LATIHAN PEMBUATAN PENDAPAT HUKUM DALAM HUKUM WARIS (KASUS 2)
Oleh SHIDARTA (Juni 2021)
Tulisan ini adalah bagian dari materi perkuliahan untuk mahasiswa program studi sarjana hukum semester kedua. Isi tulisan ini adalah gambaran jawaban atas tugas yang diberikan bagi peserta mata kuliah Hukum Perdata terkait topik mengenai dasar-dasar hukum waris barat. Mahasiswa diminta untuk memberikan jawaban dalam bentuk dokumen pendapat hukum (legal opinion).
Tujuan dari tugas ini tidak sekadar mengulas materi hukum waris barat, melainkan juga merupakan upaya memberi keterampilan bagi mahasiswa dalam menuliskan pendapat hukum mereka secara sederhana.
Soal yang diberikan dosen merupakan pengembangan dari kasus yang sudah pernah ditanyakan pada minggu sebelumnya. Informasi yang sudah diberikan pada minggu sebelumnya, tetap digunakan di dalam soal minggu ini. Bagi pembaca yang ingin mengikuti versi soal pertama dapat mengklik tautan di bawah:
Dalam tugas kali ini, dosen memformulasikan soalnya sebagai berikut:
Klien Anda bernama Bu Henni Sutiman sudah menerima kiriman pendapat hukum (legal opinion) Anda yang pertama. Sebagai tanggapannya, pada tanggal 27 Mei 2021, ia mengirimkan email yang isi lengkapnya sebagai berikut:
“Saya sudah menerima kiriman pendapat hukum (legal opinion) dari Kantor Hukum (Lawfirm) Saudara. Untuk itu, saya mengucapkan banyak terima kasih. Namun, dalam beberapa hari belakangan ini, ternyata saya mendapati adanya perkembangan baru yang perlu saya informasikan. Informasi tersebut adalah sebagai berikut:
- Memang nilai tiga rumah yang dalam informasi terdahulu saya katakan sebesar Rp54 milyar itu adalah taksiran saya dengan melihat harga-harga rumah di sekitar lokasi ketiga rumah itu. Saya ingin memberi keterangan bahwa rumah pertama yang terletak di Tanjung Duren Jakarta Barat saat ini dihuni oleh orangtua dari Alm. Pak Heri (mertua saya). Rumah kedua terletak di Pondok Indah, adalah rumah yang saat ini saya huni. Rumah ketiga terletak di Petamburan sedang dalam keadaan disewakan oleh orang lain.
- Ternyata, almarhum suami saya pernah membuat wasiat di hadapan notaris agar rumah pertama dihibahkan ke orangtuanya yang saat ini masih hidup dan mendiami rumah itu. Untuk rumah kedua dan ketiga, saya dan dua anak saya, yaitu Dwi dan Tri, bersama dengan isteri dari Almarhum Eka (menantu saya) yang hadir sebagai wali mewakili kepentingan anak-anaknya yang masih belum dewasa (Siji dan Telu) telah bersepakat untuk menjualnya. Rencananya, saya akan pindah menetap ke Bandung. Saat ini, rumah itu sudah laku terjual. Rumah pertama sebesar Rp 23,5 milyar. Rumah kedua sebesar Rp 15 milyar.
- Ada masalah untuk rumah kedua yang telah terjual itu. Bahwa pembelinya ternyata ingin segera menempati rumah tersebut, padahal sekarang ini rumah tersebut masih disewakan oleh orang lain sampai dengan akhir tahun 2022. Pada saat penjualan, saya sudah menjelaskan hal ini kepada pembeli, yang artinya si pembeli tahu tentang status rumah itu dalam keadaan disewakan.
- Kami juga bersepakat untuk membagi nilai saham yang dimiliki oleh pewaris sebesar Rp 20 trilyun. Namun, kami ingin memotong terlebih dulu hutang yang ternyata dimiliki oleh pewaris dari beberapa bank, sebesar Rp 11 trilyun. Beberapa harta lain berupa benda bergerak (kendaraan, perabotan, dan lukisan) untuk sementara ini belum bisa kami sepakati bagaimana cara pembagiannya, misalnya apakah akan dijual atau tidak.
- Saya baru diberi tahu oleh isteri almarhum Eka (menantu saya) bahwa ia dalam keadaan hamil 4 bulan, mengandung cucu saya yang ketiga.”
Berdasarkan informasi di atas, saya mohon bantuan Saudara untuk memberikan pendapat hukum yang intinya dapat menjawab pertanyaan: (1) terdiri dari apa saja harta warisan yang saat ini dapat dibagikan dan kira-kira berapa nilai keseluruhannya?; (2) apakah ada tambahan ahli waris yang berbeda susunannya dibandingkan pendapat hukum Saudara sebelumnya (tepatnya, apakah mertua saya juga sekarang menjadi ahli waris, dan calon cucu saya yang masih di dalam kandungan juga bisa menjadi ahli waris)?; (3) dengan perkembangan seperti sekarang ini, menurut Saudara apakah saya dan ahli waris lainnya perlu segera membagi harta warisan ini dalam waktu dekat atau perlu menunggu (jika harus menunggu, sampai kapan)?; (4) bagaimana saran Saudara untuk menyelesaikan kasus rumah saya yang sudah terjual padahal saat ini rumah itu sedang disewakan ke orang lain?
Pendapat hukum Saudara sangat saya perlukan. Terima kasih.”
Sebagai gambaran seperti apa mahasiswa diminta menanggapi tugas tersebut, berikut ini adalah contoh jawaban yang diberikan:
Yth. Ibu Henni Sutiman,Jalan Kemanggisan Ilir III No. 30 Jakarta Barat
PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)
Nomor XI/V/2021
Duduk Perkara
Ibu telah menikah dengan Pak Heri Sutiman dan saat ini memiliki tiga orang anak yang semuanya sudah berusia dewasa bernama: Eka, Dwi, dan Tri. Anak tertua, telah berkeluarga dengan dua anak bernama Siji dan Telu. Pada tanggal 12 Mei 2021, Pak Heri meninggal dunia, disusul oleh Sdr. Eka pada tanggal 15 Mei 2021 dalam satu kccelakaan di Malaysia. Bapak Heri meninggalkan warisan dengan total nilai Rp54 milyar, terdiri dari saham (Rp20 trilyun) dan tiga bangunan rumah.
Rumah pertama terletak di Tanjung Duren Jakarta Barat saat ini dihuni oleh orangtua dari Alm. Pak Heri (mertua Ibu). Rumah kedua terletak di Pondok Indah, adalah rumah yang saat in iIbu huni. Rumah ketiga terletak di Petamburan sedang dalam keadaan disewakan oleh orang lain.Pewaris telah berwasiat di hadapan notaris agar rumah pertama dihibahkan ke orangtuanya yang saat ini masih hidup dan mendiami rumah itu. Atas kesepakatan seluruh ahli waris (lihat pendapat hukum kami sebelumnya), rumah pertama dan kedua, telah dijual masing-masing dengan harga Rp 23,5 milyar dan Rp 15 milyar. Rumah yang bernilai Rp 15 milyar ini ketika terjual masih dalam status disewakan sampai akhir tahun 2022. Hal ini sepengetahuan dan sepersetujuan pembeli (dalam arti pembeli tidak keberatan).
Para ahli waris sepakat untuk membagi nilai saham yang dimiliki oleh pewaris sebesar Rp 20 trilyun dengan catatan masih dipotong hutang sebesar Rp 11 trilyun. Beberapa harta lain berupa benda bergerak (kendaraan, perabotan, dan lukisan) untuk sementara ini belum disepakati bagaimana cara pembagiannya, misalnya apakah akan dijual atau tidak.
Diperoleh informasi bahwa isteri almarhum Eka (menantu Ibu) saat ini keadaan hamil 4 bulan, mengandung cucu Ibu yang ketiga.
Ibu ingin mendapat pendapat hukum kami terkait beberapa pertanyaan: (1) terdiri dari apa saja harta warisan yang saat ini dapat dibagikan dan kira-kira berapa nilai keseluruhannya?; (2) apakah ada tambahan ahli waris yang berbeda susunannya dibandingkan pendapat hukum kami sebelumnya (tepatnya, apakah mertua Ibu juga sekarang menjadi ahli waris, dan calon cucu saya yang masih di dalam kandungan juga bisa menjadi ahli waris)?; (3) dengan perkembangan seperti sekarang ini, apakah Ibu dan ahli waris lainnya perlu segera membagi harta warisan ini dalam waktu dekat atau perlu menunggu (jika harus menunggu, sampai kapan)?; (4) bagaimana saran kami untuk menyelesaikan kasus rumah yang sudah terjual padahal saat ini rumah itu sedang disewakan ke orang lain?
Dasar Hukum
Pasal 2 KUH Perdata, Buku II Bab ke-12 KUH Perdata, yaitu tentang Pewarisan Karena Kematian; dan Pasal 1576 KUH Perdata.
Pendapat Hukum
Sama seperti pendapat hukum kami sebelumnya, pantokan dari harta warisan yang dapat dibagi saat ini adalah semua harta yang sudah likuid. Dengan adanya satu rumah yang dinyatakan di dalam wasiat untuk dihibahkan kepada orang tua pewaris, maka berarti rumah pertama ini harus dikeluarkan dari harta warisan yang dapat dibagikan saat ini. Kami belum menangkap maksud tegas dari wasiat itu karena dokumen surat wasiat tidak kami peroleh. Jika benar terdapat kata “dihibahkan” maka konotasinya adalah kepemilikan rumah itu beralih dari semula milik pewaris akan menjadi milik kedua orang tua pewaris. Beda maksudnya jika dikatakan rumah itu dipinjamkan sementara untuk dihuni oleh kedua orang tua pewaris selama orang tua itu masih hidup. Mertua Ibu, dengan demikian, adalah ahli waris juga, namun kemunculannya bukan karena undang-undang (ab intestato) tetapi karena wasiat (ab testamento).
Wasiat yang memuat hibah kepada kedua orang pewaris ini, menurut hemat kami, termasuk golongan hibah wasiat (legaat). Kedua mertua Ibu adalah legataris. Barang yang diwasiatkan adalah satu buah rumah. Dari keterangan Ibu, kami mencermati bahwa hibah ini sudah terjadi sebelum Bapak Heri Sutiman meninggal dunia, terlepas wasiat tersebut baru Ibu ketahui kemudian.
Kami ingin mengingatkan bahwa ketika terjadi pembagian warisan menurut cara wasiat (terstamen), akan muncul bagian mutlak (ligitieme portie) yang wajib diberikan kepada ahli waris legitimaris. Para legitimaris ini adalah ahli waris karena hubungan darah dalam garis vertikal. Dalam kasus ini, ahli waris golongan pertama yang punya hubungan vertikal dengan pewaris itu adalah anak-anak Ibu (tidak termasuk Ibu sebagai isteri), yakni Eka (almarhum), Dwi, dan Tri.
Jadi, dalam kasus penghibahan ini, ada dua kemungkinan. Pertama, para ahli waris legitimaris sepakat untuk tidak menuntut legitieme portie, sehingga rumah ini tidak akan dihitung sebagai bagian dari harta warisan. Kedua, ahli waris legitimaris menuntut legitieme portie, yang berarti seluruh harta warisan termasuk rumah pertama ini dihitung dulu nilainya (seolah-olah rumah itu dijual para legitimaris ke legataris). Jika ada kelebihan, maka penerima hibah secara undang-undang (Pasal 927 KUH Perdata) bisa diminta mengembalikan kepada legitimaris guna memenuhi bagian mutlak (legitieme portie) dari para legitimaris itu.
Apabila pilihan kedua yang diambil, maka harga dari rumah pertama bisa disepakati dan diperhitungkan, tanpa harus menjual rumah itu kepada orang lain. Sebagai contoh, disepakati rumah pertama itu punya nilai sebesar Rp 10 milyar.
Mengenai harta warisan lain yang bisa dibagi saat ini haruslah harta yang sudah likuid, yakni dua rumah yang sudah laku terjual Rp 38,5 milyar ditambah dengan nilai saham (saat ini) sebesar Rp 9 trilyun. Harta lain berupa benda bergerak tidak bisa dihitung dulu selama belum dinilai dengan besaran uang.
Kami juga memiliki catatan lain tentang informasi mengenai harta warisan yang Ibu sampaikan. Perlu diketahui bahwa harta warisan yang dimaksud adalah benar merupakan harta dari pewaris sepenuhnya. Di dalamnya tidak ada bagian dari harta bersama yang diperoleh selama masa perkawinan antara Pak Heri Sutiman dan Ibu Henni. Asumsi inilah yang kami gunakan ketika memberikan pendapat hukum ini.
Secara undang-undang, pembagian yang diterima ada 4 orang ahli waris.
- Isteri pewaris: 1/4
- Anak 1 pewaris (Eka): 1/4, yang sudah meninggalkan digantikan oleh dua anaknya, yaitu Siji (1/8) dan Telu (1/8).
- Anak 2 pewaris (Dwi): 1/4
- Anak 3 pewaris (Tri): 1/4
Jika diperhitungkan legitieme portie, maka pembagiannya adalah sebagai berikut. Pertama, dilihat dari jumlah anak pewaris. Dalam hal ini ada tiga anak, maka bagiannya adalah 3/4 dari bagian yang sedianya harus diterima mereka (sesuai Pasal 914 KUH Perdata):
- Anak 1 pewaris (Eka): 1/4 x 3/4 = 3/16. Kemudian Siji dan Telu masing-masing mendapat 3/16 dibagi 2 = 3/32.
- Anak 2 pewaris (Dwi): 1/4 x 3/4 = 3/16
- Anak 3 pewaris (Tri): 1/4 x 3/4 = 3/16
Bagian legataris adalah 1 dikurangi akumulasi dari semua bagian mutlak para legitimaris di atas, sehingga perhitungannya adalah 1 – (3/16 + 3/16 + 3/16) = 16/16 – 9/16 = 7/16. Inilah bagian sisa yang maksimal dapat diberikan kepada legitaris. Bila harta warisan adalah Rp 10 milyar + Rp 38,5 milyar + Rp 9 trilyun = Rp 9.048.500.000.000,-, maka berarti bagian legitaris adalah: 7/16 x Rp9.048.500.000.000 = Rp 3.958.718.750.000. Berangkat dari perhitungan di atas berarti hibah terhadap rumah pertama yang punya nilai Rp 10 milyar itu tidak melanggar legitieme portie. Dengan demikian, kami menyarankan agar para ahli waris legitimatis tidak perlu mempersoalkan legitieme portie ini. Artinya, rumah pertama yang sudah dihibahkan ini tidak usah dimasukkan ke dalam perhitungan harta warisan yang akan dibagi kepada ahli waris ab intestato golongan pertama (dalam hal ini isteri dan anak-anak pewaris).
Berdasarkan Pasal 2 KUH Perdata, calon cucu Ibu yang sudah berbentuk janin berumur 4 bulan dapat menjadi ahli waris dengan syarat ada kepentingan menghendaki dan ia lahir dalam keadaan hidup. Memperoleh hak dari pewaris adalah kepentingan yang dimaksud, namun karena ia belum dilahirkan maka posisinya sebagai ahli waris harus menunggu sampai ia lahir terlebih dulu. Untuk itu, kami berpendapat agar pembagian harta warisan ini ditunda dulu sampai kelahiran cucu Ibu tersebut.
Untuk rumah yang sudah terjual dan saat ini masih dalam status disewakan, maka kami berpendapat Ibu sudah menjadi penjual yang beriktikad baik. Pada saat rumah akan dijual, pihak pembeli sudah tahu kondisi rumah itu sedang disewakan dan ia bersedia untuk tetap membelinya. Jika kemudian ia berubah pikiran untuk menempati rumah itu saat ini, maka urusannya berpulang kepada pihak pemilik rumah dan penyewa itu. Bukan lagi bagian dari persoalan pihak penjual. Dalam hal ini pihak penyewa memiliki kekuatan hukum untuk tetap bertahan sebagai penyewa sebagaimana tercantum dalam Pasal 1576 KUH Perdata,bahwa jual beli tidak memutuskan sewa-menyewa.
Kesimpulan
Kami dapat menyimpulkan bahwa (1) harta warisan yang saat ini dapat dibagikan adalah semua harta yang likuid, yakni dua rumah yang sudah laku terjual Rp 38,5 milyar ditambah dengan nilai saham (saat ini) sebesar Rp 9 trilyun; (2) telah terjadi penambahan ahli waris yang berbeda susunannya dibandingkan pendapat hukum kami sebelumnya, yaitu mertua yang menjadi legataris dan calon cucu ketiga yang saat ini masih berupa janin berusia 4 bulan; (3) mengingat ada janin yang masih berusia 4 bulan, yang punya kepentingan untuk ikut menjadi ahli waris, maka sebaiknya pembagian warisan ditunda sampai cucu ketiga Ibu tersebut lahir; (4) penyelesaian kasus rumah yang sudah terjual itu sudah bukan lagi menjadi persoalan pihak penjual.
Pendapat hukum yang disampaikan oleh advokat di atas adalah pendapat hukum yang masih terbuka untuk dikritisi oleh mahasiswa yang mungkin punya argumentasi berbeda. Peminta pendapat hukum (Ibu Henni Sutiman) juga sangat mungkin untuk meminta pendapat kedua (second opinion) dari ahli hukum lainnya. Perbedaan pendapat itu, dapat terjadi karena perbedaan penafsiran atas suatu ketentuan norma, atau karena adanya penggunaan sumber hukum tertentu. Yurisprudensi adalah salah satu sumber hukum yang cukup lazim dikutip di dalam penyelesaian kasus-kasus hukum waris, yang di dalam pendapat hukum di atas, belum dijadikan acuan sama sekali. (***)
Published at :