People Innovation Excellence

TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK: ANALISIS SOSIAL-MIKRO

Oleh SHIDARTA (Oktober 2019)

Salah satu teori dalam sosiologi, yang sangat banyak digunakan dalam analisis sosiologi hukum adalah teori Interaksionisme Simbolik. Kita dapat menyebut beberapa penulis yang menerbitkan buku tentang teori ini, seperti dari penggagasnya yaitu George Herbert Mead (1932) dan kemudian dilengkapi oleh Herbert Blumer (1969).

Patut dicatat bahwa teori ini pada dasarnya memfokuskan diri pada analisis perilaku individu dengan individu yang lain dalam kelompok kecil. Teori ini tidak ditujukan untuk menganalisis masyarakat dalam skala yang besar, seperti masyarakat adat atau masyarakat umum. Ia lebih mencermati perilaku komunitas kecil yang memiliki keunikan tertentu dalam interaksi sosial di antara mereka.

Tulisan ini tidak dirancang dalam rangka menjelaskan teori ini secara panjang lebar. Biasanya, dalam perkuliahan sosiologi hukum, teori ini terbilang juga jarang disinggung, antara lain karena alasan skala analisisnya yang mikro tersebut, sementara fenomena hukum lebih berspektrum umum dan abstrak (in-abstracto). Padahal, kajian teoretis demikian sangat berguna dalam mencerna perkara-perkara unik yang telah diputuskan oleh pengadilan (in-concreto). Tulisan ini sendiri dimaksudkan lebih sebagai pengenalan sekilas tentang teori ini untuk melihat bagaimana aplikasinya pada satu fenomena sederhana.

Dalam pandangan teori Interaksionisme Simbolik, manusia adalah mahluk pembuat atau produsen simbol; suatu pemikiran yang mengingatkan kita pada pernyataan filosof Jeman dari kubu neo-kantian Ernst Cassirer bahwa manusia adalah “animal symbolicum”. Segala sesuatu (objek) yang ada di dalam kehidupan manusia mempunyai makna simbolik. Makna-makna ini tidak datang dengan sendirinya, melainkan dihadirkan dan kemudian disepakati dan dijadikan simbol. Simbol di sini dipahami sebagai tanda yang mengandung kesepakatan makna. Oleh sebab itu, perilaku manusia, baik sebagai individu maupun kelompok bertitik tolak dari makna-makna simbolik dari objek itu tadi.

Sebagai contoh, kita menyaksikan ada tanda lalu lintas yang di bagian ujung tiangnya terdapat lempengan berbentuk lingkaran dengan  tanda huruf P yang dicoret. Tanda itu adalah simbol, yang disepakati bermakna larangan untuk parkir di seputar tempat itu. Kesepakatan ini diyakini sudah bersifat universal karena di berbagai negara, tanda lalu lintas yang bermakna larangan parkir diberi simbol sama seperti itu. Pembentuk hukum, khususnya peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, mengadopsi makna simbolik ini dan menganggapnya sebagai hasil kesepakatan juga. Simbol ini lalu disosialisasikan, diperkenalkan sejak kecil kepada anak-anak yang pernah belajar tentang etiket berlalu lintas sampai pada saat mereka dewasa nanti ketika akan mendapatkan surat izin mengemudi. Artinya, makna simbolik dari tanda larangan parkir itu telah dihadirkan dalam interaksi sosial.

 



Uniknya, dalam kenyataan kita menyaksikan tetap saja ada orang yang melanggar tanda tersebut. Bahkan, kita menyaksikan mobil aparat penegak hukum (katakan Kepolisian) ada yang kerap diparkirkan tepat di bawah atau di sebelah tanda larangan tersebut. Mengapa hal ini dapat terjadi? Mengapa bisa terjadi ada satu komunitas kecil, yakni aparat Kepolisian yang “berani” untuk tidak memberi contoh yang baik dalam penegakan hukum?

Teori Interaksionisme Simbolik berusaha memahami fenomena sosial ini dengan mengkaji bagaimana aparat tadi memahami simbol tanda larangan parkir tersebut. Tentu saja, kajian ini akan menarik jika perilaku parkir di bawah tanda larangan parkir itu berulangkali terjadi; bukan kejadian secara kebetulan atau karena kecelakaan. Tindakan repetisi seperti itu akan memperkuat tentang adanya pemaknaan yang benar-benar telah bergeser di benak pelakunya terhadap suatu simbol.

Dalam rangka keperluan penegakan hukum dan penciptaan budaya hukum yang sehat, teori ini memberi sumbangan pemikiran tentang kaitan antara aksi dan reaksi dalam perilaku manusia. Polisi itu tahu benar makna tanda P yang dicoret itu. Tanda ini ditujukan kepada umum (subjek normanya adalah setiap orang). Operator normanya adalah larangan. Objek normanya adalah memarkirkan kendaraan. Kondisi normanya adalah di sepanjang jalan tersebut. Karena tidak ada keterangan waktu larangan pakir, seharusnya dipahami kondisi normanya tidak berbicara tentang pembatasan waktu. Larangan parkirnya berlaku sepanjang waktu.

Makna simbolik seperti di atas, tentu sudah menjadi konsensus dalam penegakan hukum. Bagi aparat Kepolisian yang mengendarai kendaraan tersebut, makna ini kini coba ia pahami dengan sedikit berbeda. Tanda ini memang ditujukan kepada masyarakat umum, tetapi sebagai aparat penegak hukum ia memiliki diskresi untuk berperilaku berbeda daripada perilaku masyarakat umum. “Saya berbeda karena status saya sebagai aparat penegak hukum memiliki keistimewaan; saya mungkin dianggap ‘melanggar’ tanda itu, namun saya melakukannya karena saya sedang menjalankan tugas sebagai polisi!”

Argumentasi ini kurang lebih sama sederhananya ketika kita harus memahami suara sirene dan lampu rotator pada kendaraan di belakang kita untuk minta diberikan jalan di tengah kemacetan. Walaupun jalan itu adalah jalanan umum, namun aparat (atau berpura-pura sebagai aparat) mengganggap ia memiliki diskresi untuk diberi keistimewaan, padahal sangat mungkin diskresi itu tidak relevan dan tidak ada urgensinya untuk dijalankan pada waktu itu.

Perilaku polisi yang memarkirkan mobil di bawah tanda larangan parkir ini merupakan tindakan eksepsional karena keistimewaan tadi. Keistimewaan itu terjadi karena aksi tadi mendapat reaksi yang berbeda jika tindakan itu dilakukan orang lain pada umumnya. Jika orang lain dianggap melanggar (“ditilang”) maka aksi para polisi ini tidak akan dibalas dengan reaksi serupa. Hanya saja, dalam teori Interaksionisme Simbolik, tidak ada aksi yang tidak diberi reaksi. Hal itu dapat dilihat, misalnya, karena ada mobil polisi yang parkir tepat di tanda tersebut, kendaraan-kendaraan lain menjadi “berani” juga untuk parkir di tempat yang sama. Mereka memberi makna yang baru sekarang terhadap simbol tanda larangan tersebut, bahwa tanda itu menjadi tidak berlaku apabila ada mobil aparat Kepolisian yang parkir di sana.

Teori Interaksionisme Simbolik dalam konteks tulisan ini menunjukkan bahwa perilaku “menyimpang” yang diperagakan oleh siapapun, jika dibiarkan (tanpa dikoreksi) dalam kurun waktu tertentu akan menghadirkan mana simbolik baru. Tanda-tanda lalu lintas menjadi hilang makna asalinya karena terkikis akibat interaksi sosial, yang bermula dari aksi-aksi individual. Penciptaan budaya hukum yang sehat dalam skala yang luas (budaya hukum eksternal) wajib juga dimotori oleh penegakan disiplin dalam budaya hukum para aparat penegak hukum (budaya hukum internal). Dan, itu bisa disimbolkan dari perilaku sederhana seperti dengan tidak memberikan contoh memarkir kendaraan di tempat yang terlarang. (***)


REFERENSI:

SUMBER FOTO: <https://www.hetanews.com/article/144791/mobil-dinas-polisi-parkir-sembarangan-di-jalan-merdeka-siantar>

Blumer, Herbert (1969). Symbolic Interactionism: Perspective and Method. Englewood Cliffs, NJ: PrenticeHall.

Mead, George Herbert (1932). The Philosophy of the Present. Chicago: University of Chicago Press.

Mead, George Herbert (1938). The Philosophy of the Act. Chicago: University of Chicago Press.

Ritzer, George (2008). Sociological Theory. McGraw-Hill.


 

 

 

 


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close