People Innovation Excellence

TEORI PERTUKARAN SOSIAL: STRATEGI MINIMAKS

Oleh SHIDARTA (Oktober 2019)

Apakah ada pilihan rasional (rational choice) yang dilakukan masyarakat dalam berbudaya hukum, termasuk dalam perilaku melanggar hukum yang kasatmata terlihat dalam kehidupan sehari-hari? Sedemikian lazim dan kasatmatanya pelanggaran itu dilakukan, sampai-sampai boleh jadi tidak lagi dipandang sebagai bentuk “penyimpangan” (tindakan anti-sosial). Misalnya, perilaku tidak disiplin berlalu lintas atau membuang sampah sembarangan. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang berperilaku “menyimpang” dengan melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum seperti itu?

Di antara banyak teori yang dapat memotret perilaku sosial seperti itu, salah satunya adalah teori pertukaran sosial (social-exchange theory). Hal yang dipertukarkan di sini adalah kemanfaatan atau keuntungan (benefits; rewards; incentives) dan biaya atau ongkos (cost). Secara rasional, semua orang ingin memaksimalkan kemanfaatan dan meminimalkan biaya, yang lazim disebut  strategi minimaks (minimax strategy). Teori ini banyak diminati dalam sosiologi, kendati berawal dari bidang psikologi sosial. Strategi minimaks ini kerap dikaitkan dengan pilihan rasional (rational choice) manusia yang sebenarnya mendasari pula banyak teori-teori lain tentang pendekatan ekonomi terhadap hukum (bandingkan juga dengan Kalkulus Bentham dalam teori Utilitarianisme).

 Dalam psikologi sosial strategi minimaks ini bisa diberi contoh penerapannya pada seseorang dalam menghadapi situasi untuk menolong atau tidak menolong orang lain yang tengah menghadapi permasalahan. Orang akan berpikir rasional dengan menghitung-hitung manfaat dan biaya dari pertolongan yang diberikan. Perlu dicatat bahwa manfaat di sini tidak selalu berkonotasi adanya pendapatan material sebagai balasan (external rewards). Perasaan puas dan bahagia (internal rewards) pun bisa dimasukkan di dalamnya (D.G. Myers, 1999; dan Gilovich, 2006).


 


Penjelasannya adalah sebagai berikut. Katakanlah, jika Anda melihat ada seorang wanita sedang ditodong oleh sekelompok penjahat di sebuah jalanan yang sepi. Apakah Anda akan menolong wanita ini? Anda akan berkalkulasi dengan menimbang-nimbang kemanfaatan yang diperoleh dan biaya yang harus dikeluarkan (jika menolong). Manfaat untuk menolong = biaya untuk tidak menolong. Sebaliknya biaya menolong = manfaat untuk tidak menolong.

Jika kemanfaatannya tinggi (misalnya wanita ini adalah seorang isteri pejabat tinggi yang sangat berpengaruh) sedangkan biayanya juga tinggi (misalnya penjahat ini bersenjata tajam, berbadan kekar, dan tempat itu sangat sepi), maka Anda tidak akan langsung mengambil sikap untuk menolong. Anda akan melihat-lihat dulu situasi sambil menimbang-nimbang tindakan apa terbaik yang bisa dilakukan. Hal ini tentu berbeda jika biaya untuk menolongnya rendah (misalnya Anda mengenal daerah itu, juga Anda menguasai seni bela diri dan penjahatnya sendiri tidak membawa senjata berbahaya). Dapat dipastikan, Anda akan segera menolong wanita tersebut. Sebaliknya, jika biayanya sangat tinggi (pelakunya orang gila yang membawa senjata tajam) sedangkan keuntungan untuk menolong juga rendah (misalnya yang menjadi korban yang terancam bukanlah manusia, melainkan seekor hewan), maka Anda sangat mungkin mengambil sikap untuk tidak menolong. Bagaimana jika keuntungan dan biaya untuk menolong sama rendahnya. Misalnya, ketika sedang berkendara, Anda melihat ada seekor kucing tergeletak di pinggir jalan karena baru terserempet mobil di depan kendaraan Anda. Apakah Anda akan menolong kucing ini? Di sini, bergantung seberapa Anda secara normatif merasa terdorong untuk mengambil sikap dan kemudian bertindak. Jika Anda seorang pecinta hewan, mungkin sekali Anda akan menolong kucing ini. Jika tidak, Anda akan berlalu meneruskan perjalanan.

Sekarang, mari kita modifikasi teori pertukaran sosial ini dengan menggunakan analisis cost-benefit tadi dalam mencermati fenomena kepatuhan, atau sebaliknya, pelanggaran hukum. Dua skema di bawah ini sebenarnya menunjukkan dua kondisi yang sama. Skema sebelah kiri berangkat dari asumsi kemanfaatan dan biaya jika menaati hukum. Skema sebelah kanan adalah sebaliknya, yaitu kemanfaat dan biaya jika melanggar hukum.


Dalam perspektif hukum, strategi minimaks yang perlu diupayakan adalah mengkondisikan kotak yang berwarna hijau itu saja, yakni memberikan kemanfaatan yang TINGGI dan biaya yang RENDAH bagi siapa saja yang menaati hukum. Atau, dalam kondisi yang sama adalah membebani setiap orang dengan biaya yang TINGGI dan kemanfaatan yang RENDAH jika ia melanggar hukum. Itulah fungsi hukum yang sewajarnya dijalankan di dalam penegakan hukum.

Namun, hitung-hitungan di atas boleh jadi juga meleset. Sebagai contoh, kita menyaksikan masih saja ada orang melanggar peraturan lalu lintas dengan tidak memakai helm saat mengendarai sepeda motor, atau tidak memakai sabuk pengaman saat mengendarai mobil. Kemanfaatan memakai helm dan sabuk pengaman jelas sangat tinggi bagi keselamatan diri si pengendara atau penumpang kendaraan. Biayanya menaati juga terbilang rendah. Demikian juga dengan perilaku membuang sampah sembarangan. Kemanfaatan membuang sampah pada tempatnya jelas sangat tinggi, sedangkan biaya menjalankan perilaku ini juga rendah. Artinya, analisis cost-benefit seperti di atas masih belum mampu menjawab pertanyaan mengapa orang tetap gemar melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum, yang pada gilirannya menciptakan suatu budaya hukum yang tidak sehat. Pertanyaan ini akan membawa kita pada diskusi topik berikutnya tentang faktor apa lagi yang perlu dicermati sebagai kendala dalam penegakan hukum.

Kritik terhadap teori ini memang dapat diajukan. Dalam dunia pemasaran dan politik, harus diakui terkadang pilihan seseorang atau sekelompok orang tidak selalu berangkat dari pertimbangan rasionalitas masing-masing. Perilaku konsumtif sejak lama dimotivasi melalui bujuk rayu bernada emosional daripada rasional. Fenomena keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, juga kerap dijadikan contoh bagaimana emosi lebih dominan terhadap pilihan-pilihan politis. Hal ini terjadi pula dalam konteks berhukum. Emosi menjadi dominan karena biasanya para subjek terlanjur dibombardir dengan informasi-informasi yang menyesatkan. Artinya, pilihan rasional tidak datang dengan sendirinya secara alami. Pilihan rasional perlu didesain karena pilihan ini menuntut tingkat kecerdasan tertentu dari subjek-subjek pelakunya. Dalam wacana penegakan hukum, kecerdasan ini baru lahir jika terjadi proses edukasi yang terus-menerus terhadap masyarakat, baik melalui institusionalisasi maupun internalisasi. Peraturan yang mensyaratkan anak-anak untuk diberikan vaksinasi, misalnya, bisa jadi akan ditentang dengan dalih-dalih yang irasional apabila masyarakat dibiarkan mendapatkan informasi yang keliru terkait vaksinasi tersebut. (***)


REFERENSI:

Gilovich, T., Keltner, D. & Nisbett, R.E. (2006). Social Psychology. New York: W. W. Norton.

Myers, D. G. (1999). Social psychology. (6th ed.). United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.

“Helping Behavior” <https://en.wikipedia.org/wiki/Helping_behavior>


 

 

 


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close