LEGAL MEMORANDUM DAN BENTUK TUGAS LAIN UNTUK MAHASISWA
Oleh SHIDARTA (September 2021)
Di Program Studi (S1) Hukum pada Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS, para mahasiswa sering diberikan beberapa jenis tugas (assignment) yang mencakup beberapa jenis dokumen. Kerap muncul pertanyaan, apa beda dari jenis-jenis dokumen itu dan apa fungsinya. Tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan tentang hal yang banyak ditanyakan tersebut.
Pertama, terdapat jenis tugas yang diberi nama laporan hukum (legal report). Ini adalah dokumen tugas yang melatih mahasiswa untuk membuat rangkuman tentang suatu topik diskusi. Topik tersebut dapat berasal dari buku teks atau artikel jurnal yang membahas konsep-konsep atau asas-asas hukum tertentu di dalam perkuliahan. Dalam hal ini, dosen dapat menugaskan mahasiswa membuat laporan hukum sebagai hasil penelusuran berbagai referensi. Sebagai contoh, suatu ketika dosen tengah membahas tentang asas legalitas, ia lalu meminta agar para mahasiswa membaca beberapa literatur tentang asas legalitas ini dan kemudian membuat rangkuman atas hasil bacaan mereka. Pada level paling rendah, mahasiswa cukup dituntut untuk punya kemampuan mencari sumber, menyeleksi, dan mengutip inti dari isi literatur tersebut. Pada level yang lebih tinggi, mahasiswa dituntut untuk mampu memetakan berbagai pendapat tentang asas legalitas itu, dengan cara mengelompokkan mana pendapat yang sejenis dan mana yang berbeda; atau mana yang lebih luas dan mana yang lebih sempit. Pada level tertinggi, mahasiswa diminta untuk mampu mengutarakan pendapat pribadinya tentang mana dari pandangan-pandangan itu yang paling tepat untuk konteks tugas dari dosen saat itu, dengan tentu saja disertai alasan-alasannya. Tidak tertutup kemungkinan, mahasiswa mampu pula mengutarakan pandangannya sendiri yang berbeda dengan semua pendapat yang telah ditelusurinya.
Kedua, bentuk tugas yang disebut pendapat hukum (legal opinion). Mengenai bentuk tugas ini sudah pernah dibahas dalam beberapa artikel singkat di situs ini. Dosen-dosen yang memberi tugas kepada mahasiswa untuk membuat pendapat hukum, dan para mahasiswa yang mendapat tugas demikian, dipersilakan untuk mencermati artikel-artikel terdahulu, dengan tautan (link) sebagaimana dicantumkan pada bagian akhir tulisan ini.
Ketiga, bentuk tugas yang disebut memorandum hukum (legal memorandum). Bentuk tugas ini belum sempat disinggung dalam situs business-law.binus.ac.id, sehingga dipandang perlu untuk dijelaskan lebih rinci pada kesempatan kali ini. Hal ini terutama juga untuk menghindari kebingungan para mahasiswa, mengingat ada banyak pengertian dan struktur memorandum hukum yang berseliweran di jagad maya. Sejumlah fakultas hukum memakai nomenklatur “memorandum hukum” untuk menyebutkan tugas akhir, semacam varian dari skripsi dengan penekanan pada studi kasus. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika di sana, sistematika tugas akhir berupa memorandum hukum tersebut menyerupai sistematika skripsi. Jurusan Hukum Bisnis BINUS sendiri lebih memilih untuk memaknainya secara berbeda, dengan menyesuaikannya untuk kebutuhan tugas mata kuliah tertentu.
Terlepas bahwa memorandum hukum sudah dimaknai berbeda-beda, di dalam praktik, istilah memorandum hukum cukup sering dipakai di kalangan kantor/firma hukum (law office/law firm), mengacu pada dokumen yang dibuat oleh junior lawyer atas permintaan senior lawyer terkait isu hukum tertentu. Untuk kepentingan pembelajaran di kalangan mahasiswa, memorandum ini dimodifikasi sebagai bentuk tugas suatu mata kuliah. Berbeda dengan laporan hukum yang menyoroti tentang konsep dan asas hukum; pada memorandum hukum, perihal yang ditelaah adalah tentang dasar-dasar hukum yang berpotensi untuk digunakan dalam menyelesaikan suatu isu hukum tertentu. Artinya, tugas pembuatan memorandum hukum ini sudah spesifik untuk mengajak mahasiswa mengeksplorasi sumber-sumber hukum yang tersedia. Dalam arti formal, sumber-sumber hukum itu dapat berupa peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kebijakan, norma kebiasaan, kaidah yurisprudensi, perjanjian internasional, doktrin dan/atau ketentuan swakrama (autonomic legislation). JIka kasusnya perdata, sumber hukum berupa kontrak di lapangan hukum perdata, juga tidak kalah pentingnya sebagai pijakan penyelesaian suatu kasus kontrak.
Katakan saja sebagai contoh, isu yang akan diangkat adalah tentang selegram yang mengiklankan suatu produk komestik dan ternyata kosmetik ini mengandung bahan kimia berbahaya. Dalam memorandum hukum, mahasiswa wajib untuk memahami apa duduk permasalahannya. Lalu, ia harus merelasikan permasalahan ini ke sumber-sumber hukum yang tersedia. Mahasiswa mungkin menemukan beberapa pasal dalam KUH Perdata dan KUH Pidana. Ada juga ketentuan di dalam UU Perlindungan Konsumen, UU Penyiaran, UU Kesehatan, dan sebagainya. Tidak hanya UU, tetapi juga bisa mengacu ke peraturan yang lebih rendah tingkatannya. Apabila ada putusan hakim yang relevan berkenaan kasus serupa, terutama yang sudah diklaim sebagai yurisprudensi, dapat pula dijadikan dasar hukum; demikian juga dengan jenis sumber hukum lainnya. Sumber-sumber hukum itu dapat pula sengaja dibatasi atau ditentukan oleh dosen, tetapi dapat dibiarkan bergantung pada kecermatan mahasiswa dalam mengeksplorasi. Semua dasar hukum itu, satu demi satu, dianalisis dan dikritisi. Pada bagian akhir, mahasiswa kemudian memberi rekomendasi, yaitu mana di antara dasar-dasar hukum itu yang paling relevan untuk digunakan disertai argumentasi yang tepat. Pilihannya bisa salah satu dari sumber/dasar hukum tadi, namun mungkin pula berupa kombinasi di antara mereka.
Dosen meminta mahasiswa membuat memorandum hukum dengan menuangkannya ke dalam sistematika sebagai berikut:
Latar Belakang | Bagian ini memuat latar belakang dari suatu isu hukum yang problematis. Sangat dianjurkan bagi dosen untuk memilih isu yang kompleks dan dapat ditelaah dari berbagai ranah hukum. Dosen dapat menuliskan latar belakang sebagai deskripsi tugas pembuatan memorandum hukum ini. Misalnya, diceritakan bahwa dalam kurun waktu tiga bulan belakangan ini, ramai diperbincangkan beberapa selegram yang digugat oleh konsumen karena menjadi bagian dari iklan kosmetik. Setelah ditelusuri ternyata selegram itu tidak benar-benar memakai kosmetik tersebut, melainkan lebih sebagai figur pengiklan belaka (endorsement). Bagi pengkaji hukum, isu seperti ini menarik untuk ditelaah secara komprehensif, yang pada intinya ingin ditelusuri apa saja dasar hukum yang dapat digunakan dilihat dari salah satu atau beberapa perspektif. | |
2 | Asumsi | Apabila isunya sendiri tidak cukup lengkap informasinya, maka mahasiswa dapat melengkapinya dengan asumsi-asumsi yang relevan. Misalnya, diasumsikan bahwa produknya sudah mendapat izin BPOM (dalam latar belakang tidak ada informasi tentang hal ini). Diasumsikan, konsumennya tidak hanya ingin kasusnya diselesaikan secara perdata, melainkan juga pidana. Perspektif yang digunakan adalah perspektif konsumen, dan sebagainya. |
3 | Analisis Dasar Hukum 1 | Satu dasar hukum yang punya potensi ini lalu dianalisis. Untuk itu perlu ditelusuri seberapa mungkin dasar hukum ini digunakan. Tentu di bagian ini mahasiswa tidak boleh sekadar menyebutkan dasar hukumnya, tetapi harus membuat analisis apa kelebihan dan kekurangan jika dasar hukum itu akan digunakan. Tambahan kajian-kajian literatur juga sangat dianjurkan untuk dipakai guna melengkapi analisis tersebut. |
4 | Analisis Dasar Hukum 2 | Setelah dasar hukum pertama ditelaah, maka giliran selanjutnya adalah dasar hukum kedua. |
5 | Analisis Dasar Hukum 3 | Penelaahan atas dasar hukum ketiga, dan seterusnya. |
6 | Rekomendasi | Pada bagian ini, mahasiswa memilih mana dari satu [atau beberapa dasar hukum sekaligus] yang menurutnya paling tepat untuk menyelesaikan isu hukum ini. |
7 | Daftar Referensi | Mahasiswa menyebutkan apa saja referensi yang digunakan. |
Pembaca dapat melihat dengan jelas, bahwa terkait struktur (sistematika) memorandum hukum di atas, memang sudah berbeda dengan memorandum yang biasa ditemukan di kantor/firma hukum. Hal ini tidak lain karena memorandum ini sengaja didesain untuk kepentingan tercapainya luaran pembelajaran (learning outcomes) tertentu dari perkuliahan.
Apabila dibandingkan di antara ketiga bentuk tugas (assignment) itu, perbedaannya kurang lebih terlihat pada fokus dan tujuannya. Pada pembuatan laporan hukum (legal report), fokus perhatian mahasiswa adalah pada penjelasan tentang konsep atau asas hukum. Pada memorandum hukum, fokusnya pada penjelasan tentang sumber-sumber hukum dan daasr-dasar hukum yang relevan dan keputusannya untuk merekomendasikan dasar hukum pilihannya itu secara argumentatif.
Lain pula halnya dengan pendapat hukum (legal opinion). Untuk pembuatan pendapat hukum, fokusnya pada pelayanan kepada klien. Mahasiswa harus tahu siapa yang meminta pendapat hukum itu dan apa-apa saja pertanyaan yang dimintakan untuk dijawab. Sebuah pandapat hukum harus diarahkan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu saja. Klien membutuhkan ketegasan sikap pemberi pendapat hukum itu, sehingga jawabannya cukup digiring ke satu opini tertentu. Harap diingat, oleh karena peminta pendapat hukum [biasanya] adalah klien, sehingga jawaban yang diberikan pun sudah dapat dipastikan harus bertitik tolak dari perspektif kebutuhan atau kepentingan klien tersebut.
Dalam tugas perkuliahan, mungkin saja dosen meminta kepada beberapa mahasiswa atau kelompok mahasiswa membuat terlebih dulu draf pendapat hukum (legal opinion) mereka masing-masing. Dikatakan baru berupa draf karena dalam hal ini, dosen memposisikan dirinya semacam seorang senior lawyer di sebuah kantor/firma hukum yang ingin tahu pandangan-pandangan dari junior lawyers. Beberapa draf yang diserahkan oleh para mahasiswa itu kemudian diminta untuk dipresentasikan. Tujuannya tentu agar mahasiswa dapat saling belajar. Dosen menutup tugasnya dengan meminta mahasiswa menyepakati satu pendapat hukum yang paling argumentatif yang bakal diserahkan ke peminta pendapat hukum (klien). (***)
Beberapa tautan (link) artikel tentang pendapat hukum (legal opinion):
https://business-law.binus.ac.id/2020/05/04/latihan-penulisan-legal-opinion/