PRINSIP PATERNALISM DALAM HUKUM PIDANA
Oleh Vidya VIDYA PRAHASSACITTA (June 2021)
Selain harm dan offence principles, terdapat satu prinsip lainnya dalam kriminalisasi yaitu paternalism principle. Dalam Cambridge Online Dictionary mendefiniskan paternalisme sebagai
“thinking or behavior by people in authority that results in them making decisions for other people that, although they may be to those people’s advantage, prevent them for taking responsibility for their own lives” [1]
Sedangkan berdasarkan the Law Dictionary, paternalisme didefinisikan sebagai berikut: [2]
“A style of leadership in which any male leader makes use of his superlative powers to maintain control. Or, it could also mean acting similarly to a father, to protect children from harm. A policy adopted by the government to set up minimum ages of drinking, gambling, etc. Usually, high taxes are enforced to prevent minors.”
Berdasarkan dari kedua definisi tersebut, paternalism principles merupakan kriminalisasi yang didasarkan pada pandangan bahwa negara bertindak sebagai pihak yang berwenang untuk membuat keputusan bagi seseorang. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kerugian atau bahaya bagi orang tersebut. Dalam hal ini negara seolah oleh bertindak sebagai orang tua yang melindungi anaknya.
Lord Devlin merupakan penganut pandangan legal moralism dan pendukung paternalism. Ia berpendapat bahwa hukum merupakan moralitas umum yang koheren dan paternalism merupakan bagian dari urusan hukum yang harus ditegakan. [3] Hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya dapat direpresentasikan sebagai inti dari moralitas bersama atau moral masyarakat. Dalam observasi yang dilakukan terhadap beberapa kasus pidana yang mengesampingkan persetujuan korban. Oleh karenanya Lord Devlin berpendapat bahwa hukum lebih mengedepankan nila-nilai moral dari pada mengadopsi harm principle. Fungsi hukum pidana dalam hal ini adalah untuk menengakan prinsip moral.
Bagi Feinberg paternalism merupakan intervensi terhadap otonomi personal orang lain dengan tujuan mempromosikan kebaikan atau mencegah kerugian atau bahaya terhadap orang lain. [4] Feinberg mengemukakan konsep ini sebagai harm to self atau kerugian atau bahaya terhadap diri sendiri. Paternalism principle ini berkaitan dengan larangan terhadap euthanasia, larangan penggunaan narkotika dan kewajiban menggunakan sabuk penggaman di mobil.
John Kleinig menerima kriminalisasi dengan menggunakan paternalism principle secara terbatas. [5] Paternalisme dalam hukum pidana mempunyai dua tujuan. Di satu sisi, negara harus bertindak sebagai pencegahan terhadap perilaku yang merugikan diri sendiri dan membahayakan pertumbuhan warganya. Di sisi lain, negara harus mengakui bahwa orang yang merugikan atau membahayakan diri sendiri tersebut harus bertanggung jawab atas perilaku mereka yang salah. Kesalahan atau perilaku yang salah (wrongfulness) tersebut merujuk pada adanya perbuatan yang secara moral salah dan dilarang karena seharusnya secara moral seseorang tidak merugikan dirinya sendiri dan menghargai dirinya sendiri.
Pembenaran moral atas kriminalisasi dengan menggunakaan paternalism principles adalah bukan untuk mencegah orang melakukan tindak pidana, tetapi untuk memberikan sanksi terhadap perilaku yang merugikan atau membahayakan diri sendiri tersebut. Orang yang harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Dengan memberikan hukuman ringan munngkin akan memiliki efek yang lebih besar pada perilaku yang lebih mementingkan diri sendiri ketimbang nilai-nilai moral yang berlaku umum. Akan tetapi menurut Kleinig, kriminalisasi dengan menggunakan paternalism principle harus dibatasi. Intervensi negara hanya dibenarkan pada adanya perbuatan yang merugikan atau membahayakan diri sendiri dimana perbuatan tersebut dilakukan akibat dari ketidaktahuan atau ketidakmampuan, kecerobohan dan kecelakaan. Diperlukan test keseimbangan dalam paternalism principle. Test keseimbangan tersebut dilakukan dengan melihat keseriusan (gravitasi) dan kemungkinan terjadinya kerugian atau bahaya dibandingkan nilai-nilai sosial dari perilaku yang dilarang dan keseriusan dari gangguan terhadap masyarakat. (***)
[1]Definisi Paternalism dalam Cambridge Online Dictionary, diunduh dari https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/paternalism pada tanggal 31 Oktober 2020
[2] Definisi Paternalism dalam The Law Dictiorany Featuring Black’s Law Dictionary Free Online Legal Dictionary 2nd Ed, diunduh dari https://thelawdictionary.org/paternalism/ pada tanggal 31 Oktober 2020.
[3] Pendapat Lord Devlin yang dikutip dalam Richard Tur, “Paternalism and the Criminal Law,” Journal of Applied Philosophy 2, no. 2 (1985). hlm.174 dan 176. Legal moralism merupakan pandangan yang menyatakan bahwa hukum melarang perilaku atas dasar bahwa hal itu bertentangan degan moral meskipun perilaku tersebut tidak menyebabkan kerugaian atau tidak merupakan pelanggaran bagi pelaku maupun bagi orang lain.
[4] Joel Feinberg, “Legal Paternalism,” Canadian Journal of Philosophy 1, no. 1 (1971). hlm. 105.
[5] John Kleinig, “The Paternalistic Principle,” Criminal Law and Philosophy 10 (2016). hlm. 319-325.
Published at :