MEMPERTANYAKAN LEGALITAS BACK DOOR LISTING
Oleh AGUS RIYANTO (Mei 2020)
Back door listing adalah praktIk yang ada dan terjadi di pasar modal. Secara sederhana dapat diterjemahkan bahwa back door listing sebagai cara perusahaan non-terbuka (tertutup) untuk dapat masuk dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) tanpa melalui penawaran umum dan tidak melakukan pencatatan di BEI. Dapat juga diartikan back door listing sebagai masuk lewat pintu belakang untuk melantai di BEI dan tidak lewat pintu depan. Konsekuensi yang demikian ini mengundang kontroversi, karena hingga saat ini tidak terdapat kejelasan bagaimana kedudukan back door listing itu, apakah diperbolehkan atau dilarang. Namun, yang jelas back door listing, dalam prakteknya terdapat perusahaan yang telah melakukannya, tetapi tidak diatur. Kondisi ketiadaan aturan ini menjadikan perusahaan yang berkehendak melakukannya tidak mungkin dapat dicegahnya. Perusahaan yang berhendak melakukan back door listing dapat mengakuisisi perusahaan yang tercatat di BEI atau dengan melakukan penerbitan saham barunya (rights issue) pada perusahaan terbuka yang akan menerbitkannya dan perusahaan yang melakukan back door listing akan melakukan exercise terhadap saham tersebut yang kemudian akan menjadi pemegang saham pengendali baru. Yang patut untuk dipertanyakan adalah apakah back door listing itu dengan yang terjadi selama ini dibenarkan atau legalkah hal tersebut dilakukan?
Tanpa harus melalui proses penawaran umum dan tanpa melakukan pencatatan sahamnya di BEI back door listing tidaklah sah. Mengapa ? Pertama, back door listing tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan Pasal 70 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) menyatakan bahwa:
Yang dapat melakukan Penawaran Umum hanyalah Emiten yang telah menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual Efek kepada masyarakat dan Pernyataan Pendaftaran tersebut telah efektif.
Dengan ketentuan tersebut di atas tegas tertutup kemungkinan dapat dilakukan penawaran umum tanpa melalui izin Bapepam-LK (sekarang Otoritas Jasa Keuangan). Artinya melalui proses demikian ini tidaklah mungkin dapat disimpangi dan wajib untuk dipenuhi apabila perusahaan bermaksud untuk merubah staus badan hukumnya untuk menjadi perusahaan terbuka dengan menjual sahamnya kepada publik. Termasuk dalam hal ini perusahaan yang melakukan back door listing tidak mendapatkan pernyataan effektif dari OJK, karena hal itu memang tidak dilakukannya. Sekaligus itu juga mengandung arti bahwa izin memang tidak di dapatkannya, tetapi yang dilakukannya adalah melalui jalur di luar ketentuan atau sama saja melalui tidak jalur depan yang seharusnya dilalui melainkan ke belakang. Pernyataan efektif itu setara dengan pintu masuk pertama yang harus dilalui, tetapi back door listing tidak memenuhi tahapan pertama, sehingga memang tidak sah apa yang dilakukannya. Sebuah tahapan atau pintu pertama yang tidak terpenuhi adalah catatan yang harus menjadi suatu catatan bagi masyarakat atau investor yang seharusnya diperhatikan. Ketiadaan terhadap pemenuhan dari Pasal 70 ayat (1) UUPM dapat disejajarkan sebagai kesalahan fundamental yang tidak dapat diabaikan sehingga back door listing sebuah pengingkaran dari pasal tersebut dan oleh karena itu tidak dapat dibenarkan dari sudut normatif.
Kedua, perusahaan yang back door listing, sebagai akibat dari yang pertama tersebut di atas, dengan sendirinya tidak akan melakukan pernyataan pendaftaran ke OJK sebagai tahapan administratif prosedural yang harus dilalui. Dilanggarnya kewajiban ini sama saja dengan melangkahi ketentuan yang diatur Peraturan OJK No. 7/POJK.04/2017 tentang Dokumen Pernyataan dalam Rangka Penawaran Umum Bersifat Ekuitas, Efek Bersifat Utang. Tidak diikuti ketentuan ini menjadi masalah krusial, karena di dalam ketentuan ini terdapat hal-hal yang sifatnya dokumentasi yang wajib dipenuhi. Seperti : Surat Pengantar Pernyataan Pendaftaran, Prospektus, Prospektus Ringkas, Prospektus Awal, dan dokumen-dokumen lain harus disampaikan sebagai bagian dari pernyataan pendaftaran yang meliputi lebih dari 15 dokumen-dokumen penting yang wajib disampaikan kepada OJK (lihat pasal 7 POJK No. 7/POJK.04/2017). Selain itu, tahapan ini juga wajib mengikuti tata cara pengajuan Pernyataan Pendaftaran yang telah diatur dalam Peraturan No. IX. A.1, Keputusan Ketua Bapepam-LK No. Kep-690/BL/2011 tentang Ketentuan Umum Pengajuan Pernyataan Pendaftaran dan Peraturan No. IX.A.2. Keputusan Ketua Bapepam-LK No. Kep-122/ BL/ 2009 tentang Tata Cara Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum. Keseluruhan yang wajib dilakukan untuk menjadi perusahaan terbuka bersifat mandatory sifatnya, tetapi di dalam proses back door listing tidak dilakukannya. Artinya, terjadi penyimpangan dari aspek prosedural yang seharusnya dipenuhi dan dijalankan sehingga tindakan tersebut sama saja tidak memenuhi persyaratan administratif penawaran umum. Persyaratan demikian tidak dapat dipandang sebelah mata, karena persyaratan tersebut adalah penting ditaati untuk dapat menentukan legalitas perusahaan yang bermaksud untuk menjual sahamnya kepada masyarakat. Disamping itu juga patut diperhatikan juga bahwa kegiatan penawaran umum itu berkaitan dengan usaha perusahaan menghimpun dana masyarakat. Kepentingan dari masyarakat yang menanamkan dan mempercayakan investasinya yang harus dilindungi dan perlindungan itu hadir di Pasar Modal dengan kejelasan status hukumnya melalui jalan menyampaikan pernyataan pendaftaran ke OJK dan baru dapat dikatakan sah apabila telah dilakukan dengan dikeluarkannya pernyataan effektif dari OJK. Berbeda hal dengan back door listing yang tidak melalui perjalanan dan persyaratan dalam rangka penawaran umum saham sehingga aspek kejelasan dan status hukumnya dipertanyakan.
Ketiga, tahapan ke-2 (pernyataan pendaftaran ke OJK) setelah mendapat pernyataan efektif dari OJK adalah melakukan proses pencatatan (listing) di BEI. Pencatatan itu sendiri dapat diterjemahkan sebagai izin yang diberikan kepada perusahaan yang telah berubah statusnya menjadi terbuka yang memungkinkan sahamnya diperdagangkan di lantai BEI dimana efek tersebut tercatat. Artinya, tidak mungkin dapat diperdagangkan apabila belum melakukan pencatatan dengan memenuhi syarat-syarat dari BEI yang harus dipenuhi emiten sebelum itu. Untuk maksud itu, maka emiten yang hendak melakukan pencatatan harus memenuhi Peraturan No. I-V, Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia No. Kep-00059/BEI/07-2019 tentang Ketentuan Khusus Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham di Papan Akselerasi Yang Diterbitkan Oleh Perusahaan Tercatat. Berdasarkan ketentuan ini terdapat dua persyaratan yang harus dipenuhi oleh emiten yaitu persyaratan kelembagaan dan persyaratan kelengkapan dokumen (bersifat administratif) yang harus dipenuhi untuk dapat memperdagangkan sahamnya di BEI. Persyaratan kelembagaan itu seperti bentuk badan hukum harus Perseroan Terbatas, memperoleh pernyataan efektif dari OJK, memiliki Komisaris Independen, Direktur Independen, Sekretaris Perusahaan, Komite Audit dan lain-lain yang sifatnya lembaga yang bertujuan untuk mendukung tercapainya Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance). Selain itu juga harus memenuhi syarat-syarat kelengkapan dokumen, seperti membayar biaya pendaftaran Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah), dokumen-dokumen perusahaan seperti : Anggaran Dasar, Riwayat Direksi dan Komisaris, dan lain-lain kelengkapan yang terdiri dari lebih 10 yang harus dipenuhi oleh emiten. Berangkat dari persyaratan yang ada tersebut, maka tergambar bahwa perusahaan yang melakukan back door listing itu tidak memenuhi kewajibannya karena memang tidak dilakukannya. Hal itu mengandung juga berarti perusahaan tersebut gugur untuk dapat memperdagangkan sahamnya di BEI, karena dua persyaratan awal yang ditentukan oleh BEI tidak dipenuhi, sehingga tidak sah prosedurnya. Prosedur yang tidak dapat dipandang sebagai melengkapi saja, tetapi di balik itu semuanya terdapat sejumlah items yang penting untuk diikuti tanpa kecuali. Pelanggaran ketentuan ini menjadikan back door listing tidak dapat dipahami sebagai perusahaan yang telah mencatatkan sahamnya di BEI.
Berangkat dari keseluruhan rangkaian tersebut di atas itu dapat ditarik benang kejelasan bahwa back door listing tidak dapat dibenarkan atau tidak sah. Keabsahan atau legalitasnya telah menabrak ketiga persyaratan yang tidak terpenuhi dengan sangat terbuka. Gambaran dan ilustrasi dapat diperumpamakan sebagai proses yang tidak memenuhi syarat yang ada, tetapi yang dimohonkannya telah mendapatkannya. Meskipun untuk itu harus lewat pintu belakang dan melangkahi pintu depan sebagaimana lajimnya prosedural yang seharusnya dilakukan oleh setiap permohonan perijinan. Dengan sebuah kerangka berpikir bahwa jika memang dapat lewat pintu depan (sebagai jalan yang benar dan sesuai aturan) mengapakah harus melalui lewat belakang (yang tidak memenuhi persyaratan yang seharusnya dipenuhi) dan hal itu tetap dilakukannya. Kebenaran itu memang berat, tetapi harus dilakukan bila berkeinginan menjadikan Pasar Modal yang selalu taat kepada aturan yang telah ditentukan dan tidak untuk disimpanginya. Oleh karena itu sudah waktunya pemangku kewenangan di pasar modal, seperti OJK dan BEI, untuk mengatur lebih lanjut dalam bentuk yang sah dari proses back door listing yang selama ini telah terjadi dan ada. Hal ini untuk menjadikan pasar modal yang effektif dan effisien, serta selalu mengedepankan dan melindungi pemegang saham minoritas yang berpotensi dirugikan dari tindakan yang belum diaturanya. Semoga hal ini tidak berlarut-larut dan tidak ada titik akhirnya pro dan kontra back door listing selama ini. Amiin. (***)
Literatur :
Andika Wijaya & Wida P. Ananta, IPO Rights Issue & Penawaran Umum Obligasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2018
Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia, Tata Nusa, Jakarta, 2012.
Published at :