PENYAJIAN AHMAD SOFIAN TENTANG TAFSIR MAKAR DI KONFERENSI INTERNASIONAL
Pada perhelatan Konferensi Internasional tentang Hukum dan Keadilan (International Conference on Law and Justice) di Kampus University of Malaya, Kuala Lumpur, Ketua Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.A. berkesempatan memaparkan penelitiannya tentang makar dalam konteks hukum pidana di Indonesia (Treason in the Context of Indonesian Criminal Law). Beliau tampil sebagai pemakalah pada hari pertama konferensi, yang berlangsung pada tanggal 5-6 November 2019. Dosen lain dari Jurusan Hukum Bisnis BINUS yang juga diundang membawakan hasil penelitian masing-masing adalah Dr. Shidarta, Dr. Bambang Pratama, dan Dr. Besar.
Ahmad Sofian memaparkan hasil penelitiannya, yang dilakukan bersama dengan dua dosen dari universitas lain (Aulia Faradila dan Surastini Fitirasih). Isi paparannya menyinggung putusan-putusan pengadilan mengenai makar pada dua kasus di Papua, pada dua rezim kekuasaan yang berbeda. Pasal-pasal makar yang ada di KUHP, menurutnya, merupakan pasal-pasal yang dibuat pada masa penjajahan Belanda untuk “memukul” kelompok separatis yang ingin mengusir atau mengganggu penguasa kolonial Belanda.
KUHP tidak memberikan tafsir atas pasal makar, sehingga maknanya sangat luas. Ada dua kelompok ahli hukum pidana memberikan penafsiran atas makna tersebut. Pertama, mereka yang mengatakan upaya serangan dengan menggunakan kekerasan untuk membunuh presiden/wakil presiden termasuk membuat mereka tidak lagi mampu berkuasa. Juga penggunaan kekerasan untuk memisahkan diri dari NKRI. Kedua, mereka yang menyatakan makar itu tidak harus dengan kekerasan. Delik makar bisa dikenakan terhadap siapapun sepanjang ada perbuatan, meskipun perbuatan tersebut tidak selesai (tanpa kekerasan). Tafsir kedua inilah yang digunakan oleh pengadilan dalam memutuskan perkara-perkara makar.
Ahmad Sofian mengatakan, perlu ada tafsir yang mengembalikan makna makar ke makna yang sesungguhnya, yaitu setiap upaya menggunakan kekerasan atau serangan untuk menggulingkan pemerintah yang sah atau memisahkan diri dari NKRI, atau untuk membunuh presiden/wakil presiden, yang dilakukan dengan cara-cara terorganisasi oleh kelompok bersenjata dan kelompok ini nyata-nyata memiliki persenjataan. (***)