WAWANCARA UNTUK TIM PENELITIAN MA DAN UGM TENTANG YURISPRUDENSI HUKUM PAJAK
Pada tanggal 16 September 2021, bertempat di Hotel Double Tree, Cikini, Jakarta, berlangsung diskusi tentang peran yurisprudensi dalam penyelesaian sengketa pajak. Diskusi ini menambilkan narasumber dosen Jurusan Hukum Bisnis BINUS Shidarta, dihadiri oleh tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada dan Mahkamah Agung,
Tim dari UGM yang antara lain terdiri dari Taufiq Adiyanto, Fadhilaturl Hikmah, dan Irine Handika Ikasari ini menganggap penting untuk mencari tahu tentang seberapa mungkin yurisprudensi yang telah berkembang selama ini dapat menjadi sumber hukum guna melengkapi kelemahan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Menurut Shidarta, per definisi, yurisprudensi itu sudah sama-sama dipahami kedudukan dan peranannya, tetapi dalam kenyataannya kita menyaksikan apa yang disebut yurisprudensi itu belum tentu disepakati.
Ada beberapa putusan hakim yang diklaim sebagai yurisprudensi dalam hukum pajak. Sebagai contoh melalui putusan Nomor 13 B/PK/PJK/2013 dinyatakan bahwa kontrak karya adalah lex specialis terhadap peraturan daerah, sehingga dengan demikian kontrak karya itu dapat menyimpangi ketentuan peraturan tersebut. Implikasinya adalah salah satu pihak dalam sengketa itu, yaitu PT Newmont Nusa Tenggara Barat tidak dapat dikenakan pajak atas kendaraan berat yang dimilikinya. Rumusan kaidah demikian sekilas mendekati model kaidah yurisprudensi karena memang tercermin di dalamnya ada penemuan hukum. Putusan inipun kemudian telah diikuti oleh sejumlah putusan hakim setelah itu. Namun, di mata pengkaji putusan, rumusan kaidah seperti itu tetap menarik untuk dikritisi, misalnya sejauh mana suatu kontrak layak dikategorikan sebagai “lex”. Putusan lain yang ikut dibahas dalam acara ini adalah putusan yang menuai polemik tentang pengenaan pajak untuk air dan gas bumi. (***)
Baca juga artikel yang sejalan:
http://business-law.binus.ac.id/2018/03/03/lex-specialis-de…at-legi-generali/
Published at :