan dengan tanda tangan palsu pada dokument  atas nama ONG SIAUW JONG
kepada pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta Adalah objek yang menjadi sasaran tindak pidana, bisa per orangan, kelompok orang dan bahkan korporasi. Objek ini memiliki hubungan hukum atau hubungan lain dengan pelaku tindak pidana.

Jika dikaitkan dengan kasus posisi yang dijelaskan di atas seharusnya PT. PRUDENTIAL juga dapat diminta pertanggungjawaban pidana sebagai organ korporasi yang memiliki hubungan hukum atau hubungan lain dengan BRYAN MALVIN. Berdasarkan rumusan Pasal 75 UU No. 40/2014 sangat memungkinkan korporasi sebagai subjek hukum yang dapat dminta pertanggujawaban pidana atas perbuatan organ yang ada di dalam korporasi tersebut.

PERMA13/2016

Peraturan Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2016 tentan Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi. Merupakan hukum acara formil yang menjadi panduan pengadilan ketika menyidangkan perkara yang subjek hukumnya adalah korporasi. Namun demikian penyidik dan penuntut umum juga harus menggunakan PERMA ini dalam proses penyidikan dan penuntutan ketika pelakunya adalah korporasi, karena KUHAP tidak mengatur secara khusus tentang mekanisme penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan jika pelakunya adalah korporasi. Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaaan yang terorganisir, baik merupkana badan hukum maupun bukan badan hukum.

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA 13/2016) Model pertanggunajawaban pidana korporasi dapat digambarkan sebagai berikut :

No. PERMA 13/2016
1. Dilakukan oleh orang  berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain
2. Sendiri-sendiri maupun bersama-sama
3. Bertindak untuk dan atas nama korporasi
4. Di dalam maupun di luar lingkungan korporasi
5. Korporasi memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tsb, atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi
6. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana
7. Korporasi tidak melakukan langkah-Langkah yang diperlukan untuk mencegah tindak pidana
8. Korporasi tidak mencegah dampak yang lebih luas
9. Korporasi tidak memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku untuk menghindari terjadinya tindak pidana

Dengan mengacu pada PERMA 13/2016 maka,  PT. PRUDENTIAL bisa diminta pertanggungjawaban pidana jika kasus ini dibawa ke pengadilan. Ada hubungan hukum atau hubungan  kerja antara BRYAN MALVIN dan PT. PRUDENTIAL. Hubungan kerja menjadi dasar untuk meminta pertanggungjawaban pidana korporasi PT. PRUDENTIAL. Jika penyidik mengembangkan penyidikan tentang keterlibatan korporasi PT. PRUDENTIAL maka perlu juga melihat struktur dewan komisaris dan dewan direktsi PT. PRUDENTIAL. Yang akan mewakili PT. PRUDENTIAL adalah DIREKSI bukan DEWAN KOMISARIS, karena direksilah yang menjalankan operasional dan manajerial PT. PRUDENTIAL. Untuk kepentingan pemeriksaan maka diwakili oleh Presiden Direktur  atau Direktur PT. PRUDENTIAL.

Kesimpulan

Dari uraian di atas beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah ;

  1. Tindak pidana pemalsuan yang telah terbukti secara sah dan menyakinkan dilakukan oleh BRYAN MALVIN. Dalam mewujudkan tindak pidana ini maka penyidik perlu melakukan pengembangan dengan menganalisa lebih lanjut dugaan keterlibatan PT. PRUDENTIAL dalam mewujudkan delik ini, apakah dugaan keterlibatan dalam tindak pidana pemalsuaan tersebut dilakukan  secara sengaja (dolus) atau karena kelalaina (culva). Karena itu PERMA 13/2016 dan Pasal 55 KUHP perlu dijadikan sandaran dalam mengetahui dan mendalami keterlibatan PT. PRUDENTIAL.
  2. Dugaan tindak pidana asuransi sebagaimana diatur dalam Pasal 75 juncto Pasal 31 ayat (2) UU No. 40/2014 tentang Perasuransian yang diduga dilakukan oleh BRYAN MARVIN dan atau PT. PRUDENTIAL patut didalami karena unsur-unsur pasal ini memiliki keterkaitan dengan perbuatan dilakukan oleh BRAN MARVIN dan atau PT. PRUDENTIAL.

REFERENSI:

[1] Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 2127/Pid.B/2021/PN Sby, hlm. 4 dan hlm 27



Published at :

Periksa Browser Anda

Check Your Browser

Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

We're Moving Forward.

This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

  1. Google Chrome
  2. Mozilla Firefox
  3. Opera
  4. Internet Explorer 9
Close