DUGAAN TINDAK PIDANA MATA UANG, BAGAIMANA TAFSIR PASAL YANG DIPERSANGKAKAN?
Oleh AHMAD SOFIAN (Februari 2021)
Kasus Posisi
ZS ditetapkan sebagai tersangka karena ada dugaan membuat, dan menggunakan Koin Dinar Dirham dalam Pasar Muamalah di Depok. Pasal yang dipersangkakan dalam dugaan tindak pidana ini adalah Pasal 9 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan nHukum Pidana, dan Pasal 33 ayat 1 huruf a dan b UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Bagaimanakah tafsir pasal-pasal yang dipersangkakan tersebut?
Kasus di atas akan didekati dengan dua acara, yaitu tafsir atas dua pasal yang dipersangkakan dan juga dengan pendekatan analogi dalam hukum pidana
Tafsir Pasal 9 Undang-Undang No. 1 tahun 1946
Pasal yang digunakan oleh penyidik dalam mentersangkakan ZS adalah Pasal 9 UU No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 33 ayat 1 UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Pasal 9 UU No. 1 Tahun 1946 adalah pasal yang sudah lama dikubur, seharusnya harus lebih kritis dalam membangkitkan pasal ini dari alam kuburnya. Jika didekati dengan tafsir historis, maka Pasal 9 ini dilahirkan didasarkan pada semangat kemerdekaan yang lepas dari penjajahan, dimana beredar mata uang Belanda dan Jepang. Dalam rangka melindungi kedaulatan Rupiah maka ditetapkanlah norma ini, agar mata uang Rupiah digunakan, dan pidana bagi yang menggunakan mata uang selain mata uang Rupiah.
Pasal 9
Barang siapa membikin benda semacam mata uang atau uang kertas dengan maksud untuk menjalankannya atau menyuruh menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah, dihukum dengan hukuman penjara setinggi tingiinya lima belas tahun.
Sebagai catatan dalam membaca Pasal 9, maka tidak bisa dilepaskan dengan membaca juga Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 karena pasal-pasal ini tentang tindak pidana mata uang. Pasal 9-13 adalah pasal-pasal yang senafas sehingga harus dibaca secara keseluruhan Ketika akan menerapkan pasal tersebut. Hakekat pasal ini ingin melindungi mata rupiah, dari berbagai perbuatan yang dilarang yaitu :
- Membuat mata uang selain rupiah rupiah (Pasal 9)
- Menggunakan mata uang kertas selain rupiah (Pasal 10)
- Menggunakan mata uang atau mata yang kertas yang tidak diterbitkan Pemerintah Indonesia (Pasal 11)
- Menerima pembayaran mata uang atau uang kertas (Pasal 12)
- Sebagai kejahatan mata uang atau uang kertas (Pasal 13)
Secara singkat berikut ini adalah tafsir dari masing-masing pasal :
Pasal | Unsur Subjektif | Unsur Objektif | Tafsir |
Pasal 9 | Barang siapa, dengan maksud | (1) Membikin semacam mata uang atau uang kertas, (2) untuk menjalankan atau menyuruh membayarkan, (3) sebagai alat pembayaran, pidana maksimum 15 tahun | Yang dibuat adalah semacam mata uang atau uang kertas, tentu semacam mata uang ditafsirkan sebagai (1) mirip dengan rupiah (2) mata uang lain, jadi ada mata uang yang diterbitkan/dibuat/dicetak. Jadi yang dibikin adalah yang mata uang atau uang kertas. Jika yang dibikin bukan mata uang atau uang kertas tidak memenuhi unsur pasal ini . Harusi dibuktikan dahulu yang dibikin adalah sebagai mata uang. Jika dikaitkan dengan dinar/dirham, apakah ini mata uang atau bukan ? Bukankah dinar/dirham sebagai emas/perak yang dimaksudkan bukan sebagai mata uang, namun sesuatu yang punya nilai setera dengan harga emas/perak. Sedangkan mata uang apalagi uang kertas, nilainya tidak setara dengan nilai sesungguhnya dari bahan baku pembuatannya.
Namanya mata uang tentu diterbitkan oleh sebuah negara tertentu. (2) untuk menjalankan, artinya setelah mata uang tersebut dibuat lalu digunakan atau ada orang lain yang menggunakan (3) lalu dipakai sebagai alat pembayaran. Alat pembayaran ditafsirkan untuk membeli sesuatu atau mendapatkan sesuatu sebagai alat transaksi |
Pasal 10 | Barang siapa, dengan sengaja | (1) Menjalankan alat pembayaran yang sah mata uang kertas (2) padahal ia mengetahui atau patut menduga uang kertas itu bukan alat pembayaran yang diakui pemerintah sebagai alat pembayaran yang sah atau dengan maksud menjalankan atau menyuruh menjalankan (3) pidana maksimum 15 tahun | Delik ini ditujukan terhadap perbuatan yang mengedarkan uang kertas selain uang rupiah. Tegas bahwa normanya mengedarkan mata uang kertas yang tidak diakui oleh pemerintah. Karena itu sebagai alat buktinya adalah uang kertas yang diedarkan sebagai alat bayar.
Apakah dinar/dirham dalam bentuk mata uang kertas ? Jika tidak, maka tidak memenuhi unsur pasal ini |
Pasal 11 | Barang siapa, dengan maksud | (1) Menjalankan sebagai alat pembayaran mata uang atau mata uang kertas yang tidak diakui oleh Pemerintah sebagai alat pembayaran yang sah (2) dipidana maksimum 15 tahun | Delik ini melarang menggunakan mata uang dari (negara) lain sebagai alat pembayaran yang sah, dimana mata uang tersebut tidak diakui atau dilarang dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah.
Jadi ada mata uang yang dijadikan sebagai alat pembayaran, sementara mata uang tersebut dilarang oleh pemerintah Indonesia untuk digunakan. Jadi, harus dibuktikan lebih dahulu apakah dinar/dirham adalah mata uang ? Lalu apakah pemerintah Indonesia pernah melarang mata uang tersebut digunakan ? |
Pasal 12 | Barang siapa, mengetgahui | (1) Mata uang atau uang kertas (2)sebagai alat tukar, atau menerima, atau menjadikan hadiah, atau menyimpan, atau mengangkut (3) bukan sebagai alat pembayaran yang diakui sah oleh pemerintah | Delik ini juga menyangkut pelarangan untuk menjadikana mata uang atau uang kertas yang tidak diakui oleh pemerintah baik sebagai alat tukar, sebagai hadiah, menyimpan atau mengangkutnya.
Apakah dinar dirham mata uang atau uang kertas ? |
Pasal 13 | Barang siapa, dengan sengaja (dengan maksud) | Menegaskan perbuatan yang diatur dalam Pasa 9, 10, 11, 12 | Menegaskan sebagai kejahatan mata uang, dan mata uang tersebut atau uang kertas tersebut dirampas |
Tafsir Pasal 33 UU No. 7 Tahun 2011
Dalam memahami ketentuan pidana dalam undang-undang pidana khusus, harus membaca secara kesuluruhan isi undang-undang termasuk landasan filosofis, landasan juridis dan landasan sosiologis yang ada di dalam konsideran undang-undang pidana khusus, termasuk undang-undang Mata Uang, karena dalam undang-undang ini ada ketentuan pidananya. Melindungi mata uang Rupiah simbol kedaulatan negara. Mata uang adalah uang yang diterbitkan negara kesatuan RI yang selanjutnya disebut rupiah (Pasal 1 ayat 1).
Pasal 33
- Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam :
- Setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
- Penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
- Transaksi keuangan lainnya
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)
Jadi ketentuan pidana yang ada di dalam Pasal 33 ini harus dikaitkan dengan ketentuan pasal lainnya dan asas-asas yang dianut dalam undang-undang ini. Berikut ini adalah tafsir dari Pasal 33 ayat 1 :
Unsur Subjektif | Unsur Objektif | Tafsir |
Setiap orang | (1) Tidak menggunakan rupiah untuk (2) transaksi untuk tujuan pembayaran, atau (3)penyelesaian kewajiban lainnya atau (4) transaksi keuangan lainya | Pasal ini harus ditafsirkan secara menyeluruh dari isi undang-undang. UU ini melindungi kedaulatan negeri ini dari mata uang asing, sehingga mata uang Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan dan satu-satunya dan bukan mata uang lain baik diterbitkan oleh negara lain atau pemerintah daerah.
Pertanyaan yang sama : apakah dinar dirham mata uang yang diterbitkan negara lain ? Unsur utama pasal ini bukan pada alat pembayaran, tetapi adalah sebagai mata uang atau bukan mata uang. Di Indonesia banyak sekali alat pembayaran, termasuk barter, tukar tambah, gadai, games dan lain-lain |
Larangan Analogi dan Kesimpulan
Dalam Pasal 1 KUHP disebutkan “Tiada suatu perbuatan dapat dipiana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.” Pasal 1 KUHP ini sering juga disebut dengan asas legalitas, yang di dalam mengandung 4 elemen penting yaitu :
- Lex scripta :tertulis
- Lex certa : jelas
- Non retroaktif : tidak berlaku surut
- Larangan analogi : penciptaan hukum pidana baru, bisa menimbulkan ketidak pastian undang-undang, berbahaya diterapkan dalam negara-negara yang dihinggapi berbagai kepentingan (hazewinkel suringa). Vos : analogi tidak diizinkan jika menciptakan delik (delik-delik) baru. Analogi berbeda dengan penafsiran ekstentif :memberikan tafsir atas suatu unsur dalam sebuah norma, misalnya “mengambil” dalam Pasal 362, ”barang”
Uraian di atas menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh ZS tidak memenuhi unsur Pasal 9 UU No. 1 Tahun 1946 maupun Pasal 33 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011. Dinar Dirham bukan lah sebagai mata uang sebagaimana dimaksud dalam UU No. 1 tahun 1946 dan UU No. 7 tahun 2011. Bahwa benar, Dinar Dirham digunakan sebagai alat pembayaran . namun bukan sebagai mata uang, maka unsur Pasal 9-11 UU No. 1/1946 dan Pasal 33 UU No. 7/2011 tidak terpenuhi.
Sehingga perbuatan yang dilakukan oleh ZS bukanlah tindak pidana. Penyidik sedang melakukan analogi dalam menetapakn ZS sebagai tersangka. Padahal analogi bertentangan dengan Pasal 1 KUHP. Dengan demikian ada dugaan pelanggaran asas legalitas dalam menetapkan ZS sebagai tersangka. Artinya ada asas yang ditabrak oleh penyidik dalam mentersangkakan ZS.
Referensi
Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang
Prof. Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, 2012
Published at :
SOCIAL MEDIA
Let’s relentlessly connected and get caught up each other.
Looking for tweets ...