People Innovation Excellence

REFLEKSI 20 TAHUN PENGAJARAN HUKUM PERSAINGAN USAHA

 


Pada tanggal 22 Juli 2020, dosen Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS, Shidarta, diundang memberikan pandangannya tentang dinamika hukum persaingan usaha dalam teori dan praktik. Kegiatan ini merupakan bagian dari webinar yang diselenggarakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Tampil juga sebagai narasumber lainnya adalah Komisioner KPPU Dinni Melanie, S.H., M.E. dan Wakil Ketua Umum PERADI H. Sutrisno, S.H., M.Hum.  Beliau menggantikan Prof. Fauzie Yusuf Hasibuan yang berhalangan hadir. Salah satu pembicara dari DPR-RI juga berhalangan untuk hadir. Tema webinar yang diangkat adalah “Hukum dan Kebijakan Persaingan Usaha Indonesia: Hendak Dibawa ke Mana?”

Acara yang merupakan salah satu rangkaian seminar memperingati 20 tahun KPPU ini dibuka oleh Ketua KPPU Kurnia Toha, S.H., LL.M., Ph.D., dengan dimoderatori oleh Retno Wiranto, S.Sos., M.H. Dalam sambutannya, Ketua KPPU berharap webinar ini akan memberi masukan, baik dari kalangan praktisi maupun akademisi terhadap perkembangan hukum persaingan usaha di masa depan.

Dalam paparannya, Shidarta menyampaikan sejumlah catatan tentang kajian akademis hukum persaingan usaha, sebagaimana yang ditemukannya melalui penelitian para mahasiswa yang diikutinya sejak 20 tahun terakhir mengajar di berbagai jenjang pendidikan tinggi hukum. Ia mencatat, misalnya ada kajian terkait area hukum persaingan usaha, kelembagaan KPPU berikut dengan kewenangannya, ketentuan hukum acara (pembuktian), dan mengenai putusan-putusan yang telah dihasilkan oleh KPPU selama ini. Di luar itu, tentu ada isu-isu spesifik dan aktual yang menarik perhatian para peneliti, seperti tentang leniency program, indirect evidence, notifikasi konsolidasi/merger/akuisisi, dan perluasan yuridiksi ke luar Indonesia (ekstrateritorialitas).

Mengenai area hukum persaingan usaha, Shidarta menegaskan perlunya area ini diperluas, sehingga mencakup juga hukum perlindungan konsumen. Ia menyinggung tentang sejarah lahirnya UU Nomor 5 Tahun 1999 yang tidak dapat dipisahkan dari kelahiran UU Nomor 8 Tahun 1999. Hal ini ada kaitannya juga dengan kelembagaan KPPU yang seharusnya bisa mencakup kewenangan yang selama ini dipegang oleh BPKN dan BPSK. Hal ini layak menjadi perhatian bagi perkembangan hukum persaingan usaha di masa depan, mengingat lembaga-lembaga KPPU di berbagai negara seperti Australia, Irlandia, negara-negara Afrika hingga Samoa sudah menyatukan dua area hukum tersebut ke dalam satu institusi pengawasan dan adjudikasi.

Shidarta juga mencermati bahwa KPPU adalah sebuah eksperimen kelembagaan yang layak untuk dioptimalkan keberadaannya. Sayangnya, ketentuan di dalam UU No. 5 Tahun 1999 tidak cukup jelas menopang kinerja KPPU yang diharapkan. Ia berharap KPPU dapat lebih memanfaatkan posisinya sebagai self-regulatory body guna melengkapi kelemahan di dalam undang-undang. Peraturan-peraturan komisi yang lebih teknis diharapkan akan lebih banyak dibuat.

Ia juga menggarisbawahi betapa penting KPPU mengutip preseden di dalam putusan-putusannya. Tujuannya agar sikap KPPU dapat dijadikan acuan untuk mengubah perilaku pelaku usaha. Selama ini KPPU seperti memutuskan suatu perkara berdiri sendiri-sendiri tanpa melihat bagaimana putusan untuk perkara serupa pernah diputuskan. Hal ini tidak berarti KPPU tidak boleh berubah sikap. Menurut Shidarta, perubahan sikap dapat dibenarkan apabila ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap kebutuhan perubahan tersebut.

Beberapa kelemahan dalam teknis penulisan putusan juga disinggung oleh Shidarta, yang menurutnya, perlu diperbaiki agar putusan-putusan KPPU dapat lebih sesuai dengan teori yang selama ini dipelajari di dalam pendidikan tinggi hukum. Ia mengambil contoh penulisan dasar hukum yang kerap kali tidak menyertakan ketentuan pasal sanksi yang dikenakan. Ia mengatakan bahwa dalam undang-undang sektoral seperti UU No. 5 Tahun 1999, pasal yang mengatur perilaku (norma perilaku) sebagai kaidah primer lazimnya ditulis terpisah dengan pasal yang memuat sanksi (kaidah sekunder). Untuk itu, tidak benar apabila hanya norma perilaku saja yang dituliskan di dalam putusan, dan tiba-tiba ada amar putusannya sebagai sanksi, tanpa kejelasan pasal sanksi yang mana yang dijadikan acuan. Belum lagi soal konsistensi penggunaan terminologi yang di dalam putusan kerap ditulis sebagai sanksi administratif, padahal di dalam undang-undang digunakan istilah tindakan administratif.

Shidarta juga melihat KPPU perlu terus bergandengan tangan dengan para akademisi. Peningkatan kapasitas kelembagaan KPPU dapat dilakukan apabila sumber daya di dunia pendidikan ikut dilibatkan. Sebagai contoh, ia mengatakan teknis-teknis penalaran dan penemuan hukum, termasuk di dalamnya kajian tentang kaidah hukum, sangat penting untuk makin dikuasai oleh penyandang tugas di KPPU. (***)

JALANNYA WEBINAR TERSEBUT DAPAT DIIKUTI DALAM TAUTAN BERIKUT:

https://www.youtube.com/watch?v=eMWwSNB7TSY

 

 


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close