CARA PENGISIAN TABEL METODE PENELITIAN HUKUM
Oleh SHIDARTA (Desember 2020)
Sering terjadi mahasiswa yang melakukan penelitian hukum menghadapi kesulitan untuk menguraikan isi metode penelitian yang digunakan. Akibatnya, deskripsi tentang metode penelitian itu dibuat sekenanya saja, bahkan sering tidak “nyambung” dengan jalannya penelitian yang akan atau telah dilaksanakan. Kata-kata yang sering digunakan adalah bahwa penelitian itu menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Lalu dijelaskanlah apa itu penelitian metode yuridis normatif itu. Jika ada data primer yang digunakan, maka dijelaskan pula apa artinya metode penelitian empiris. Isinya tidak menukik kepada uraian yang spesifik untuk metode penelitian yang dilaksanakannya tersebut. Dengan demikian tidak mengherankan apabila skripsi atau tesis hasil penelitian mahasiswa menggunakan kata-kata yang hampir seragam untuk bagian metode penelitian. Ibarat jargon iklan, “Apapun makanannya, minumannya teh botol….”
Lalu, adakah cara untuk membantu mahasiswa agar tidak bersusah payah mengekspresikan metode penelitian yang digunakannya? Cara termudah adalah dengan menuangkannya ke dalam tabel. Dalam buku “Menilai Tanggung Jawab Sosial Televisi” karangan Rusfadia Saktiyanti Jahja dan Muhammad Irvan (2006: 14) tabel seperti itu juga bisa ditemukan. Saya terinspirasi justru setelah membaca buku hasil laporan penelitian ini. Tabel tersebut semula terdiri dari lima kolom, tetapi saya menambahkan satu kolom dan ditaruh di depan berupa NOMOR. Lengkapnya tabel itu berbentuk sebagai berikut:
Kolom pertama berisi NOMOR. Nomor ini sebenarnya mengacu pada nomor rumusan masalah. Katakan misalnya, di dalam suatu penelitian telah dirumuskan dua permasalahan hukum. Permasalahan pertama, misalnya, berbunyi: “Apakah terdapat sinkronisasi pertanggungjawaban PT PLN secara perdata terhadap para pelanggannya di dalam kasus pemadaman listrik dengan konsep pertanggungjawaban perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999?”. Nah, pertanyaan ini tentu tidak bisa begitu saja dijawab sebelum peneliti memahami apa konsep-konsep pertanggungjawaban hukum keperdataan terkait hubungan pelaku usaha dan konsumen. Peneliti juga perlu tahu bagaimana isi perjanjian yang selama ini ada antara PT PLN dan pelanggannya. Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan turunan (derivasi) dari pertanyaan utama di dalam rumusan masalah pertama. Untuk itulah, setiap pertanyaan turunan ini dimasukkan ke dalam kolom NAMA DATA. Jadi, pada nomor 1.1 disebutkan nama datanya berupa pertanyaan turunan yang pertama. Lalu ada 1.2 sebagai pertanyaan turunan kedua, dan seterusnya. Hal ini berlaku juga untuk rumusan permasalahan kedua, sehingga nanti akan ada pertanyaan turunan 2.1, 2.2, 2.3, dan seterusnya.
Tiap-tiap pertanyaan turunan itu dapat diestimasi apakah mengarah ke BENTUK DATA primer atau sekunder. Jika datanya memang masih harus dicari sendiri di lapangan, maka datanya adalah primer. Jika datanya cukup diambil dari referensi yang sudah tersedia, maka data itu berbentuk sekunder. Dalam hal ini sangat penting bagi peneliti hukum untuk berhati-hati dengan istilah “bahan hukum” karena ada bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Semua bahan hukum tergolong sebagai data sekunder. Ada saja kemungkinan suatu nama data sekaligus membutuhkan bentuk data primer dan sekunder.
Kolom berikutnya adalah SUMBER DATA. Kolom ini diisi dengan nama tempat di mana data itu dapat ditemukan. Misalnya, dalam contoh rumusan masalah di atas, bentuk datanya primer, sehingga tempatnya ditulis Bagian Hukum PT PLN. Nanti isian ini akan terkait dengan kolom terakhir, yakni INFORMAN. Pada kolom terakhir ini dapat diisi siapa figur yang ada di Bagian Hukum PT PLN itu yang akan dihubungi guna memperoleh data tersebut. Untuk data berbentuk sekunder, kolom sumber data ditulis dengan menyebutkan sumber referensi terkait, seperti undang-undang (sebutkan nomor dan judul undang-undangnya), perjanjian keperdataan, buku teks, jurnal, dan/atai nama dokumen lainnya.
TEKNIS PENGUMPULAN DATA adalah cara data itu dikumpulkan. Misalnya, jika datanya berbentuk primer, tekniknya adalah wawancara, survei, angket mini, dan sebagainya. Apabila datanya berbentuk sekuder, dapat ditulis studi dokumen atau kajian dokumenter.
Demikianlah secara sederhana sebuah tabel metode penelitian hukum diisi agar membantu pembaca menangkap dengan cepat metode yang dilaksanakan di dalam penelitian itu. Dengan tabel ini pembaca dapat langsung mengetahui apakah penelitian ini memang menggunakan data primer atau data sekunder. Jika data primer, apa saja data yang dimaksud (nama data), lalu ke mana si peneliti mencari data itu (sumber data), apa teknik pengumpulan datanya, serta siapa informan yang ditemukan.
Sangat dianjurkan agar setelah tabel ini diisi, peneliti kemudian menarasikan tabel ini dalam bentuk uraian. Dengan demikian, pembaca akan terbantu untuk lebih tepat membaca maksud dari tabel ini.
Saya juga dapat memaklumi jika ada beberapa terminologi di dalam penelitian hukum yang terkadang masih diperdebatkan. Sebagai contoh, istilah “data” untuk penelitian hukum normatif. Benarkah ada yang disebut “data” untuk penelitian hukum normatif itu? Lalu kata “informan” yang sengaja dibedakan dengan “responden”. Juga mungkin dipertanyakan lagi, mengapa ada teknik pengumpulan data, sementara teknik analisis tidak disinggung. Hal-hal seperti ini seharusnya tidak perlu diperdebatkan apabila peneliti dapat mendefinisikan secara tepat pengertian tentang terminologi-terminologi tersebut. Untuk teknis analisis, bisa dikesampingkan untuk tidak dicantumkan di dalam tabel, namun dapat ditambahkan ketika tabel itu dinarasikan.
Mudah-mudahan uraian ini membantu para mahasiswa yang kebingungan dalam menuangkan metode penelitian pada usulan atau laporan penelitian mereka. (***)
Published at :