DOSEN HUKUM BINUS DALAM PANEL CSIS
Pada Selasa, 3 Maret 2020, bertempat di Gedung Centre for Strategic and International Studies (CSIS)
di Pakarti Centre Building, Jl. Tanah Abang 3 No. 23-27 diadakan Focus Group Discussion
(FGD) mengenai Riset CSIS yang berjudul “Ketahanan Demokrasi dan Ekonomi”. Dalam acara tersebut, dosen Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS, Dr. Reza Zaki diundang menjadi salah satu panel ahli. Panel ahli menampilkan pembicara lain, yaitu Pipin Sopian (PKS), Lucky Djani (Peraih Hatta Anti-Corruption), Kahar (Ketua Departemen KSPI), Tokoh Muhammadiyah, dan tokoh GMKI. Di samping itu, tampak hadir juga para peneliti CSIS, seperti Philips J. Vermonte Executive Director,
Medelina K.Hendytio (Deputy Executive Director), Arya Fernandes, Noory Okthariza, dan
Edbert Gani Suryahudaya.
Di dalam FGD ini, pembahasan dibagi dalam soal-soal ekonomi politik, buruh, dan partai politik
Islam. Semuanya diikat menjadi satu variabel di dalam memetakan hubungan antara
demokrasi dan kesejahteraan.
Dalam FGD yang diungkapkan pola ekonomi kesejahteraan yang harus menekankan kepada redistribusi kekayaan. Korea Selatan dianggap sangat berhasil dengan PDB Ekonomi enam kali lipat dari Indonesia saat ini. Melihat dari faktor sejarah, Korea Selatan merdeka lebih belakangan dibandingkan Indonesia. Lalu apakah model pemerintahan demokrasi, semi otoriter, dan otoriter juga menentukan bagaimana sebuah negara kesejahteraan itu dapat dicapai. Sama halnya dengan Singapura di bawah kepemimpinan Lee Kuan Yew yang sangat otoriter dalam menata negaranya. Akhirnya ia berhasil mewarisi Singapura yang merupakan negara kecil di ASEAN namun
memiliki banyak keunggulan baik pada sektor barang maupun jasa.
Berikutnya FGD melihat komparasi Indonesia dengan Filipina yang memiliki keragaman bahasa, keragaman pulau yang serupa menunjukkan juga bagaimana Indonesia hampir tertinggal dari negara ini dikarenakan saat ini Filipina dapat mengekspor tenaga kerja formal bahkan ke organisasi-organisasi Internasional. Indonesia di tahun 80-an sedang melakukan industrialisasi besar-besaran. Saat itu, Korea Selatan juga menghadapi kondisi sama. Namun pasca krisis Asia 1998 manufaktur kita tidak pernah kembali performanya seperti di era Soeharto. Sementara orientasi Korea Selatan adalah suatu negara industri berteknologi tinggi yang akhirnya berhasil menunjukkan karyanya di kancah internasional sebelum akhirnya saat ini harus terdesak oleh produk-produk dari China.
Lalu jika berbicara soal serikat buruh di Indonesia, disimpulkan bahwa belum ada soliditas dari serikat buruh di Indonesia karena mereka memiliki sektor yang berbeda-beda.
Terakhir mengenai partai politik Islam yang dikaitkan dengan tumbuhnya kembali Gerakan konservatif dan politik identitas, menunjukkan bahwa partai politik Islam dari tahun 1955-sekarang belum mampu menjadi partai pemenang Pemilu. Dulu pernah ada Partai Masyumi yang kemudian dibubarkan oleh Presiden Soekarno. (***)