SEKILAS TENTANG PERJANJIAN HAK JAMINAN RESI GUDANG
Oleh SHIDARTA (April 2020)
Tulisan ini dibuat dalam rangka memperkaya perkuliahan hukum perdata yang diberikan untuk mahasiswa semester kedua. Karena tujuannya adalah untuk memperkaya bahan bacaan, maka model penyampaiannya lebih bersifat deskriptif daripada analisis. Materi yang dibahas adalah tentang resi gudang (warehouse receipt) sebagai bagian dari topik tentang hukum jaminan.
Menurut Undang-Undang tentang Sistem Resi Gudang (Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011), pengertian dari resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang (bergerak dan dapat diperdagangkan, seperti gabah, beras, gambir, teh, kopra, jagung, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, rotan, garam, dan timah), yang disimpan di gudang. Dokumen ini diterbitkan oleh pengelola gudang. Namun, tujuan dari penerbitan resi gudang sebenarnya tidak sekadar menjadi bukti kepemilikan barang. Resi gudang menjadi penting diatur karena ia merupakan salah satu instrumen keuangan atau pembiayaan.
Dilihat dari subjek-subjek yang terlibat di dalam transaksi awal resi gudang ini, setidaknya ada dua pihak. Pertama, pemilik barang. Dia adalah orang (individu atau korporasi) yang menyimpan barangnya dalam jangka waktu tertentu (minimal tiga bulan) di dalam gudang. Dia juga adalah orang yang pertama kali akan menjadi pemegang dokumen yang disebut resi gudang tersebut. Kedua, adalah pengelola gudang (individu atau korporasi). Tentu tidak semua orang yang memiliki gudang dapat bergitu saja menerbitkan resi gudang yang layak digunakan sebagai instrumen keuangan/pembiayaan. Hanya pengelola yang sudah mendapat izin (persetujuan) dari Badan Pengawas Sistem Resi Gudang yang boleh menerbitkannya. Badan ini sekarang diberi nama Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), yaitu suatu badan di bawah Menteri Perdagangan. Pengelola gudang adalah pengusaha yang bergerak di bidang pergudangan. Posisi pengelola gudang bisa sebagai pemilik sendiri dari gudang itu atau bukan pemilik, melainkan sebagai kepanjangan tangan dari pemlik gudang. Namun, pada intinya ia harus orang yang berwenang menerbitkan dokumen yang disebut resi gudang.
Ada terminologi lain yang penting dijelaskan di sini, yaitu pemegang resi gudang. Tadi disebutkan bahwa pemilik barang pada awalnya adalah pemegang pertama kali atas resi gudang. Namun, resi gudang ini hanya punya nilai sebagai instrumen keuangan/pembiayaan apabila dokumen itu diperalihkan ke orang lain. Artinya, pada tahap berikutnya resi gudang ini akan beralih ke pihak-pihak lain secara berkelanjutan.
Mari kita simulasikan secara sederhana dalam bentuk contoh sebuah transaksi. Katakan, bahwa Ali adalah seorang pedagang beras, yang telah membeli beras dari petani sebanyak 100 ton. Karena tidak punya gudang yang luas, maka Ali menyimpan berasnya itu ke pengelola gudang yaitu PT Gudang Sejati. Jadi, beras secara fisik sudah disimpan di gudang untuk jangka waktu tertentu sesuai yang diperjanjikan (untuk beras jangka waktunya tiga sampai dengan enam bulan). Untuk itu, PT Gudang Sejati menerbitkan resi gudang ini. Di sini dapat dicermati, bahwa resi gudang pada hakikatnya adalah tanda terima penyimpanan barang. Resi gudang ini harus dicatatkan ke pihak berwenang, dalam hal ini di Pusat Registrasi Resi Gudang. Pusat ini adalah suatu badan usaha berbentuk badan hukum yang mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Sistem Resi Gudang untuk melakukan penatausahaan resi gudang (dan derivatif resi gudang) yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta penyediaan sistem dan jaringan informasi.
Dalam bisnisnya, Ali ternyata membutuhkan uang. Ia lalu pergi ke Bank Megantara Indonesia. Pihak bank, tentu bertanya apa jaminan (anggunan)-nya apabila pengajuan kredit dari Ali dapat disetujui oleh pihak bank. Ali lalu memperlihatkan resi gudang yang ada di tangannya, bahwa ia punya sekian ton beras yang saat ini tersimpan di gudang PT Gudang Sejati. Tentu saja, bank akan mengecek kebenaran pernyataan Ali ini, dengan melakukan konfirmasi ke PT Gudang Sejati. Apabila bank setuju dengan usulan kredit dari Ali, maka kredit itu bisa dicairkan. Bank sekarang adalah pemegang resi gudang yang baru. Besaran kredit yang dicairkan maksimal 70% dari nilai barang yang tersimpan di gudang. Dalam hal ini, harus dipahami bahawa perjanjian utama antara Ali dan Bank Megantara Indonesia adalah perjanjian kredit perbankan (utang-piutang), namun ada perjanjian tambahan atau ikutannya, yaitu perjanjian pengikatan resi gudang sebagai perjanjian hak jaminan.
Secara umum, memang perjanjian hak jaminan merupakan perjanjian ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian utang-piutang yang menjadi perjanjian pokok. Perlu dicatat bahwa lembaga jaminan sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan atas Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria dan sekaligus sebagai pengganti lembaga hipotek atas tanah dan creditverband. Di samping itu, hak jaminan lainnya yang banyak digunakan dewasa ini adalah gadai, hipotek selain tanah, dan jaminan fidusia. Dari berbagai ketentuan jaminan tersebut, dan dengan memperhatikan sifatnya, resi gudang tidak dapat dijadikan objek yang dapat dibebani oleh satu di antara bentuk jaminan tersebut. Undang-Undang Sistem Resi Gudang diberlakukan untuk menampung kebutuhan pemegang resi gudang atas ketersediaan dana melalui lembaga jaminan tanpa harus mengubah bangunan hukum mengenai lembaga-lembaga jaminan yang sudah ada. Dengan demikian, undang-undang ini menciptakan lembaga hukum jaminan tersendiri di luar lembaga-lembaga jaminan yang telah ada yang disebut “Hak Jaminan atas Resi Gudang” sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Hak Jaminan dalam undang-undang ini meliputi pula klaim asuransi, apabia barang sebagaimana tersebut dalam resi gudang (yang menjadi objek hak jaminan) memang diasuransikan (lihat Penjelasan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006).
Perjanjian hak jaminan berupa resi gudang ini harus dilaporkan oleh bank agar dicatat di Pusat Registrasi Resi Gudang. Pihak pengelola gudang juga harus tahu mengenai adanya perjanjian kredit tadi. Peranan dari pengelola gudang juga sangat penting dalam konteks ini karena ia adalah pengelola [benda] jaminan. Setiap resi gudang hanya mungkin dijadikan jaminan untuk satu perjanjian kredit. Setelah Ali terikat kredit dengan Bank Megantara Indonesia, ia tidak dapat menjaminkan lagi resi gudang itu pada bank lain, sebab memang secara fisik Ali sekarang bukan lagi pemegang resi gudang itu.
Dalam perjalanan berikutnya, Ali tentu berkewajiban untuk melunasi kreditnya itu. Sangat lazim pelunasannya itu harus dicicil dari waktu ke waktu (tidak sekaligus lunas). Setiap kali terjadi pembayaran cicilan kredit, bank akan mengeluarkan “release instruction” kepada PT Gudang Sejati. Dalam hal ini berarti PT Gudang Sejati boleh mengeluarkan sejumlah barang dari gudang itu atas permintaan Ali. Tentu saja, berapa banyak barang yang bisa dikeluarkan dari gudang harus sesuai dengan penurunan plafon kredit dari Ali pada Bank Megantara Indonesia. Bagaimana jika Ali ternyata tidak mampu melunasi hutangnya ke pihak bank? Bahkan, mungkin sampai terancam pailit? Dalam hal ini, pihak bank mempunyai kedudukan sebagai kreditur yang diutamakan (preference) dibandingkan dengan kreditur yang lain. Pihak bank dapat menjual barang yang dijadikan jaminan itu secara langsung atau melalui pelelangan umum.
Resi gudang dapat diterbitkan dalam dua jenis. Ada resi gudang atas nama dan resi gudang atas perintah. Jika di dalam dokumen itu dicantumkan nama pihak (individu atau korporasi) yang akan menerima penyerahan barang setelah jatuh tempo, maka dokumen ini adalah resi gudang atas nama. Jika tidak ada pencantuman nama seseorang, maka ini adalah resi gudang atas perintah. Resi gudang itu memuat sekurang-kurangnya keterangan berupa: (1) judul resi gudang; (2) jenis resi gudang (atas nama atau atas perintah); (3) nama dan alamat pihak pemilik barang; (4) lokasi gudang tempat penyimpanan barang; (5) tanggal penerbitan resi gudang; (6) nomor penerbitan; (7) waktu jatuh tempo; (8) deskripsi barang yang disimpan; (9) biaya penyimpanan; (10) tanda tangan pemilik barang dan pengelola gudang; dan (11) nilai barang berdasarkan harga pasar pada saat barang dimasukkan ke dalam gudang.
Contoh peminjaman uang di bank adalah contoh yang terbilang perlu waktu. Dalam praktik bisnis, terkadang Ali harus mencari cara alternatif yang lebih cepat dalam memperoleh dana segar untuk membiayai bisnisnya. Katakanlah, ia tidak berminat pergi ke bank, tetapi lebih memilih menghubungi rekan bisnis bernama Chandra. Namun, Chandra tidak bersedia meminjamkan uangnya. Ali lalu mengatakan ia punya simpanan sekian ton beras di gudang PT Gudang Sejati. Untuk itu, diperlihatkanlah resi gudang di tangannya. Chandra bersedia menerima pengalihan resi gudang tadi. Sebagai imbalannya tentu, Chandra memberikan uang dengan nilai tertentu yang disepakati. Proses peralihan ini adalah bentuk jual-beli resi gudang. Dalam hal ini, Ali dan Chandra tidak perlu harus memindahkan beras dari PT Gudang Sejati ke gudang milik orang lain. Beras tetap disimpan di gudang yang sama. Ali cukup mengalihkan dokumen berupa resi gudang itu kepada Chandra. Jadi, Chandra sekarang adalah pemegang resi gudang yang baru karena mendapat pengalihan dari Ali.
Dalam proses pengalihan ini, Ali harus menjamin: (1) resi gudang tersebut asli; (2) penerima pengalihan dianggap tidak mempunyai pengetahuan atas setiap fakta yang dapat mengganggu keabsahan resi gudang; (3) pihak yang mengalihkan mempunyai hak untuk mengalihkan resi gudang; (4) penerima pengalihan selanjutnya dibebaskan dari segala tanggung jawab atas kesalahan pengalihan pemegang resi gudang terdahulu; dan (5) proses pengalihan telah terjadi secara sah sesuai dengan undang-undang. Artinya, Ali harus punya iktikad baik dalam proses peralihan ini, sehingga Chandra tidak boleh dibebani risiko apapun terkait keabsahan dan kebenaran isi pernyataan resi gudang yang diperalihkan. Sekalipun ada jaminan demikian, Chandra, melalui Ali atau PT Gudang Sejati, dapat memita informasi kepada Pusat Registrasi Resi Gudang tentang status resi gudang yang akan dialihkan kepadanya.
Apabila Ali dan Chandra setuju dengan pengalihan ini, maka mereka memprosesnya dengan cara: (1) penandatangan akta otentik (dalam hal resi gudang atas nama) berupa akta cessie, atau (2) endorsemen dari pihak pengalih (dalam hal resi gudang atas perintah). Tata cara penyerahan ini sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata. Dalam konteks terjadinya peralihan di atas, maka tentu Pusat Registrasi harus mengetahuinya. Untuk itu, kewajiban Ali untuk melaporkannya. Pusat Registrasi akan memverifikasi apakah Chandra masih berhak untuk mengalihkan. Batas waktunya juga dilihat, apakah masih ada kurun waktu minimal lima hari sebelum jatuh tempo. Juga status dari resi gudang itu sedang tidak dijaminkan.
Pusat Registrasi, dengan demikian, dapat membatalkan pengalihan itu apabila ia menemukan ada persyaratan yang tidak terpenuhi untuk terjadinya pengalihan. Namun, jika disetujui, maka Pusat Registrasi akan melakukan pemindahbukuan kepemilikan resi gudang. Konfirmasi dari Pusat Registrasi ini akan dikirimkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yakni Ali, Chandra, dan PT Gudang Sejati.
Hak yang ada di dalam dokumen resi gudang ini adalah hak berupa benda bergerak yang abstrak, sehingga dapat juga peralihkan selain melalui transaksi jual beli, misalnya melalui hibah dan pewarisan, serta sebab-sebab lain yang dibenarkan undang-undang, termasuk pemilikan barang karena pembubaran badan usaha yang semula merupakan pemegang resi gudang. Resi gudang juga dapat diperdagangkan di bursa.
Jika resi gudang dapat diperjualbelikan, bahkan di bursa, maka satu pertanyaan yang kerap diajukan adalah apakah resi gudang itu temasuk dalam kriteria surat berharga? Ada beberapa syarat untuk dapat disebut surat berharga (dalam beberapa literatur digunakan istilah “surat yang berharga”). Menurut H.M.N. Purwosutjipto dalam bukunya berjudul “Hukum Surat Berharga”; hlm. 6-8), surat yang berharga itu mengandung tiga ciri, yaitu: (1) surat bukti tuntutan utang, (2) pembawa hak, dan (3) sukar diperjualbelikan. Ciri yang terakhir ini adalah karena surat [yang] berharga memang membutuhkan formalitas tertentu untuk dapat diperalihkan. Sebagai contoh, mensyaratkan peralihan dengan cara cessie. Jika mengikuti ketiga ciri yang disebutkan di atas, jelas bahwa resi gudang memenuhi semua ciri tersebut.Jika d ilihat dari fungsinya, maka resi gudang juga memenuhi syarat untuk disebut sebagai surat berharga. Menurut Emmy Pangaribuan dalam bukunya berjudul Hukum Dagang Surat-Surat Berharga”; hlm. 9), surat berharga mempunyai dua fungsi, yakni sebagai alat untuk dapat diperdagangkan dan sebagai alat bukti terhadap hutang yang telah ada. (***)