“THE HARM PRINCIPLE” DALAM HUKUM PIDANA
Oleh: VIDYA PRAHASSACITTA (Maret 2021)
The harm principle merupakan prinsip yang membatasi kebebasan dengan membenarkan campur tangan atau paksaan dari negara untuk mencegah individu melakukan kerugian pada individu lainnya. Prinsip ini berasal dari pandangan John Stuart Mill dalam bukunya yang berjudul On Liberty, berikut Kutipan dari Mill tersebut:
“The sole end for which mankind are warranted, individually or collectively, in interfering with the liberty of action of any of their number, is self-protection. That the only purpose for which power can be rightfully exercised over any member of a civilized community, against his will, is to prevent harm to others. His own good, either physical or moral, is not a sufficient warrant.”[1]
Pandangan Mill didasarkan pada adanya nilai otonomi dimana setiap individu yang kompeten berhak secara bebas memutuskan hidupnya sendiri. Berdasarkan hal tersebut, harm principle melindungi kekebasan individu dari campur tangan yang tidak adil dari adanya gagasan yang ditentukan oleh kekuasaan mayoritas. Mill berpandangan bahwa pembatasan terhadap kebebasan untuk bertindak hanya dapat dibenarkan apabila perbuatan tersebut menimbulkan kerugiaan atau bahaya (harm) bagi orang lain. Akan tetapi dalam bukunya tersebut, Mill tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai intervensi melalui mekanisme hukum apa yang dipergunakan.
Dalam hukum pidana adanya kerugian atau bahaya (harm) merupakan alasan untuk mengkriminalisasi perbuatan suatu perbuatan. Prinsip ini berbeda dengan aliran legal moralism yang melarang perbuatan yang tidak bermoral. Dengan demikian perbuatan yang secara moral salah belum tentu dipidana akan tetapi harus melihat sejauh mana kerugian atau bahaya (harm) terhadap orang lain yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut.
Pengertian Kerugian atau Bahaya (Harm)
Dalam On Liberty, Mill menggunakan kata injury, hurt, loss, pain, dan damage untuk menggambarkan adanya kerugian atau bahaya (harm).[2] Kata injury dipergunakan dalam kalimat “A person may cause evil to others not only by his actions but by his inaction, and in either case he is justly accountable to them for the injury.” Kata injury diartikan sebagai adanya luka sebagai kerugian fisik. Kata injury dan hurt sebagai kerugian terdapat dalam kalimat berikut “ … constructive injury which a person causes to society, by conduct which neither violates any specific duty to the public, nor occasions perceptible hurt to any assignable individual except himself …” Kata pain dan loss dipergunakan secara substitutif dalam kalimat “In many cases, an individual, in pursuing a legitimate object, necessarily and therefore legitimately causes pain or loss to others, or intercepts a good which they had a reasonable hope of obtaining.” Kata pain atau loss disini menggambarkan kerugian fisik karena hilangnya kesempatan untuk memperoleh suatu barang. Kemudian kata loss dan damage dipergunakan secara substitutif dalam kalimat “Encroachment on their rights; infliction on them of any loss or damage not justified by his own rights…” kata loss dan damage dalam hal ini diartikan sebagai kerugian fisik akibat dari adanya pelanggaran terhadap hak dimilikinya.
Kemudian Mill menyatakan bahwa “that for such actions as are prejudicial to the interests of others, the individual is accountable, and may be subjected either to social or to legal punishment, if society is of opinion that the one or the other is requisite for its protection”[3]. Melalui kata “prejudicial to the interests of others”, dapat diinterpretasikan bahwa kepentingan juga merupakan bagian dari kerugian atau bahaya (harm).
Bagi Feinberg kerugian atau bahaya (harm) diartikan sebagai suatu kemunduran atau kemalangan (setbacks) kepentingan (interest) dari akibat perbuatan yang salah atau kelalaian.[4] Kerugian atau bahaya (harm) dihasilkan dari perbuatan yang secara moral tidak bisa dibenarkan. Hal ini tidak hanya merugikan kepentingan orang lain tetapi juga hak orang lain. Kerugian terjadi ketika kepentingan kita dibiarkan dalam keadaan yang lebih buruk dari pada sebelumnya. Kepentingan (interest) yang dimaksud oleh Feinberg adalah kepentingan kesejahteraan (welfare interest), yaitu kepentingan untuk mencapai dan mempertahankan suatu keadaan tertentu baik kesehatan mental dan fisik, ekonomi, sumber material, dan kemerdekaan politik yang sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Termasuk dalam kepentingan kesejahteraan (welfare interest) tersebut adalah kepentingan akan kebebasan (liberty). Dalam hal ini kerugian atau bahaya tidak hanya diartikan sebagai sesuatu yang bersifat fisik dan psikis tetapi juga kerugian atau bahaya yang tidak berwujud (immateriil). Kemunduruan pada suatu situasi yang buruk yang menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan untuk menggunakan kebebasan dan hak nya merupakan suatu kerugian atau bahaya (harm) yang tidak bisa diukur secara materiil.
Terkait dengan kepentingan (interest) sebagai bagian dari kerugian atau bahaya (harm), Feinberg membaginya menjadi tiga jenis yaitu kepentingan pribadi (private interest), kepentingan publik (public interest) dan kepentingan keamanan nasional (national security interest).[5] Kepentingan akan keamanan nasional dapat ditempatkan paling tinggi sehingga mengesampingkan kepentingan individu dan kepentingan umum hanya apabila terdapat keadaan yang benar-benar mengancam. Diluar itu kriminalisasi akan merugikan kepentingan masyarakat dan individu jika menghilangkan manfaat dari kebebasan berbicara demi kepentingan keamanan nasional. Feinberg menempatkan bobot di antara kepentingan-kepentingan tersebut berdasarkan pada besarnya kerugian yang terjadi apabila terjadi invasi kepentingan. Apabila terjadi konflik kepentingan, baik antara kepentingan pribadi dengan kepentingan pribadi maupun dengan kepentingan publik maka terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan dan dibandingkan. Pertama, seberapa vital kepentingan yang dimiliki. Kedua, sejauh mana kepentingan lain baik kepentingan pribadi atau kepentingan publik memengaruhi. Ketiga, kualitas moral.
Pandangan Feinberg mengenai kepentingan (interest) tersebut merupakan kritik terhadap pandangan Mill.[6] Di satu sisi Feinberg menerima pandangan Mill mengenai adanya kerugian atau bahaya (harm) dalam membatasi kebebasan seseorang. Di sisi lain Mill tidak membahas mengenai pertentangan antara kepentingan privat dengan kepentingan publik. Mill merupakan penganut aliran utilitarian yang berpandangan bahwa suatu tindakan dibenarkan selama memberikan kebahagian yang besar bagi masyarakat. Kepentingan publik akan ditempatkan diatas kepentingan pribadi. Pandangan ini lah yang dikritik oleh Feinberg bahwa tidak selalu kepentingan umum berada diatas kepentingan pribadi.
Sedikit berbeda dengan Feinberg, bagi A.P. Simester dan Andreas von Hirsch kerugian atau bahaya (harm) merupakan suatu kemunduran atas beberapa sumber daya yang dimiliki secara sah oleh seseorang. [7] Sumber daya yang dimaksud dapat berupa berupa fisik, mental maupun kepemilikan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Sumber daya tersebut merupakan asset seseorang yang diandalkan untuk mempertahankan atau meningkatkan kesejahteraan. Terdapat tiga hal yang dapat dikaterogikan sebagai adanya suatu kerugian atau bahaya (harm). Pertama, kecenderung untuk suatu sumber daya bertahan stagnant dalam jangka panjang. Kedua, terdapat keadaan yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang untuk mencapai kesejahteraan seseorang. Ketiga, adanya kerusakan pada sumber daya tersebut meskipun kerusakan tersebut tidak disadari oleh orang tersebut.
Ketegori ketiga dari kerugian atau bahaya (harm) yang dikemukan oleh Simester dan von Hirsch berkaitan dengan pandangan bahwa dalam suatu kerugian memungkinkan tidak adanya korban.[8] Dalam hal ini ketidakadaan korban dapat berupa tidak adanya korban langsung dari kerugian atau bahaya yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilarang ataupun memang sama sekali tidak ada yang dapat diindentifikasi menjadi korban dalam suatu perbuatan yang dilarang. Dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika misalnya sulit untuk mengidentifikasi langsung siapa korban yang dimaksud, apakah masyarakat dapat ditempatkan menjadi korban tidak langsung. Ini masih menjadi perdebatan. Selain itu ketidakadaan korban dalam suatu kerugian atau bahaya (harm) dapat terjadi apabila suatu tindakan yang menurut masyarakat dianggap sebagai suatu bahaya atau kerugian (harm) namun belum tentu dianggap sebagai bahaya atau kerugian (harm) bagi inividu atau kelompok masyarakat tertentu.
Ashworth berpendapat bahwa kerugian atau bahaya (harm) tidak dapat dipisahkan dari suatu sistem tertentu.[9] Kerugian atau bahaya (harm) itu sendiri adalah konsep yang secara moral dan pada dasarnya diperdebatkan, maka apabila kerugian atau bahaya didefinisikan sebagai pelanggaran hak orang lain yang sah, maka harus disadari bahwa terdapat moral, budaya dan politik dari suatu kepentingan dalam suatu sistem tertentu. Pandangan Ashworth ini didasarkan pada pandangannya mengenai hukum pidana sebagai bagian dari budaya politik suatu negara dimana pandangan moral, budaya dan politik mempengaruhi bagaimana perumusan dari kriteria suatu tindak pidana. Akan tetapi menurut penulis terdapat kerugian yang bersifat universal yang diterima oleh semua sistem hukum seperti kerugian akibat dari mala in se seperti tindak pidana terhadap kebendaan atau pun tindak pidana terhadap nyawa (***)
[1] Mill, On Liberty. hlm. 13.
[2] Mill, On Liberty. hlm. 15, 72, 76 dan 86.
[3] Ibid. hlm. 86.
[4] Joel Feinberg, The Moral Limits of the Criminal Law Volume 1: Harm to Others, The Moral Limits of the Criminal Law Volume 1: Harm to Others (Oxford: Oxford University Press, 2003). hlm. 54, 57, 62, 105 dan 206.
[5] Ibid. hlm. 63, 192, 222-224 dan 217; Feinberg, Freedom and Fulfillment: Philosophical Essays. hlm. 124-125. Feinberg menyatakan terdapat dua bentuk kepentingan publik. Pertama, kepentingan kesejahteraan individual yang tersebar luas sehingga dapat dikatakan sebagai dimiliki oleh komunitas. Kepentingan kesejahteraan ini seperti ketertiban dan keamanan publik, kepentingan akan Kesehatan dan kepentingan ekonomi. Kedua kepentingan yang umumnya berasal dari pemerintah atau apa yang disebut sebagai kepentingan pemerintah dan yang terkait dengan kegiatan pemerintah. Kepentigan ini antara lain kepentingan untuk menarik pajak, kepentingan untuk melaksanakan kegiatan peradilan, kepentingan untuk memiliki tentara nasional. Kedua bentuk ini dapat dinikamati dan dimilik oleh setiap individu warga negara.
[6] Feinberg, Freedom and Fulfillment: Philosophical Essays. Op. cit.
[7] Simester and von Hirsch, Crimes, Harms, and Wrongs: On the Principles of Criminalisation. Op.Cit. hlm. 37
[8] Ibid. hlm. 38.
[9] Ashworth, Princ. Crim. Law. Op.Cit. hlm. 33.