People Innovation Excellence

TINDAK PIDANA SIBER DALAM KASUS BAIQ NURIL MAKNUN

Oleh AHMAD SOFIAN (April 2020)

Berikut ini disajikan analisis  satu kasus tindak pidana siber yang telah diputus oleh pengadilan dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kasus ini sempat menjadi perhatian nasional terkait dengan perbedaan putusan antara Putusan Pengadilan Negeri Materam dengan Putusan Kasasi yang dibuat oleh Mahkamah Agung yang kemudian dikuatkan melalui Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung. Peristiwa Tindak Pidana Siber ini terjadi di Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat, yang diputus oleh Pengadilan Negeri Mataram dengan Nomor : 265/Pid.Sus/2017/PN.MTR tanggal 27 Juli 2017.

Kasus Posisi dan Putusan 

Dalam dakwaan  Penuntut Umum dinyatakan bahwa Terdakwa yang bernama Baiq Nuril Maknun pada sekitar bulan Agustus 2012 merekam percakapan melalui handphone yang berisi rahasia pribadi saksi korban yang bernama Haji Muslim (Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram). Rahasia pribadi  tersebut berupa perbuatan asusila yang dilakukan Haji Muslim dengan seorang wanita. Rekaman ini dilkakukan oleh terdakwa dengan menggunakan handphone miliknya ketika Haji Muslim meneleponnya.

Lalu pada Bulan Desember 2014, hasil rekaman itu diminta dan lalu diserahkan kepada Haji Imam Mudawin sebagai bahan untuk melaporkan tingkah laku Haji Muslim ke DPRD Kota Mataram. Awalnya Baiq Nuril Maknun tidak bersedia memberikan rekaman tersebut, namun akhirnya menyerahkannya dengan syarat, Haji Imam Mudawin tidak memberikan rekaman tersebut ke orang lain, dan hal ini disetujui oleh Haji Imam Mudawin. Singkat cerita hasil rekaman tersebut menyebar ke banyak orang di Kota Mataram, sehingga Haji Muslim merasa nama baiknya tercemar dan peristiwa ini pun bergulir di Pengadilan Negeri Mataram.

Terdakwa (Baiq Nuril Maknun) dituntut dengan Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang bunyi lengkapnya sebagai berikut :

“Setiap  orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan  dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektornik yang memiliki muatan yang melanggar Kesusilaan”

Pasal 45 ayat (1) UU ITE menyatakan:

“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”

Hakim mempertimbangkan bukti-bukti yang dihadirkan dalam persidangan, termasuk saksi-saksi, dan juga keterangan dari saksi korban dan terdakwa. Ahli ITE juga dipanggil untuk didengar keahliannya. Dan beberapa pertimbangan penting dimasukkan dalam putusan Pengadilan Negeri Mataram adalah :

  1. Isi rekaman yang berisi rahasia pribadi Haji Muslim direkam terdakwa tanpa sepengetahuan Haji Muslim dan disimpan di dalam HP milik Terdakwa selama lebih kurang 1 tahun. Kemudian datang Haji Imam Mudawin untuk meminta isi rekaman tersebut yang akan digunakan sebagai bukti pelaporann ke ke DPRD Kota Mataram atas perbuatan asusila yang dilakukan Haji Muslim. Lalu isi rekaman tersebut dipindahkan langsung oleh Haji Imam Mudawin dari HP terdakwa ke Laptop miliki Haji Imam Mudawin.
  2. Selanjutnya Haji Imam Mudawin menyerahkan hasil rekaman tersebut kepada Sri Rahayu, dan Mulhakim. Lalu Mulhakim menyerahkan hasil rekaman tersebut dalam bentuk flesdisc kepada Muhajidin (kesemuanya adalah guru di SMAN 7 Mataram). Padahal sejak awal, ketika Haji Imam Mudawin meminta rekaman tersebut diperuntukkan bagi anggota DPRD Kota Mataram bukan untuk didistribusikan ke guru-guru SMAN 7 Mataram.
  3. Kesimpulan Majelis hakim adalah yang memindahkan (mentransmisikan) dan mendistribusikan rekaman tersebut bukanlah Terdakwa (Baig Nuril Maknun), tetapi adalah Haji Imam Mudawin.
  4. Dengan demikian dakwaan Penuntut Umum yang menyatakan bawah “terdakwa mendistribusikan/mentranmisikan rekaman pembicaraan korban menggunakan alat ektronik berupa HP” tidak terbukti dan tidak terpenuhi menurut hukum.

Atas pertimbangan di atas hakim memutuskan Terdakwa Baiq Nuril Maknun tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Penuntut Umum. Oleh karena itu Majelis Hakim membebaskan  terdakwa  dan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan , harkat dan martabatnya.

Atas putusan ini Penuntut Umum melakukan kasasi, dan menyatakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram telah keliru dalam mengambil keputusan. Lalu Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 574 K/Pid. Sus.2018 menyatakan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Mataram yang membebaskan terdakwa dinilai tidak  tepat dan salah dalam menerapkan peraturan atau tidak menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya. Salah satu pertimbangan Mahkamah Agung adalah :

“Walaupun pada awalnya terdakwa tidak bersedia untuk menyerahkan  pembicaraan tersebut kepada saksi Haji Imam Mudawin namun akhirnya  terdakwa bersedia menyerahkan rekaman percakapan yang ada di handphone milik terdakwa tersebut karena terdakwa sebelumnya menyadari dengan sepenuhnya bahwa dengan dikirimnya dan dipindahkannya atau ditansfernya isi rekaman pembicaraan yang ada  handphone milik terdakwa tersebut ke laptop milik saksi,  besar kemungkinan dan atau dapat dipastikan  atau setidak-tidaknya saksi Haji Imam Mudawin akan dapat mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informai elektronik dan/atau dokument elektronik berupa isi rekaman pembicaraan yang memiliki muatan pelanggaran kesusilaan.”

Selanjutnya Mahkamah Agung juga menyatakan  bahwa pemanfaatan dan penggunaan data pribadi personal  harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan. Berdasarkan pertimbangan yang dikemukakan di atas maka terdakwa telah memenuhi unsur delik dalam Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat 91) UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dank arena itu Terdakwa dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dan pidana denda sejumlah Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana dendan tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Atas putusan Mahkamah Agung yang menghukum terdakwa, maka  melalui kuasa hukumnya yang berasal dari Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Matam  mengajukan Peninjauan Kembali (PK) melalui Pengadilan Negeri Mataram tanggal 3 Januari 2019. Dalam memori Peninjauan Kembali yang diajukan Penasehat Hukum terpidana dinyatakan bahwa  terdapat kekhilafan hakim atau kekeliruan  nyata yang tidak dapat dibenarkan dalam pertimbangan judex juris (hakim Mahkamah Agung) yang menyidangkan perkara ini di Mahkamah Agung. Selain itu, penasehat hukum juga keberatan dengan pertimbangan dalam putusan MA tersebut yang menyatakan “terdakwa mengetahui dan menyadari konsekuensi jika terdakwa memberikan rekaman tersebut kepada orang lain,  dalam hal ini Haji Imam Mudawin”. Aspek lain yang menjadi alasan PK adalah menyangkut “bukti rekaman” (elektronik) maupun hasil cetakannnya yang tidak sah dan tidak mengikat secara hukum karena telah berubah isinya sehingga tidak dapat dibenarkan sebagai bukti elektronik dalam sidang ini.

Majelis Hakim PK yang menyidangkan perkara ini keberatan dengan memori PK yang diajukan penasehat hukum terpidana Baiq Nuril Maknun. Selain itu, Mejelis PK juga menyatakan bahwa  alasan Peninjuan Kembali dari pensehat hukum terpidana tidak memenuhi ketentuan Pasal 263 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP sehingga permohonan PK ditolak. Dengan demikian putusan yang tetap berlaku adalah Putusan yang dibuat oleh Mahkamah  Agung Nomor 574 K/Pid.Sus/2018.

Analisis Putusan

Secara singkat dapat dikemukakan perbedaan tafsir dan perbedaan pertimbangan dalam menerapkan Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.  Perbedaan tersebut terutama dalam hal memberikan makna “kesengajaan” (unsur subjektif) dan “mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya” (unsur objektif). Penulis akan menganalisis lebih dahulu tentang unsur subjektif (kesengajaan/kesalahan) lalu diikuti dengan tafsir kedua yaitu unsur objektif (mendistribusikan/mentransmisikan/dapat diaksesnya)

Kesengajaan yang dimaksudkan dalam Pasal 27 ayat (1), secara doktrinal meliputi sikap batin yang jahat dari pelaku tindak pidana untuk melakukan perbuatan yang tercela.  Mengukur sikap batin yang tercela ini tidak mudah, karena ada dalam fikiran seseorang atau alam yang abstrak. Oleh karena itu dalam doktrin sikap batin yang tercela ditafsirkan terdiri dari tiga model : sengaja dengan maksud, sengaja dengan insyaf kepastian dan sengaja dengan insyaf kemungkinan. Membuktikan adanya  kesengajaan (kesalahan) menjadi penting, karena seseorang tidak dapat dipidana jika tidak ada kesalahan.

Kesalahan itu merupakan keadaan psikologi seseorang ketika akan melakukan tindak pidana. Ada juga yang mengatakan kesalahan itu ipkiran yang salah, niat atau maksud untuk mewujudkan tindak pidana. Dalam konteks ini beliau  menghendaki terjadinya tindak pidana namun ketika si pembuat tidak menghendaki peristiwa pidana itu terjadi, maka sebenarnya tidak ada elemen kesengajaan dalam tindak pidana itu. Ketika tindak pidana tetap terjadi, maka ini menunjukkan ketidakhati-hatian dari yang bersangkutan dan digolongkan sebagai kealpaan.

Dalam putusan Mahkamah Agung pada Kasus Baiq Nuril Maknun di halaman 7 disebutkan :

“… awalnya terdakwa tidak bersedia untuk menyerahkan permbicaraan tersebut… namun akhirnya  meyerahkan rekaman percakapan… terdakwa sebelumnya menyadari sepenuhnya  bahwa dengan dikirimnya dan dipindahkannya atau ditransfer isi rekaman pembicaraan yang… besar kemungkinan dan atau dapat dipastikan atau setidak-tidaknya… Imam Mudawin akan dapat mendistribusikan dan atau mentransmisikan….”

Kata-kata yang saya cetak tebal dan digaribawahi tersebut menunjukkan elemen kesalahan (sikap batin/kondisi psikologi terdakwa) yang digambarkan dalam putusan Mahkamah Agung. Hakim sebenarnya sedang mencari-cari elemen kesengajaan pada diri pelaku agar unsur subjektif terpenuhi. Namun dalam proses pencarian tersebut, hakim “tersesat” terlalu jauh, sehingga yang ditemukan sebetulnya bukan unsur kesengajaan, tetapi unsur kealpaan (ketidaksengajaan). Terdakwa tidak pernah menyadari, kalau Imam Mudawin akan menyebarluaskan isi rekaman tersebut kepada orang lain, karena Imam Mudawin telah berjanji kepada terdakwa dan di hadapan seorang saksi lain untuk hanya menyerahkan rekaman tersebut untuk proses pembuktian di DPRD Kota Mataram. DPRD merupakan lembaga resmi, karena bisa berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan pemerintah setempat untuk menindaklanjuti dugaan tindak pidana atau perbautan yang melanggar nilai-nilai dalam masyarakat.

Oleh karena itu, terdakwa percaya yang yakin dengan Haji Mudawin. Selanjutnya kata-kata “besar kemungkinan dan atau  dapat dipastikan atau setidak-tidaknya” merupakan bukan elemen kesengajaan dengan maksud, kesengajaan dengan insyaf kepastian dan kesengajaan dengan insyaf kemungkinan. Kata-kata yang yang dimasukkan dalam pertimbangan hakim kasasi adalah sebuah tafsir yang terlalu luas untuk membuktikan “kesengajaan”, bahkan dapat dikatakan sebagai rekayasa. Sikap batin seseorang tidak bisa direka-reka atau ditebak-tebak yang logika yang tidak sistematis dan logis. Harusnya parameter yang digunakan oleh majelis MA adalah pengetahuan yang terdiri dari pendidikan, pengalaman hidup, tingkat pergaulan atau pola hubungan sosial dari pembuat. Ini adalah ukuran yang lebih objektif untuk membuktikan adanya kesengajaan dibandingkan mereka-reka atau menduga-duga seperti yang tercermin dalam pertimbangan hukum hakim MA.

Unsur kedua yang juga menjadi pertimbangan hukum hakim di MA adalah perbuatan “mendistribusikan dan/atau menstranmisikan dan/atau membuat dapat diakesnya”. Terjadi penafsiran yang berbeda antara Majelis Hakim PN Mataram dan Majelis Hakim MA. Tafsir Majelis Hakim PN Mataram menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti  melakukan salah satu dari perbuatan tersebut, karena yang mentranmisikan/memindahkan bukanlah terdakwa, dan yang menditribusikan juga bukan terdakwa. Terdakwa hanya meminjamkan HP miliknya yang di dalamnya ada rekaman pembicaraan, namun proses transmisi sepenuhnya dilakukan oleh Haji Imam Mudawin. Demikian juga yang melakukan pendistribusian, bukanlah terdakwa tetapi Haji Imam Mudawin. Denngan demikian, menurut Majelsi Hakim PN Mataram salah satu atau lebih dari perbuatan tersebut tidak terbukti dilakukan oleh terdakwa.

Sementara itu, Majelis Hakim MA berpendapat berbeda. Majelis MA berpendapat bahwa, meksipun yang memindahkan tersebut adalah Haji Imam Mudawin, namun terdakwa seharusnya “besar kemungkinan dan atau  dapat dipastikan atau setidak-tidaknya” Haji Imam Mudawin mendistribusikan isi rekaman tersebut kepada pihak lain.

Untuk menganalisis perbuatan ini, maka  saya meminjam tafsir Adami Chazawi dan Ardi Ferdia. Pertama,  mendistribusikan, ditafsirkannya sebagai pengiriman, membagikan, menyalurkan  dokumen/informasi elektronik kepada beberapa orang atau kebeberapa tempat. Jika dikaitkan dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, jelas bahwa terdakwa tidak mengirimkan, tidak membagikannya, atau tidak menyalurkan rekaman percakapan kepada beberapa orang. Fakta dalam persidangan yang terungkap adalah rekaman percakapan itu (dokumen/informasi elektronik) diminta oleh yaitu  Haji Imam Mudawin. Haji Imam Mudawin-lah yang mendistribusikannya ke beberapa orang. Selanjutnya mentransmisikan artinya adalah mengirimkan atau meneruskan pesan dari seseorang  (benda) kepada orang lain (benda lain). Jika mengacu pada penjelasan Pasal 27 ayat (1) UU No. 19/2016 maka perbedaannya terletak pada kuantitas penyebarannya. Menditribusikan ditujukan kepada banyak orang sedangkan mentransmisikan ditujukan pada satu orang. Jika dikaitkan dengan kasus Baiq Nuril Maknun, mentransmisikan ditafsirkan berbeda antara Mejelis  PN Mataram dan Mejelis MA. Namun menurut pandangan saya, mengirimkan itu artinya adalah: seseorang yang memiliki kamampuan teknis yang dimilikinya memindahkan secara aktif data/dokumen/informasi elekronik ke perangkat elektronik lain. Dalam konteks kasus ini, terdakwa hanya menyerahkan handphone miliknya yang di dalamnya ada rekaman percakapan (dokumen/informasi elektronik) dan menyetujui isi rekaman tersebut untuk dipindahkan ke laptop milik Haji Imam Mudawin. Dalam doktrin hukum pidana perbuatan ini bisa ditafsirkan mengirimkan secara pasif karena proses pemindahan dilakukan oleh Haji Imam Mudawin, artinya ada keterlibatan aktor lain secara bersama-sama, sehingga harusnya Perbuatan ini di-juncto-kan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1, yang bunyinya :

“Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan”

Jadi kapasitas terdakwa secara tunggal tidak sempurna dalam melakukan perbuatan pidana ini, namun secara bersama-sama (turut serta) melakukan perbuatan pidana bersama Haji Imam Mudawin. Dengan demikian, delik ini tidak sempurna terwujud, jika tidak mendakwa Haji Imam Mudawin yang secara nyata memindahkan rekaman percakapan tersebut.

Kesimpulan

Tindak pidana siber yang ditampilkan dalam kasus ini adalah tindak pidana siber sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Dalam kasus ini, terjadi perbedaan interpretasi terhadap perbuatan terdakwa. Pengadilan Negeri Mataram membebaskan terdakwa karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang dituduhkan oleh Penuntut Umum. Namun putusan kasasi dan diperkuat dengan putusan peninjauan kembali, menyatakan terdakwa terbukti  bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dituduhkan oleh Penuntut Umum. Perbedaan interpresi adalah wajar, namun kecermatan dalam memberikan tafsir atas unsur kesengajaan dan unsur mendistribusikan/mentransmisikan/dapat diaksesnya dalam tindak pidana siber menjadi aspek penting untuk diatur dalam norma yang tidak multitafsir. (***)



Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close