REKA ULANG PEMIKIRAN MOCHTAR KUSUMA-ATMADJA
Untuk kedua kali di dalam kurun waktu satu bulan terakhir, diskusi tentang pemikiran Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusuma-Atmadja, S.H., LL.M. kembali digelar dengan menghadirkan dosen Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS, Shidarta, sebagai pembicara. Diskusi pertama diadakan oleh Program Magister Ilmu Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada tanggal 19 Juni 2021. Kali ini Shidarta, diundang sebagai narasumber oleh Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) bekerja sama dengan UPPM Universitas Pancasila, Jakarta. Acara berlangsung melalui zoom pada tanggal 5 Juli 2021.
Acara dibuka oleh Dekan FH UP Prof. Dr. Eddy Pratomo S.H., M.A. yang juga tampil sebagai narasumber bersama dengan Shidarta dalam acara tersebut. Dalam sambutan dan paparannya Prof. Eddy Pratomo yang pernah berdinas sebagai Duta Besar RI untuk Jerman di era Mochtar Kusuma-Atmadja sebagai menteri luar negeri itu memberi apresiasi yang tinggi pada gagasan Wawasan Nusantara dari Mochtar yang membuat Indonesia sebagai negara kepulauan mendapatkan tambahan luas wilayah teritorialnya. “Semua itu diperjuangkan melalui kekuatan diplomasi tanpa mengeluarkan sebuah peluru pun,” ujarnya. Ikut hadir dan memberikan sambutan dalam acara tersebut, Ketua AFHI Dr. Widodo Dwi Putro, S.H., M.H. dan Ketua UPPM-UP Dr. Kunthi Tridewiyanti, S.H., M.A., dengan moderator dosen FH-UP Lu Rina Apriani, S.H., M.H.
Shidarta dalam kesempatan itu menganalisis beberapa sisi pemikiran Mochtar sebagai seorang teknorat hukum Indonesia yang berkontribusi besar dalam mendukung pembangunan di era kepemimpinan Presiden Soeharto pada kurun tahun 1970-an. Sayangnya, menurut Shidarta, portofolio jabatan Mochtar di bidang hukum kemudian bergeser ke bidang luar negeri, kendati memang ada tugas penting yang beliau tunaikan di dalam hukum internasional. Dari sisi filsafat hukum, Shidarta mengajak para pemerhati dan peneliti hukum untuk lebih hati-hati meletakkan pemikiran Mochtar agar tidak terjebak pada eklektisistis yang menjadikan pemikiran ini dapat diterima oleh atau sejalan dengan berbagai aliran pemikiran klasik yang dikenal dalam filsafat hukum. Padahal, tidak ada satu teori (apabila pemikiran beliau ingin diposisikan sebagai teori) yang sempurna tanpa kelemahan.
Para peserta yang hadir dalam webinar ini sebagian mempertanyakan apakah pemikiran Mochtar masih relevan untuk kondisi kekinian Indonesia. Shidarta mengatakan bahwa di tengah fenomena global tentang tergerusnya kedaulatan negara (reduction of state-sovereignty), termasuk dampaknya yang dahsyat di bidang hukum, maka efektivitas teori Mochtar di era teknologi digital dewasa ini, memang tidak akan dapat sekuat ketika eksekutif sangat berkuasa pada masa Orde Baru.
Liputan lengkap dari seri diskusi yang mengangkat topik di atas dapat disimak dari tautan Youtube berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=rOLUi6RsOPs
Published at :