REZA ZAKI MENJADI AHLI DI PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT DALAM PERKARA DUCK KING
Pada 3 Februari 2022, Muhammad Reza Syariffudin Zaki atau Reza Zaki, dosen Business Law BINUS University menjadi Saksi Ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada perkara Nomor: 914/Pid.B/2021/PN.Jkt.Brt, 915/Pid.B/2021/PN.Jkt.Brt, 916/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Brt, 917/Pid. B/2021/PN.Jkt.Brt, & 918/Pid.B/2021/PN.Jkt.Brt. Zaki hadir sebagai Ahli dalam Hukum Bisnis dan Perdata Internasional menjelaskan mengenai perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Restaurant Duck King melakukan Kerjasama berupa investasi dari Perusahaan asal Jepang. Perjanjian telah dibuat dengan menentukan lex cause hukum Singapura dan lex fori Singapore International Arbitration Center (SIAC). Namun justru perusahaan asal Jepang ini melaporkan dalam perkara pidana di Pengadilan Yurisdiksi Indonesia yang tidak pernah disepakati sebelumnya.
Zaki menerangkan bahwa hukum harus ditempatkan pada orbitnya. Perjanjian tersebut terikat pada asas Pacta Sunt Servanda atau ‘janji harus ditepati’ (agreements must be kept) berdasarkan Vienna Convention 1969. Hal ini juga diatur di dalam pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUHPerdata. Dalam Hukum Islam, asas pacta sunt servanda dikenal dengan asas al-hurriyah (kebebasan). Para pihak dalam hukum perdata internasional tidak dapat melakukan upaya hukum diluar dari perjanjian yang telah disepakati. Apabila di dalam perjanjian telah disepakati governing law dari negara A, maka tidak bisa kemudian melakukan upaya hukum di negara B. Hal ini berlaku baik untuk lex cause maupun lex fori. Sehingga jika salah satu pihak melakukan upaya hukum diluar dari governing law yang telah disepakati di dalam perjanjian, sudah semestinya Lembaga penyelesaian sengketa baik litigasi maupun non litigasi mengatakan tidak berwenang untuk mengangani perkara tersebut. Sebagai contoh, kompetensi absolut arbitrase diatur dalam ketentuan Pasal 3 UU No. 30 tahun 1999 yang menyebutkan bahwa “Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian Arbitrase”.
Perlu diingat bahwa Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”), telah mengatur sebagai berikut
Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.
Ini berarti, walaupun ada laporan, pengadilan tidak boleh memidanakan seseorang karena ketidakmampuannya membayar utang. Di sinilah peran dan integritas penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, hakim dan advokat sangat diharapkan untuk tidak merusak sistem peradilan yang ada atau dengan memidanakan suatu perbuatan hukum perdata […].
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...