ULASAN PERUBAHAN PERMENAKER NOMOR 19 TAHUN 2012
Iron Sarira (September 2019)
Mengawali tulisan ini, pertama mari kita kembali melihat substansi menimbang huruf a dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (Permen 19/2012) yang bertujuan menciptakan iklim hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan dalam pelaksanaan pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh. Permen 19/2012 menjelaskan bahwa penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain dapat dilakukan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja buruh. Kedua, dalam praktiknya terjadi mekanisme pemborongan pekerjaan atau pemborongan jasa tenaga kerja. Namun, menurut saya praktik pemborongan pekerjaan tetap tidak bisa dibedakan satu dengan lainnya, karena substansinya adalah sama yaitu adanya pihak yang menyediakan pekerjaan dan pekerja kepada pihak yang memberi pekerjaan. Selanjutnya, Permen 19/2012 mengatur hal-hal tentang pekerjaan-pekerjaan yang dapat diberikan, antara lain bidang pekerjaan non core dalam artian bahwa pekerjaan ini bukan merupakan pekerjaan utama dan bersifat penunjang pekerjaan utama; melaporkan kepada instansi yang berwenang bagi perusahaan pemberi pekerjaan; persyaratan bagi perusahaan penerima pemborongan pekerjaan; pendasaran terhadap mekanisme PKWT bagi perusahaan penerima pekerjaan dengan tenaga kerjanya; kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, seperti cleaning service, catering, security, jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, jasa penyedia angkutan bagi pekerja/buruh; perjanjian kerja dan pendaftaran perjanjian oleh perusahaan penyedia jasa ke instansi yang berwenang; persyaratan bagi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; hubungan kerja yang didasari PKWT atau PKWTT; adanya jaminan kelangsungan kerja dari perusahaan penyedia jasa ke pekerja/buruhnya; pengawasan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan; ketentuan peralihan tentang penyesuaian yang harus dilakukan dalam kurun waktu 12 bulan bagi semua pihak yang terlibat.
Namun sebagaimana diketahui bahwa Permen 19/2012 sejak ditetapkan pada tanggal 14 November 2012 oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, serta sejak diundangkan pada tanggal 19 November 2012 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia memiliki peran keadilan sebagai syarat diterimanya hukum positif ini, dengan maksud bahwa permen ini memiliki kebijakan utama dalam perannya terhadap institusi sosial, sebagai suatu kebenaran dalam sistem penerapannya.[1] Berjalan dari masa keberlakuannya tersebut, Permen 19/2012 perlu dilakukan harmonisasi terkait dengan pertimbangan peningkatan investasi dan perluasan kesempatan kerja berdasarkan kebijakan di bidang Penanaman Modal, sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap Permen 19/2012 tersebut. Oleh sebab dilakukannya perubahan untuk pertama kali dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 (selanjutnya disebut dengan Permenaker 27/2014) yang mensisipkan beberapa substansi sebagai berikut, Pasal 5a mengatur “penanaman modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia”; Pasal 25a mengatur bahwa “Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh merupakan penanam modal asing, maka izin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal”. Perubahan pertama terhadap Permen 19/2012 sebagaimana yang dijelaskan di atas diarahkan terhadap peningkatan investasi dengan substansi bahwa hubungan kerja dan atau hubungan kerjasama tidak lagi menjadi pertimbangan para investor baik lokal maupun asing untuk menanamkan modal usaha di Indonesia. Oleh sebab itu, cukup menjadi pertanyaan apakah sebelum ditetapkan Permenaker 17/2014 hal-hal terkait dengan hubungan kerja dan hubungan kerjasama di atas menjadi suatu problematika dalam perkembangan investasi di Indonesia. Hal ini dapat dijawab dengan sekian banyak informasi terkait penanaman modal asing di Indonesia, yang salah satunya disampaikan dari pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bahwa salah satu yang menjadi pertimbangan para investor, khususnya investor asing adalah tingginya upah tenaga kerja di Indonesia serta adanya kewajiban jangka panjang yang harus ditanggung oleh pengusaha terhadap masa depan pekerjanya. Hal tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak permasalahan yang menjadi unsur petimbangan para investor asing di Indonesia, sehingga lebih banyak memilih negara-negara lain seperti Vietnam dan Thailand untuk melakukan penanaman modal.[2]
Selanjutnya, membahas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (Permenaker 11/2019) yang mensisipkan beberapa substansi sebagai berikut: Pada bagian “menimbang” huruf a tersebut secara jelas bahwa “pekerja/buruh pada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh wajib diberikan perlindungan”; Pasal 1 ayat (7a dan 7b) yang ditambahkan mekanisme perizinan secara Online Single Submission (OSS) dan kelembagaan OSS tersebut kepada lembaga nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal; Pasal 19 ditambahkan huruf d yang menjelaskan bahwa perjanjian wajib memenuhi hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan; Perubahan Pasal 20 yang berintikan pendaftaran perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh dan tidak dikenakan biaya pendaftaran; Perubahan Pasal 21 yang inti perubahannya adalah penolakan permohonan pendaftaran perjanjian jika tidak sesuai oleh instasi yang berwenang; Perubahan Pasal 23 yang berintikan pengenaan sanksi administratif bagi perusahaan yang berlum mendapat bukti pendaftaran serta tetap melaksanakan tanggung jawabnya kepada pekerja/buruh; Penyisipan Pasal 23a, 23b, dan 23c tentang kewenangan pemberian sanksi administratif berupa teguran tertulis dan pembekuan kegiatan usaha, serta mekanisme pembekuan tersebut kepada Lembaga OSS; Perubahan Pasal 24 yang intinya perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh harus memiliki izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS; Perubahan Pasal 25 yang berintikan keberlakuan izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS di seluruh Indonesia; Perubahan Pasal 27 yang berintikan Pembuatan, Pencatatan, Penerbitan Pencatatan Perjanjian Kerja, dan tidak dikenakan biaya; Penyisipan Pasal 34a terkait Izin Usaha yang terintegrasi dengan Sistem OSS; Perubahan Pasal 35 yakni pencabutan Permenaker Nomor 6 Tahun 2015 dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Perubahan kedua terhadap Permen 19/2012 jika dikaji secara seksama dan dalam kondisi adanya isu-isu revisi terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, maka dapatlah ditarik suatu pemaknaan bahwa perubahan kedua ini ingin memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan tetap membuat suatu mekanisme baru terkait adanya Lembaga OSS sebagai lembaga nonkementerian yang mengurusi bidang penanaman modal. Namun, jika norma-norma yang ada tersebut terlanggar, maka pihak yang berwenang di bidang Ketenagakerjaan dapat memberikan rekomendasi kepada Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia untuk membekukan kegiatan usaha sementara sampai dengan terpenuhinya kewajiban yang seharusnya. Secara umum, penulis melihat bahwa hal ini menjadi upaya pemerintah dalam menciptakan suasana hubungan industrial yang kondusif dalam tahun politik yang banyak memunculkan isu-isu terkait adanya kepentingan-kepentingan politis dan ekonomis, sehingga aspek penyerahan pekerjaan dan pekerja/buruh kepada perusahaan penyedia jasa tersebut dapat lebih memberikan aspek kemanfaatan dalam tatanan hukum yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.
Referensi
[1] John Rawls, Teori Keadilan, diterjemahkan oleh Uzair Fauzan et.al., Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Maret, 2011, hlm. 3.
[2] Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Jokowi dalam salah satu agenda kerjanya pada medio bulan Agustus – September 2019.